JIKA tak ada kendala, pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan mengesahkan
rancangan kurikulum 2013 sebagai pengembangan dari kurikulum tingkat satuan
pendidikan. Secara umum, materi rancangan kurikulum 2013 sebenarnya seperti
kembali ke periode kurikulum berbasis kompetensi (KBK), tetapi titik tekan pada
kompetensi dan proses implementasi kurikulum sajalah yang hendak diubah.
Kurikulum 2013 dengan berani mengedepankan aspek kompetensi sikap (attitude)
ketimbang pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill).
Pada proses pengembangan
kurikulum sebelumnya peran serta guru dan masyarakat nyaris tak terdengar,
sedangkan pada rancangan kurikulum 2013 pemerintah melakukan langkah berani
dengan mengajak seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) pendidikan, termasuk
guru dan masyarakat, terlibat di dalamnya. Iklan di laman daring detik.com yang
memuat rancangan kurikulum agar dikritisi masyarakat, sebagai salah satu
strategi uji publik sebelum diimplementasikan, jelas merupakan tradisi baru.
Saya dan kawan-kawan di sekolah membaca dengan saksama rancangan kurikulum 2013
tersebut dan melihat ada beberapa perubahan signifikan yang hendak dicapai
pemerintah.
Jika dilihat dari perspektif
manajemen kurikulum, rencana kurikulum 2013 sesungguhnya telah maksimal dalam
membuat basis teoritis dan filosofis konstruksi kurikulum. Salah satu landasan
pengembangan kurikulum 2013 secara kasatmata mengambil hampir semua usulan
Wapres Boediono dalam artikelnya di Kompas (27/8). Seperti ingin menggugat
lambat dan lemahnya sistem pendidikan kita dalam merespons setiap situasi
aktual yang terjadi di tengah masyarakat, Boediono merujuk contoh delapan
kemampuan yang harus dimiliki setiap mahasiswa S-1 yang lulus dari Harvard
University.
Kemampuan itulah yang kemudian
diadaptasi oleh Kemendikbud sebagai alasan pengembangan kurikulum 2013, yaitu
terdiri dari kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis,
mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, menjadi warga negara yang
bertanggung jawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap
pandangan yang berbeda, kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal,
memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki
kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, serta memiliki rasa tanggung jawab
terhadap lingkungan.
Tak ada yang salah dengan rumusan
dan alasan pengem bangan kurikulum tersebut. Hanya, jika diamati secara
saksama, rencana kurikulum 2013 ini bagi saya masih kurang kuat mengagendakan
penguatan kapasitas sekolah dalam rangka menumbuhkan budaya sekolah yang sehat.
Strategi implementasi rancangan kurikulum ini seolah hanya fokus pada
pengembangan kurikulum itu sendiri, dengan tema sentral memperbaiki rancangan
kurikulum itu sendiri serta kondisi kapasitas dan kemampuan guru. Artinya, jika
dilihat dari aspek perbandingan arah perubahan kurikulum yang dikehendaki,
rancangan kurikulum 2013 sesungguhnya telah mencoba mengadopsi pendekatan yang
dinamis, yang titik tekannya memang diarahkan bukan hanya kepada substansi
kurikulum, melainkan juga rencana perbaikan kemampuan guru.
Dalam 30 tahun terakhir,
perubahan kurikulum di Indonesia selalu bersifat top-down approach, dengan
mengambil perubahan pada aspek kurikulum dengan menggunakan simplistic
curriculum change approach, atau fokus perubahan yang menitikberatkan pada
aspek kapasitas guru dengan model pendekatan teacher competence development
approach. Jika dilihat pada tabel, terlihat dengan jelas bahwa pendekatan dalam
dynamic curriculum change approach baru saja dirancang dalam rencana kurikulum
2013, di mana titik tekan berada pada substansi kurikulum itu sendiri dan
kompetensi guru.
Meskipun pelibatan semua pemangku
kepentingan telah dilakukan, jika dilihat dari sudut pandang arah peru bahan
kurikulum yang diinginkan, tampaknya agenda untuk memasukkan secara serius
perbaikan manajemen sekolah belum dimasukkan ke skema perubahan kurikulum. Yin
Cheong Cheng dalam Effectiveness of Curriculum Change in School: An
Organizational Perspective (1994) mengingatkan agar perubahan kurikulum bisa
berlangsung setidaknya di tiga level, yaitu individu guru, kelompok, dan
sekolah. Organizational model of curriculum change ini jelas harus memasukkan
agenda seperti perbaikan manajemen sekolah, memberlakukan kurikulum berbasis
sekolah (school-based curriculum), serta membiarkan sekolah memiliki strategi
implementasi kurikulum berdasarkan perencanaan pengembangan sekolah yang sesuai
dengan visi dan misi.
Karena itu, melakukan mekanisme
dan prosedur pengangkatan kepala sekolah yang terbuka dan menetapkan
kualifikasi yang sesuai dengan tujuan pengembangan kurikulum 2013 adalah
imperatif. Demikian juga, melakukan workshop penguatan kapasitas kepemimpinan
dan manajemen sekolah merupakan keharusan yang tidak bisa diabaikan dalam
proses implementasi kurikulum 2013. Wallahua'lam bi al-sawab.
Ahmad
Baedowi ;
Direktur
Pendidikan Yayasan Sukma Jakarta
MEDIA
INDONESIA, 10 Desember 2012
artikel yang sangat bagus gan,.
BalasHapusboleh titip link ya gan :)
https://www.facebook.com/interiorjakarta