Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati
meninggalkan gading, Taufiq Kiemas wafat, selain meninggalkan nama, juga
meninggalkan banyak cerita tentang Pancasila.
Pancasila, menurut Taufiq Kiemas, selama dua belas
tahun telah kita lupakan. Kata-kata ini beliau ucapkan tahun 2010, saat “empat
pilar” mulai disosialisasikan. Empat pilar adalah nomenklatur yang dilahirkan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang merujuk pada: (1) Pancasila, (2)
Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945, (3) Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan (4) Bhinneka Tunggal Ika.
Salah satu tugas pemimpin MPR, sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah
mengoordinasikan anggota MPR untuk memasyarakatkan UUD RI tahun 1945. Dari
tugas inilah, pemimpin MPR kemudian merumuskannya dalam “sosialisasi empat
pilar kebangsaan”.
Karena kata “empat pilar” lahir pada periode MPR
yang dipimpin Taufiq Kiemas, tak ayal suami Presiden kelima RI, Megawati
Soekarnoputeri, ini kerap dijuluki sebagai “Bapak Empat Pilar”.
Di antara empat pilar yang paling menjadi pusat
perhatian Taufiq Kiemas adalah Pancasila, bukan lantaran beliau mempunyai
hubungan kekerabatan (menantu) Presiden pertama RI, Soekarno, yang pertama kali
memperkenalkan rumusan Pancasila, tapi karena dasar negara ini, sebagaimana
disinggung di atas, telah dilupakan banyak orang. Padahal, Pancasila memiliki
nilai strategis terutama dalam menjaga keutuhan bangsa.
Pada saat berkunjung ke Jakarta, November 2010,
dalam pidato yang disampaikan di kampus Universitas Indonesia, Depok, Presiden
Amerika Serikat Barack Obama memberi apresiasi yang tinggi pada Pancasila.
Menurutnya, jika di Amerika ada E pluribus unum, beragam tapi bersatu, di
Indonesia disebut Bhinneka Tunggal Ika, persatuan dalam keberagaman.
Amerika dan Indonesia mampu menyatukan ratusan juta
orang yang memiliki kepercayaan berbeda di bawah satu panji. “Itulah
semangat Indonesia, itulah pesan yang tertuang dalam Pancasila,” kata
Obama dalam pidatonya.
Taufiq Kiemas gembira sekali mendengar pidato
Obama. Kalau presiden negara adikuasa saja mengapresiasi Pancasila, mengapa
kita sendiri yang memilikinya tidak? Karena itu, dalam setiap kesempatan
berbicara, baik dalam pidato-pidato resmi maupun pada saat berbincang-bincang,
politikus yang oleh masyarakat Minangkabau diberi gelar “Datuk Basa Batuah” ini
selalu menekankan pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa.
Pancasila, dalam pandangan Taufiq, bukan kata
keramat yang jauh dari rakyat, tapi dasar bernegara yang harus menjadi bagian
dari kehidupan sehari-hari seluruh masyarakat. Karenanya, ketimbang
memperingati Kesaktian Pancasila, 1 Oktober, Taufiq lebih condong memperingati
kelahiran Pancasila, 1 Juni.
Upayanya menyosialisasikan kelahiran Pancasila 1 Juni
bukan tanpa tantangan. Banyak kalangan menolak, terutama dari para politikus
partai-partai berhaluan Islam. Penolakan itu karena 1 Juni merujuk pada hari
pidato pertama Bung Karno mengenai Pancasila, 1 Juni 1945 di depan Sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Karena pidato itulah, Pancasila dianggap identik
dengan Bung Karno. Karena identik dengan Bung Karno, ada beberapa politikus
partai Islam yang mengkhawatirkan Pancasila hanya menjadi milik golongan
tertentu, dalam hal ini, kaum nasionalis pelanjut gagasan Soekarno.
AM Fatwa –yang kurang setuju dengan penetapan 1
Juni sebagai hari lahir Pancasila—misalnya menegaskan dalam banyak kesempatan
bahwa Pancasila adalah karya bersama milik bangsa, bukan hak paten suatu golongan
saja. Siapa yang dimaksud dengan suatu golongan oleh politikus senior PAN ini,
publik sudah mafhum.
Taufiq Kiemas adalah satu dari sedikit tokoh
politik yang enggan berkonflik. Ia selalu berusaha menjalin silaturahmi dengan
semua kalangan tanpa membedakan agama, suku, dan partai politik. Dengan
sikapnya yang terbuka dan bersahabat dengan siapa saja, kita yakin bahwa
nasionalisme yang menjadi landasan perjuangan Taufiq Kiemas bukan untuk satu
golongan saja, begitu pun kelahiran Pancasila.
Taufiq Kiemas tak mau menanggapi mereka yang tak
setuju hari lahir Pancasila 1 Juni dengan kata-kata, tapi ia lebih memilih
tindakan nyata.
Setiap datang 1 Juni ia selalu memperingatinya.
Bahkan, 1 Juni 2013 lalu, ia berangkat ke Ende –bersama Wapres Boediono—untuk
memperingati lahirnya Pancasila sekaligus peresmian situs Bung Karno. Karena
kelelahan, sepulang dari Ende beliau langsung diterbangkan menuju salah satu
rumah sakit di Singapura, untuk dirawat hingga wafat (8/6/2013).
Pancasila, di tangan Taufiq Kiemas, selain menjadi
ideologi yang profan, merakyat, juga menjadi ajaran yang mudah diterima semua
kalangan. Oleh karena itu, sosialisasi empat pilar yang digagasnya dinilai
banyak kalangan sebagai upaya brilian, yang mengontraskannya dengan indoktrinasi
P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) ala Orde Baru.
Karena P-4, banyak generasi baru antipati pada
Pancasila dan melupakannya. Banyak aktivis memelesetkan sila-sila Pancasila
sehingga dasar negara itu menjadi bahan ledekan. Pancasila dipelesetkan menjadi
Pancasial.
Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi Keuangan Yang Maha
Kuasa, Kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi Kemanusiaan yang labil dan
biadab, Persatuan Indonesia menjadi Persatean Indonesia, dan seterusnya.
Mengapa demikian? Karena yang diajarkan hanya doktrin yang tidak diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Tidak diberi contoh oleh para pejabat dan para
petinggi negara yang memegang amanat rakyat.
Sementara itu, banyak kalangan menilai, cara
berpolitik Taufiq Kiemas adalah cermin hidup dari Pancasila. Untuk
mengimplementasikan sila Ketuhanan, beliau mendorong lahirnya Baitul Muslimin
Indonesia, sayap agama dalam PDIP; untuk mengamalkan sila kedua, beliau selalu
memberi bantuan kepada siapa pun yang membutuhkan uluran tangan; untuk sila
ketiga beliau selalu berupaya merajut persatuan dengan semua kalangan; untuk
sila keempat beliau senantiasa mendorong musyawarah mufakat dalam setiap momen
permusyawaratan; dan untuk sila kelima beliau tak pernah lelah mendorong
tegaknya keadilan.
Berbeda dengan indoktrinasi P-4 yang minus
keteladanan. 4-P (empat pilar) benar-benar diamalkan Taufiq Kiemas sebagai
pejabat yang menjadi motor utama sosialisasinya. Tak berlebihan jika beliau
disebut sebagai living legend dari empat pilar.
Jeffrie
Geovanie ;
Founder The Indonesian Institute
SINAR HARAPAN, 10 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi