Orangtua, guru, pemerintah, dan anak didik
mempunyai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, dan
penguasaan ilmu pengetahuan generasi muda. Sebab, hanya kecerdasan dan ilmu
pengetahuan itulah yang dapat meningkatkan kemajuan kita.
Kita menyadari bahwa semua itu membutuhkan kerja
keras dan keseriusan semua pihak, baik orangtua, guru, maupun murid, di samping
adanya perencanaan- pelaksanaan dan anggaran dari negara yang mencapai 20
persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan undang-undang
yang dananya akan meningkat setiap tahun.
Karena itulah, pada tahun 2002 pemerintah merasa
perlu untuk mengambil langkah-langkah terencana. Hal tersebut terutama setelah
melihat mutu pendidikan nasional yang semakin menurun.
Posisi Mutu
Tiga indikator dapat digunakan untuk melihat mutu
pendidikan kita apakah meningkat atau menurun.
Pertama, membandingkan kondisi keadaan pendidikan
kita selama 50 tahun terakhir. Materi ujian berhitung atau matematika murid SD
pada tahun 1950-an begitu tinggi tingkat kesulitannya dibandingkan dengan
materi tahun 2000. Perbandingan ini menunjukkan terjadinya degradasi mutu
pendidikan di Indonesia.
Kedua, membandingkan mutu pendidikan kita dengan
negara tetangga. Untuk itu, pada tahun 2002 bahan ujian Ebtanas kita bandingkan
dengan ujian akhir sekolah-sekolah di Singapura, Malaysia, dan Filipina, tiga
negara yang dapat dimengerti materi ujian nasionalnya karena menggunakan bahasa
Inggris dan Melayu.
Materi ujian nasional mereka ternyata sangat
mencengangkan—jauh di atas tingkat kesulitan ujian kita—yang sekaligus
menggambarkan kualitas pendidikan di ketiga negara tersebut.
Misalnya, ujian Bahasa Inggris dan Matematika
sekolah dasar di Malaysia ternyata hampir sama dengan materi ujian SMP di
Indonesia. Hal itu berarti Indonesia ketinggalan tiga tahun dibandingkan dengan
Malaysia. Ketiga negara ini, sebagaimana diketahui, juga menggelar ujian
nasional. Singapura bahkan melakukan ujian internasional bekerja sama dengan
Universitas Cambridge.
Ketiga, kita bandingkan pula mutu lulusan setiap
daerah dengan melihat tingkat kelulusan tes masuk ke universitas terbaik di
Indonesia, seperti UI, ITB, IPB, dan UGM. Ternyata, tidak banyak lulusan SMA
daerah yang lulus.
Pada era ujian sekolah, tingkat kelulusan tiap
sekolah hampir mencapai 100 persen. Akibatnya, timbul pemikiran, ”Buat apa
belajar, toh belajar dan tidak belajar sama saja. Semua juga akan diluluskan.”
Itulah penyebab degradasi mutu pendidikan di negeri ini.
Nasib pendidikan Indonesia tidak ubahnya pelompat
galah. Pada tahun 1950-an, mutu pendidikan Indonesia masih sama dengan
Malaysia, bahkan Indonesia yang mengajari Malaysia. Belakangan, kemampuan
Malaysia semakin meningkat. Sementara Indonesia, karena tidak bisa melompati
galah, justru galahnya diturunkan, bukan latihannya yang ditingkatkan.
Tren Mutu
Meningkat
Ketika ujian nasional diuji coba pada tahun 2002 di
beberapa daerah di Indonesia, betapa miris kita melihat hasilnya. Kepada murid
diujikan soal-soal dengan tingkat kesulitan tertentu serta standar nilai
kelulusan minimal 5. Ternyata, hanya 40 persen peserta ujian yang lulus, dan
selebihnya, 60 persen, tidak lulus.
Standar kemudian diturunkan menjadi 4. Masih juga
30 persen murid tidak lulus. Karena itu, dalam UAN tahun 2003 standar nilai
minimal terpaksa diturunkan menjadi 3,5. Itu pun hasilnya 20 persen murid tidak
lulus. Itulah gambaran mutu pendidikan di Indonesia pada 10 tahun silam.
Untuk memicu semangat belajar dan meningkatkan mutu
standar nilai, setiap tahun standar dicoba dinaikkan 0,5 poin meski pada tahun
2005 hanya naik 0,2 poin menjadi 4,2.
Tahun ini, standar kelulusan murid sudah mencapai 5,5.
Di samping itu, tingkat kesulitan juga ditingkatkan. Artinya, jika dilakukan
secara konsisten, standar nilai kelulusan murid-murid Indonesia juga akan terus
meningkat untuk bisa keluar dari ketertinggalan negara lain.
Jalan
Keadilan Pendidikan
Lalu, apa beda ujian sekolah dan ujian nasional?
Dalam ujian sekolah, pada umumnya guru menguji apa yang telah dia ajarkan,
sedangkan dalam ujian nasional murid diuji apa yang seharusnya mereka ketahui
di mana pun murid itu berada di Indonesia. Dengan demikian, tingkat kecerdasan
manusia Indonesia akan merata antara murid-murid yang sekolah di Jakarta dan
mereka yang bersekolah di daerah-daerah.
Hal itu penting agar jangan ada perbedaan yang
mencolok pada mutu pendidikan generasi muda. Selalu ada pertanyaan dengan
alasan mutu pendidikan dan guru berbeda. Justru di situlah dibuat standar
nasional agar mutu sekolah-sekolah yang selama ini rendah terus ditingkatkan.
Pada saat yang sama, mutu guru ditingkatkan dan fasilitas sekolah diperbaiki.
Sejalan dengan itu, pada awal diterapkannya ujian
nasional ada pertukaran kepala sekolah dari SMA yang baik di Jawa dengan SMA
sekolah-sekolah di daerah. Wakil kepala sekolah di SMA yang baik di Jawa
menjadi kepala sekolah di daerah-daerah luar Jawa. Sebaliknya, kepala sekolah di
luar Jawa menjadi wakil kepala sekolah di Jawa selama enam bulan.
Dengan demikian, akan ada pembauran budaya dalam
mengajar. Selama program ini berjalan, ratusan kepala sekolah telah
dipertukarkan. Hal itu pada kenyataannya memberikan budaya belajar yang lebih
baik, khususnya sekolah-sekolah di Indonesia timur.
Ada pandangan ujian nasional menyulitkan siswa.
Tentu saja siswa memang harus lebih keras cara belajarnya. Demikian pula ada
yang berpendapat, lebih baik memberikan suasana yang enak untuk belajar pada
anak. Pendapat itu benar, tetapi tidak seenaknya.
Kita bersyukur, selama ini anak sebelum ujian
nasional diperlakukan dengan ketat, ternyata tawuran juga sangat berkurang
karena anak lebih berkonsentrasi belajar dan tidak berkeliaran.
Jadi, ujian nasional tidaklah bermaksud menyiksa
anak didik, tetapi bertujuan meningkatkan dan membangun keadilan mutu
pendidikan. Memang ada murid, guru, dan orangtua yang stres karena ujian
nasional, tetapi semua harus dilalui dengan keyakinan dan usaha keras. Stres
atau tegang akan selalu dialami dalam hidup ini apabila menghadapi
tantangan-tantangan, apakah itu ujian, melamar kerja, ataupun menunggu jawaban
dari pacar pada saat melamar. Kita juga dengan gembira melihat puluhan ribu
siswa berdoa bersama, istigasah sebelum menghadapi ujian. Tidak ada bangsa yang
maju tanpa pendidikan yang baik, dan tidak akan ada pendidikan yang baik tanpa
keseriusan dan kerja keras.
Solusi
Teknis
Kendala teknis pelaksanaan ujian nasional yang
terjadi pada tahun 2013 adalah masalah teknis logistik. Karena itu, perlu
dicari solusinya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.
Misalnya, penyederhanaan sistem logistik sehingga lebih dekat ke daerah.
Konten soal-soal ujian harus dibuat dari pusat agar
tetap dijaga mutu pendidikan nasional, tetapi mencetaknya cukup di daerah
seperti sistem cetak jarak jauh pada surat kabar. Kalau ada pelanggaran secara
pidana agar ditindak sehingga tidak terulang lagi. Kualitas pendidik juga harus
terus ditingkatkan sehingga mutu yang dihasilkan menjadi semakin baik dari
tahun ke tahun demi mencapai generasi muda yang cerdas dan maju. Pendidikan
hari ini baru akan dicapai hasilnya setelah 10 tahun ke depan, dan itu adalah
milik mereka yang mau berusaha dan bekerja keras.
M Jusuf
Kalla ;
Wakil Presiden RI 2004-2009; Penggagas
Ujian Nasional
KOMPAS, 02 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi