Kompas telah beberapa kali menurunkan tulisan
di kolom Opini mengenai guru dengan berbagai dimensi dan keunikan perannya
dalam proses pendidikan dan/atau pembelajaran di kelas. Banyak pujian,
ekspektasi, dan bahkan kritik di sana- sini terkait peran guru dalam proses dan
hasil pembelajaran.
Apalagi dengan akan diimplementasikannya
Kurikulum 2013 pada Juli nanti, diskusi tentang peran profesi guru serasa tidak
akan ada habisnya. Mengapa begitu? Karena guru memegang kunci utama dalam
suksesnya sebuah implementasi kurikulum.
Guru yang baik (profesional) akan mampu dan
sanggup mengubah kurikulum yang tidak jelas dan amburadul sekalipun menjadi
sebuah program pembelajaran yang bermakna bagi para siswa. Apalagi, kalau ada
tandem positif antara guru yang baik dan kurikulum yang jelas arahnya dan baik,
tentu proses pembelajaran akan berjalan dengan tanpa cacat cela, baik secara
substantif, metodologis, maupun pedagogis.
Sebaliknya, guru yang tidak baik dan tidak
profesional dapat dipastikan akan merusak kurikulum. Di tangan guru yang tidak
profesional, kurikulum yang telah dengan sempurna dirancang dan dikembangkan
akan berubah menjadi sebuah proses pembelajaran yang hanya merupakan ritual
membingungkan. Tidak jelas dan membosankan bagi para siswa, yang pada akhirnya
siswa tidak akan bisa mencapai, baik kompetensi inti maupun kompetensi dasar,
suatu tema pembelajaran.
Bahkan, John I Goodlad dalam bukunya, Behind
the Classroom Door, meyakinkan pembacanya bahwa sekali guru memasuki ruang
kelas dan menutup pintu kelasnya, hanya dialah yang bisa menentukan mau ke mana
proses pembelajaran akan dibawa. Itulah sebabnya, untuk mengimplementasikan
Kurikulum 2013, pelatihan guru mutlak harus dilakukan dengan baik dan
profesional.
Oleh karena itu, tak heran bila pemerintah dengan
sangat hati-hati telah mempersiapkan desain pelatihan bagi ratusan ribu guru di
negeri ini agar bisa melaksanakan Kurikulum 2013 secara profesional. Meski
demikian, tetap ada pertanyaan dari sejumlah pihak, apakah pemerintah bisa
melaksanakan pelatihan guru yang begitu masif dalam waktu yang relatif singkat.
Jawabnya harus bisa. Mengapa demikian? Karena
kalau sampai para guru kita tidak disiapkan secara profesional, sehingga
terjadi perubahan pola pikir pada mereka, maka ketika pintu-pintu kelas ditutup
dan dikunci rapat- rapat oleh mereka, implementasi Kurikulum 2013 akan
menghadapi kegagalan di dalam kelas oleh perilaku guru yang tidak profesional.
Peran Strategis
Kontribusi signifikan guru terhadap proses
pendidikan telah diteliti di Amerika Serikat dengan menggunakan paling tidak
2,5 juta siswa. Sangat menakjubkan hasilnya. Karena itu, sekali lagi, aspek
profesionalisme para guru tetap akan menjadi taruhan penting bagi suksesnya
implementasi sebuah kurikulum.
Penelitian Chetty, Friedman, dan Rockoff
(2011): The Long-Term Impacts of Teachers: Teacher Value-added and Student
Outcomes in Adulthood, dengan jelas menyimpulkan beberapa hal. Jika para siswa
diajar oleh para guru yang mampu menyampaikan bahan ajar (kurikulum) dengan
baik, para siswa itu setelah tamat sekolah memiliki peluang yang sangat besar
untuk bisa: (1) sukses masuk ke perguruan tinggi; (2) memasuki perguruan tinggi
kelas papan atas; (3) mendapatkan gaji yang lebih tinggi setelah bekerja; (4)
hidup di lingkungan sosial ekonomi yang lebih tinggi; dan (5) menabung lebih
banyak untuk masa pensiun.
Sukses siswa ini kalau dibawa ke alam pikir
Kurikulum 2013 harus dinyatakan bahwa kompetensi lulusan sekolah kita harus
sukses dalam mencapai kompetensi inti dan kompetensi dasar. Mengapa begitu?
Karena hasil penelitian tersebut jelas merupakan dampak ajar yang mencakup
aspek sikap, nilai, keterampilan, dan pengetahuan. Oleh sebab itu, Kurikulum
2013 akan memiliki positive nurturing effects—dampak bimbingan yang
positif—sebagaimana hasil penelitian Chetty, Friedman, dan Rockoff tersebut,
manakala ia mendapat dukungan profesional guru secara memadai.
Memang benar sebagian guru kita selama tiga
tahun ini telah mendapatkan tunjangan profesi sebagai akibat adanya
sertifikasi. Dengan demikian, kesejahteraan mereka semakin bagus. Kalau
kesejahteraan guru semakin bagus, adakah jaminan bagi mereka dan serta-merta
bisa melaksanakan Kurikulum 2013 dengan baik dan profesional? Dengan begitu
akan mendatangkan nilai tambah secara signifikan bagi kehidupan para siswa kita
di masa tuanya, seperti yang digambarkan dalam penelitian di atas? Jawabnya:
belum tentu.
Berbasis Kinerja
Banyak penelitian memiliki kesimpulan bahwa
kenaikan gaji guru tidak serta-merta mampu membawa perbaikan kualitas praksis
pembelajaran di sekolah. Salah satu penelitian akan hal itu dilakukan Dalton
dan Gutierrez (2011), yang kemudian dilaporkan dalam jurnal Economy Policy.
Padahal, banyak penelitian lain juga mengatakan, variabel masukan terpenting
dalam sebuah pendidikan yang berkualitas adalah profesionalisme guru yang
memiliki portofolio dan ”repertoar” kualitas pembelajaran.
Kenaikan gaji dan tunjangan guru baru akan
berkorelasi positif dengan profesionalismenya jika sistem gaji dan tunjangannya
dibayarkan berbasis kinerja. Paling tidak hal ini telah diteliti oleh David N
Figlio dan Lawrence Kenny (2010): Individual Teacher Incentives and Student
Performance, dan juga dalam Crosscountry Evidence on Teacher Performance Pay.
Dari studi dan sejumlah analisis tersebut,
memperkuat ekspektasi dan persyaratan penting bahwa guru memang harus disiapkan
secara profesional dalam melaksanakan Kurikulum 2013. Meskipun triliunan rupiah
tunjangan telah dibayarkan kepada mereka, tunjangan guru tidak secara otomatis
membawa mereka siap melaksanakan Kurikulum 2013 tanpa ada pelatihan dan
pendampingan secara tersistem dan berkelanjutan. Inilah pekerjaan rumah yang
akan segera dilakukan oleh pemerintah.
Suyanto ;
Guru Besar Universitas
Negeri Yogyakarta
KOMPAS, 01 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi