Setiap
tanggal 1 Juni, kita selalu mengenangnya sebagai hari lahirnya Pancasila. Dalam
suasana sakral seperti itu, kita patut mengenang kembali peristiwa yang begitu
dahsyat manakala sesepuh bangsa, Bung Karno, menggali ideologi bangsa dan
secara resmi melahirkan Pancasila. Kemudian, bangsa ini dengan penuh kebanggaan
menerima Pancasila sebagai pedoman hidup bernegara dan berbangsa serta acuan
untuk membangun persatuan dan kesatuan, sekaligus sebagai dinamisator untuk
menggerakkan semangat membangun bangsa Indonesia.
Pancasila
yang digali dari khazanah budaya bangsa, sejak lama telah diterima secara penuh
sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Tetapi, masih saja ada orang,
yang meski sedikit, tetapi kalau dibiarkan bisa meracuni yang lainnya. Ironisnya,
dalam mencari pedoman lain itu, Pancasila selalu dikambinghitamkan dan
didiskreditkan dengan berbagai alasan. Orang-orang seperti itu justru lebih
sering menyalahkan pemimpin kita Bung Karno, Pak Harto atau yang lainnya,
seolah-olah telah menyelewengkan Pancasila. Padahal, pedoman lain yang
disodorkan justru tidak sejalan dengan budaya bangsa yang sangat menghargai
persatuan dan kesatuan.
Pancasila
memupuk rasa persatuan dan kesatuan di antara warga negara. Dengan dilandasi
semangat gotong royong mampu mengembangkan kekuatan bersama sekaligus
memperkukuh kehidupan dengan kekuatan bersama. Bagaimanapun, kekuatan bangsa
Indonesia justru berawal dari kebersamaan seluruh penduduk dari berbagai suku
dan agama.
Sebuah
kebersamaan dibangun melalui tim-tim sederhana yang mungkin pada awalnya sangat
lemah karena pendidikan dan keadaan sosial ekonomi yang masih rendah. Melalui
upaya pemberdayaan secara telatem dam intensif, maka terwujudlah "super
tim" yang kukuh dengan semangat persatuan yang harmonis.
Memang,
kita membangun kebersamaan demi sebuah kekuatan yang tidak terpatahkan. Ibarat
sapu lidi, lidi-lidi tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi bersatu menjadi sapu
yang kukuh dan bermanfaat. Sapu lidi secara bersama dapat mengais kotoran dan
menjadikan area yang disapu menjadi bersih sekaligus menjadi wahana bagi tumbuh
suburnya kekuatan yang membanggakan seluruh anak bangsa.
Dalam
konteks Pancasila, dalam upaya mengentaskan kemiskinan, kita membangun puluhan
ribu, bahkan cita-citanya ratusan ribu pos pemberdayaan keluarga (posdaya) di
pedesaan. Sebagai forum silaturahmi, keberadaan posdaya mampu menyegarkan
semangat gotong royong, bagian dari ajaran Pancasila. Dalam mengembangkan
"super tim" yang terdiri dari beberapa keluarga, baik keluarga miskin
maupun keluarga kaya.
Dengan
semangat kebersamaan, mereka bahu-membahu memerangi musuh bersama, yakni
kemiskinan dan kebodohan. Sehingga bangsa ini bebas dan berdaulat untuk
bersama-sama menikmati kebahagiaan dan kesejahteraan yang adil dan merata.
Keadilan tidak saja menjadi simbol dari mereka yang berhasil, tetapi dan
mufakat untuk sebesar-besar kesejahteraan bersama.
Konteks
pemberdayaan dalam kebersamaan mudah diucapkan, tetapi sukar dikerjakan.
Lebih-lebih, kalau menyangkut upaya bersama untuk bekerja keras dan cerdas.
Mereka yang sudah mapan sering sukar diajak bekerja keras, tanpa jaminan nyata
yang dapat menguntungkan dirinya sendiri. Sebaliknya, mereka yang miskin
cenderung terlena dengan janji-janji kosong para calon pemimpin bangsa, yang
tidak pernah terwujud.
Sekaranglah
momen yang tepat untuk menjadikan Pancasila sebagai arah pedoman kehidupan
bangsa dalam upaya menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Selamat
memperingati Hari Lahir Pancasila.
Haryono
Suyono ;
Mantan Menko Kesra dan Taskin
SUARA KARYA, 01 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi