Berita di
Kompas edisi 16 Maret lalu tentang dominasi peneliti asing dalam penelitian
wayang golek dan wayang cepak di Jawa Barat menarik perhatian.
Dalam
berita itu, Endo Suanda, Direktur Yayasan Seni Tikar, mengatakan, banyak
peneliti lokal tak didukung data lengkap sehingga hanya membahas permukaan.
Lili Suparli, dosen STSI Bandung, juga dalam berita itu mengatakan, peneliti
asing unggul karena mereka memiliki bekal metode penelitian yang lumrah terjadi
di negara asalnya sejak ratusan tahun lalu.
Superioritas peneliti asing
Ironis
bahwa peneliti Indonesia (dinilai) kalah kualitas dari peneliti asing.
Seharusnya peneliti lokal lebih tahu dan mampu mengeksplorasi serta menjiwai
khazanah seni budaya Indonesia. Pernyataan Endo dan Lili menjadi tantangan dan
pekerjaan rumah bagi para peneliti lokal dan pemangku kebijakan. Saya tak akan
membahas penelitian wayang golek dan cepak di Jawa Barat, tapi lebih ingin
mendiskusikan posisi dan peran peneliti asing dan peneliti lokal dalam
penelitian seni budaya Indonesia.
Peneliti
asing dari Eropa, Asia, dan Australia telah lama diagung-agungkan dan
diposisikan superior karena karya mereka yang dinilai fenomenal dan membuka
banyak tabir kekayaan budaya Indonesia yang lama tak tereksplorasi secara
ilmiah dan serius.
James L
Peacock (peneliti ludruk), Clara Brakel-Papenhuyzen (tari jawa), Andrew N
Weintraub (dangdut), dan Ellen Rafferty (teater Indonesia), sebagai contoh,
telah membawa kekayaan seni budaya dari sejumlah daerah di Indonesia ke negara
mereka masing-masing dan menginternasionalkan khazanah seni budaya Nusantara.
Ilmuwan-ilmuwan
asing ini berperan mengukuhkan superioritas Barat sebagai pusat dari wilayah
yang, dalam kajian poskolonial, dicitrakan sebagai pinggiran yang eksotik.
Barat dalam konstruksi pencitraannya harus dijadikan rujukan karena superi-
oritas kepakaran dan sejumlah lembaga risetnya.
Konstruksi
yang sering kali distortif semacam ini berdampak negatif karena para peneliti
asing dan pusat studi Indonesia di sejumlah universitas ternama di luar negeri
dianggap sebagai sumber pengetahuan tentang Indonesia yang paling layak
sehingga banyak akademisi dan peneliti Indonesia berkiblat ke sana. Biaya studi
ke sana yang besar akan membawa untung bagi kelangsungan sejumlah institusi
luar negeri dalam mengembangkan riset tentang Indonesia.
Padahal,
pengembangan dan penguatan pusat-pusat studi seni tradisi dan berbagai program
studi di perguruan tinggi di Indonesia yang terkait disiplin seni budaya
Indonesia dibutuhkan. Konstruksi dan cara pandang yang memosisikan peneliti
lokal secara inferior hanya akan menyemaikan mental inlander yang seharusnya
dipupus habis.
Dukungan dan kebijakan
Dukungan
nyata diperlukan untuk meningkatkan peran dan kompetensi para peneliti lokal.
Kebijakan memberikan peluang lebar bagi penelitian seni budaya harus terus
ditingkatkan. Bukan berarti ketika penelitian bidang teknologi dan sains
dianggap lebih penting dan bermanfaat, penelitian bidang seni, budaya, dan
humaniora dianaktirikan. Melalui penelitian, kekayaan seni budaya Indonesia
bisa digali dan didokumentasikan. Lebih dari itu, strategi pelestarian serta
identifikasi kegunaannya bagi kemajuan serta pembentukan identitas bangsa di
tengah era global bisa dirumuskan.
Pandangan
bahwa penelitian kuantitatif, yang diklaim lebih terukur, jelas indikator dan
keluarannya, bukan alasan untuk memandang sebelah mata dan memarjinalkan
penelitian kualitatif, etnografi, sastra, dan berbagai penelitian seni budaya
yang bertumpu pada deskripsi dan interpretasi. Dana penelitian bidang seni
budaya harus terus ditingkatkan agar kuantitas dan kualitas penelitian bidang
ini bisa berkembang serta melahirkan peneliti-peneliti muda Indonesia yang
cemerlang.
Dominasi
dan sepak terjang peneliti asing bisa ditandingi dengan peran serius peneliti
lokal. Selain itu, peraturan seperti Permendagri No 49/2010 tentang Pemantauan
Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah, terutama Pasal 13 dan 14
yang khusus mengatur tentang peneliti asing, bisa menjadi kontrol. Pasal 14
menyatakan, berkaitan dengan rencana penelitian peneliti asing, pemerintah
daerah berhak menyetujui atau menolak. Tentu jika peneliti asing tidak
memberikan konstribusi positif terhadap kepentingan nasional, bahkan merugikan,
maka tak ada alasan menyetujuinya.
Terlepas
dari peraturan itu, peran peneliti lokal harus dimak- simalkan. Peneliti lokal
yang akan meneliti khazanah kesenian tradisi dan kebudayaan Indonesia harus
diutamakan daripada peneliti asing. Jika sejumlah kebijakan dan dukungan telah
nyata dilakukan, dominasi peneliti asing seperti pada penelitian wayang di Jawa
Barat tidak akan terjadi. Dialektika dan kompetisi dengan peneliti asing
diperlukan untuk menaikkan daya saing dan kualitas peneliti lokal.
Yusri
Fajar ;
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Brawijaya
KOMPAS, 17 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi