Pendidikan, selain sandang, pangan, dan papan,
adalahkebutuhanprimer yang harus dimiliki manusia. Suatu bangsa yang ingin
mencapai kemajuan menganggap pendidikan sebagai salah satu dari berbagai
kebutuhan vital.
Bangsa Indonesia telah melihat bahwa dunia
pendidikan adalah salah satu pilar kunci membangun fondasi bangsa yang kuat
dalam menyongsong era globalisasi. Hal ini ditandai dengan memberikan porsi
budget lebih yakni 20% untuk pembangunan pendidikan Indonesia. Apakah
pendidikan itu? Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan
dimaknai secara beragam, bergantung sudut pandang masing-masing dan teori yang
dipegangnya.
Untuk mengetahui definisi pendidikan dalam
perspektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan formal dan operasional,
sebagaimana dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan UU itu, kita melihat bahwa definisi
tersebut tidak hanya sekadar menggambarkan apa pendidikan itu. Tetapi memiliki
makna dan implikasi yang luas tentang siapa sesungguhnya pendidik itu, siapa
peserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin
dicapai oleh pendidikan. Mengapa pendidikan begitu penting? Karena pendidikan
adalah kata kunci untuk memutus mata rantai kebodohan, ketertinggalan, dan
keterbelakangan dengan bangsa yang terdidik akan menjadikan sebuah bangsa
menjadi bangsa mandiri dan maju.
Di lain hal, ada beberapa permasalahan yang menjadi
perhatian berkenaan dengan dunia pendidikan Indonesia. Pertama, sudahkah sistem
pendidikan yang telah dirancang pemerintah sesuai kesejatian bangsa Indonesia yang
juga akan mengentaskan kemiskinan bangsa ini? Kedua, bagaimanakah konsep
pendidikan yang baik sesuai nurani dan nilai luhur bangsa? Pertanyaan tersebut
menjadi landasan penulis dalam memaparkan artikel ilmiah ini.
Pendidikan dari Nilai Luhur Bangsa
Dewasa ini banyak fenomena yang menerpa dan
menampar dunia pendidikan Indonesia sekaligus mencoreng hakikat pendidikan itu
sendiri. Betapa tidak, pendidikan yang hakikatnya memanusiakan manusia dan
sebagai sarana internalisasi peradaban manusia tiba-tiba ditohok dengan
banyaknya aksi anarkisme yang notabene dilakukan insan pendidikan itu sendiri.
Tawuran antarpelajar, tawuran antarmahasiswa baik
sesama atau antaruniversitas, pelecehan seksual, video porno, aksi bullying
(penindasan), adalah segelintir bentuk peradaban yang bukan harapan dari proses
mengedukasi peserta didik dan bukan output yang diidamkan oleh dunia
pendidikan. Fenomena-fenomena di dunia pendidikan di atas, mirisnya dilakukan
beberapa oknum insan pendidikan, baik siswa, mahasiswa, guru, dosen, maupun
pejabat di d e p a r t e - men pendidikan.
Selain itu, pendidikan Indonesia sekarang ini b e l
u m mampu menanamkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Lebih parahnya, para
koruptor yang menjarah uang untuk menyejahterakan rakyat ternyata berasal dari
insan terdidik dan memiliki gelar pendidikan tinggi. Nilai gotong-royong tidak
lagi menjadi nilai luhur yang dipraktekkan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Nilai individualis menjadi trend yang mengalahkan gotong-royong. Masyarakat
cenderung bersikap individualis dengan menafikan dan lebih memprioritaskan
kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
Sebagai contoh kecil, banyak pengendara tanpa
merasa bersalah menerobos rambu lalu lintas dengan alasan sudah telat. Kemudian
bangsa Indonesia dari dahulu terkenal dengan bangsa yang ramah. Banyak warga
negara asing yang datang ke Indonesia baik dengan tujuan berdarmawisata,
bisnis, atau yang lainnya memiliki asumsi positif dengan keramah-tamahan
masyarakat Indonesia. Namun, kerusuhan horizontal (perang antarsuku, tawuran
masyarakat, demonstrasi yang anarkis, anarkisme massa, dan sebagainya) seakan
mencoreng wajah cantik masyarakat Indonesia, dan menempatkan I n d o n e s i a
dalam blacklist negara yang berbahaya untuk dikunjungi lewat travel warning
mereka.
Karena itu, pendidikan harus kembali pada
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang diwariskan the founding fathers
(pendiri-pendiri bangsa) ini. Bangsa Indonesia terlahir dari bangsa yang
menghargai nilai gotong-royong, menebarkan keramah-tamahan, menghargai pendapat
orang lain, dan memiliki toleransi yang baik.
Harapan untuk Dunia Pendidikan
Pada era global sekarang muncul kesadaran baru
tentang pentingnya pendidikan yang memberikan kepedulian pada ekologi.
Kesadaran ini didasari sebuah fakta, bahwa kemajuan ilmu pengetahuan yang
bersifat positif muncul terutama pada abad ke-20, ternyata dinilai telah
membawa implikasi sangat serius, berupa kehancuran ekosistem, baik lingkungan
alam maupun sosial.
Kalau kita melihat proses pendidikan yang
berlangsung, terdapat kesan kuat bahwa proses pembelajaran kurang memperhatikan
potensi individual dan potensi serta kinerja otak dan emosi. Kinerja otak itu
ibarat bohlam. Jika dilatih, bisa mengeluarkan sinar pengetahuan ke segala
penjuru karena jaringan saraf otaknya berkesinambungan membentuk bola yang
dihubungkan oleh sel-sel saraf yang miliaran jumlahnya.
Pendidikan yang bagus harus mengaktifkan, tidak
hanya otak kiri tetapi juga otak kanan. Otak kanan memiliki kemampuan berpikir
imajinatif, holistik, kreatif, dan bisa menghasilkan ide-ide “subversif” di
luar pakem yang biasa dianut otak kiri yang berciri linier dan analisis. Jadi,
yang bagus memang menciptakan keseimbangan. Hal lain yang membuat kita sadar
adalah beberapa percobaan di negara-negara maju yang mengembangkan apa yang
disebut sebagai learning community, learning societyatau masyarakat belajar.
Dimana sekolah tidak terfokus di ruang kelas,
melainkan siswa diajak membangun kehidupan dalam bentuk sebuah komunitas yang
mencerminkan semua aspek kehidupan, nantinya akan dihadapi dalam masyarakat. Di
situ anak-anak belajar hidup dan mempersiapkan masa depannya secara terarah dan
terpadu sehingga apa yang dijalani dalam proses pendidikan bukanlah sebuah
kehidupan yang lain. Melihat kenyataan itu, dunia pendidikan harus memberi
perhatian pada aspek kultural dan ekologi, bukannya berfokus pengajaran
kognitif dan pelatihan keterampilan teknis.
Dengan ungkapan lain, salah satu agenda penting
pendidikan di masa depan adalah bagaimana mengatasi krisis kemanusiaan,
termasuk persoalan krisis makna hidup. Tragedi peperangan, kudeta berdarah, dan
serangkaian konflik bersenjata di berbagai belahan dunia telah menghentakkan
kesadaran kita dan juga dunia pendidikan bahwa ternyata kemajuan ilmu dan teknologi
modern tidak serta-merta menyelesaikan problem kehidupan. Fakta ini
bagaimanapun juga harus dijadikan sebuah agenda pemikiran menyangkut filosofi
dan arah pendidikan yang tengah berlangsung.
Pengajaran dan pendidikan adalah dua hal berbeda,
sementara kita lebih menitikberatkan pengajaran sehingga menyampingkan
pendidikan. Jadi, proyek besar negara kita adalah bagaimana menjadikan jumlah
penduduk yang demikian besar bukan menjadi burden(beban), melainkan harus
diubah menjadi aset negara yang produktif. Pemikiran ini tidak berarti
pendidikan terfokus untuk menjadikan siswa sebagai tukang, melainkan bagaimana
menjadikan putraputri bangsa yang kreatif-inovatif memiliki komitmen kebangsaan
dan kemanusiaan demi mengangkat harkat dan martabat bangsa dalam pergaulan
dunia.
Syahripal
Putra ;
Dosen FKIP UMSU, Wakil Ketua Pimpinan
Daerah Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Batubara
KORAN SINDO, 21 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi