Kebijakan Mendikbud Anies Baswedan menjalankan secara
terbatas Kurikulum 2013 (K-13) mengundang pro dan kontra. Mulai pengamat
pendidikan, guru, kepala dinas pendidikan, sampai mantan menteri ikut
berkomentar. Dalam wawancara khusus dengan Jawa Pos Sabtu (13/12), Mendikbud
Anies bersikukuh dengan keputusannya. Apa pertimbangan pria yang di kantornya
akrab dipanggil Mas Menteri itu?
Apa
sebetulnya alasan paling kuat dari keputusan Anda mengerem pelaksanaan K-13?
Kunci penerapan kurikulum itu ada pada guru. Kurikulum
sebagus apa pun, jika gurunya belum siap, itu tidak baik. Kami memilih
menjalankan K-13 secara terbatas untuk menyiapkan guru-guru. Untuk sekarang
guru lebih siap menjalankan Kurikulum 2006. Karena sudah diterapkan
bertahun-tahun.
Padahal,
guru-guru kan sudah mengikuti pelatihan (K-13)?
Pelatihan guru yang ideal bukan seperti itu. Pelatihan guru
bukan sekadar penataran seperti sekarang. Kalau hanya model penataran, laporan
guru peserta pelatihan banyak, tetapi belum tentu semuanya bisa. Pelatihan guru
harus komprehensif. Kami sudah menyiapkan skema barunya.
Guru peserta pelatihan awalnya tetap mendapatkan materi
dalam forum penataran. Setelah itu guru menjalani praktik atau kita magangkan
mengajar ala K-13 di sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project (6.221
unit). Jika sudah oke, guru itu kemudian kembali ke sekolahnya untuk mengajar
K-13.
Jika
seperti itu, implementasi K-13 secara luas bisa lama terwujud.
Sekolah pilot project yang 6.221 unit itu setara dengan 3
persen jumlah sekolah di Indonesia. Melalui sistem pelatihan berjenjang
dan berbasis sekolah, targetnya dalam satu semester bisa naik menjadi 10 persen
sekolah yang gurunya sudah mengikuti pelatihan K-13 dan siap
mengimplementasikan. Setelah ada 10 persen sekolah itu, pelatihan dengan model
duplikasi tersebut bakal terus berkembang dan dengan sendirinya akan genap 100
persen.
Jadi,
kapan K-13 akhirnya diterapkan di semua sekolah di Indonesia?
Rujukan atau landasan yuridis implementasi K-13 adalah
Peraturan Pemerintah (PP) 32/2013 tentang Standar Nasional Pendidikan. Di dalam
pasal 94 PP 32/2013 itu diatur, penyesuaian kurikulum baru paling lambat tujuh
tahun.
Ini berarti pemerintah yang dulu (Kabinet Indonesia Bersatu
II) tahu persis bahwa implementasi K-13 tidak bisa cepat-cepat: setahun uji
coba, tahun berikutnya langsung pemberlakuan secara menyeluruh. Perlu waktu
untuk melakukan pelatihan supaya guru benar-benar siap.
Tapi, jangan khawatir, pada waktunya sekolah yang menerapkan
K-13 bakal terus bertambah. Dalam setiap penambahan itu, kami lakukan di awal
tahun pelajaran baru. Tidak lagi seperti sekarang, yang diputuskan di tengah
tahun pelajaran.
Di
luar guru, distribusi buku juga menjadi masalah. Apakah memang demikian?
Implementasi kurikulum itu bukan terkait dengan bagi-bagi
buku. Buku itu bisa dibaca begitu saja. Paling utama tetap pada kesiapan guru
yang membimbing anak-anak memahami buku-buku sesuai kurikulum yang berlaku.
Saat
ini banyak pemda yang ngotot menjalankan K-13 untuk seluruh sekolah di
wilayahnya. Apakah boleh?
Jangan terkecoh. Sikap pemda yang meminta tetap menjalankan
K-13 secara menyeluruh tidak mutlak diambil dengan pertimbangan kesiapan
sekolah. Menurut saya, sikap pemda seperti ini terkait dengan kontrak pemesanan
buku. Pemda khawatir buku-buku itu sudah sampai di sekolah, uang sudah dibayar,
tetapi buku tidak dipakai.
Saya tegaskan, jangan korbankan guru dan anak-anak untuk urusan-urusan
seperti ini. Apalagi dikorbankan untuk urusan kontrak-kontrak buku, jangan.
Saya sudah mengeluarkan surat edaran bahwa kontrak buku tetap dijalankan
seperti biasanya. Meskipun yang berjalan efektif adalah Kurikulum 2006,
pemesanan buku K-13 tetap jalan seperti yang direncanakan. Kewajiban pemda
membayar uang pemesanan ke percetakan juga harus diselesaikan.
Kemudian,
banyak sekolah di luar yang 6.221 unit itu meminta tetap menjalankan K-13
dengan alasan sudah siap. Apakah boleh?
Ketentuan yang saya keluarkan adalah sekolah yang sudah
menjalankan K-13 selama tiga semester tetap melanjutkannya. Sedangkan sekolah
yang baru menjalankan K-13 selama satu semester stop dulu. Kembali ke Kurikulum
2006.
Lalu, jika ada sekolah yang sudah menjalankan K-13 selama
tiga semester, tetapi tidak masuk dalam 6.221 unit sekolah, silakan mengusulkan
ke Kemendikbud. Nanti kami cek apakah benar-benar layak untuk ikut menjadi
sekolah pilot project.
Anies
Baswedan: Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan
JAWA POS, 14 Desember 2014
Artikel Terkait:
JAWA POS
- Saat Jalan Raya Jadi “Sekolah”
- Membenahi Calon Guru
- Menyemangati Start Kurikulum 2013
- PTN Masih Bermoral
- PTN Jer Basuki Wani Pira
- Soal Ijazah Doktor Diteken Sendiri
- Pancasila, Trauma tapi Rindu
- Unas, Gejala Sekolahisme Kronis
- Mundur-Tak Mundur Mendikbud
- Curhat Unas Siswa SMA
- Momentum Mengevaluasi Unas
- Akal Tak Sehat Tunda Unas
- Bisnis Kecemasan Unas
- Unas Tiba, Bergembiralah
- Menagih Janji Intelektual
- Murid Hamil dan Solusi Sekolah Pasutri
- Reka Duga Anggaran Kurikulum 2013
- Gejala Inden Sekolah dan Best Process
- Marifat Budi Pekerti Ki Hadjar
- Mahasiswa Baru Pertaruhan PTN
- Aneh, Unas di Tengah Jalan
- Kurikulum Baru tanpa Galau
- Spirit Internasional tanpa RSBI
- Menimbang Studi di Malaysia
Anies Baswedan
Kemendikbud
- Tantangan Implementasi Kurikulum 2013 pada Madrasah
- Kegalauan Ujian Nasional
- Akal Tak Sehat Tunda Unas
- UN Bukan Cerita Horor
- Awas, Jangan Salahkan Guru
- Reka Duga Anggaran Kurikulum 2013
- Keberhasilan Kurikulum 2013 Buku dan Guru
- Kesadaran Hukum Kemendikbud
- Kurikulum 2013, Modal Anak Bangsa untuk Bersaing
- Menyelamatkan Bahasa Ibu
- Uang Kuliah Tunggal
- Stop Dana Abadi Pendidikan
- Marifat Budi Pekerti Ki Hadjar
- Sistem dan Seleksi UMPTN 2013
- Wapres dan Gagasan Kuliah “Online”
- Quo Vadis Kurikulum 2013?
- Menelaah Kembali Kurikulum 2013
- RSBI dan Virus Konstitusi
- Wajar 12 Tahun
- Keputusan MK Naif?
- Pendidikan dan Konstitusi
- Kualitas Pendidikan, Budaya, dan Uang
- Asas Legalitas Ijazah Perguruan Tinggi
- Kemdikbud dan Kompetensi Ilmiah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi