Ekonomi Kreatif dalam Kurikulum 2013


Bandingkan dengan artikel penulis yang sama di Suara Karya 30 Maret 2013  http://budisansblog.blogspot.com/2013/03/ekonomi-kreatif-dalam-kurikulum-2013.html

   Seiring semakin dekatnya waktu pelaksanaan Kurikulum 2013, sikap pro dan kontra masyarakat mengenai hal ini semakin mengemuka. Sejumlah pihak yang pro menyatakan perubahan Kurikulum 2013 adalah keniscayaan untuk mengimbangi perubahan dan tantangan global yang terus bergerak dinamis.

 Perubahan kurikulum dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik kita agar lebih siap menghadapi tantangan-tantangan masa depan melalui pengetahuan, keterampilan, sikap, dan keahlian untuk beradaptasi, serta bisa bertahan hidup dalam lingkungan yang senantiasa berubah.

 Sementara itu, pihak-pihak yang kontra antara lain mengkritik bahwa perubahan kurikulum bukan hal paling krusial untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia, terlalu dipaksakan dan berbau proyek, ada pula yang menyayangkan hilangnya sejumlah materi pembelajaran penting seperti Bahasa Inggris dan Bahasa Daerah.

 Terlepas dari berbagai pro dan kontra di atas, kurikulum baru nampaknya hampir pasti tetap diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mulai tahun ajaran 2013/2014.

Optimalkan yang Tersisa

 Nyaris tidak ada perubahan tanpa pertentangan, termasuk perubahan Kurikulum 2013. Hilangnya sejumlah materi penting seperti Bahasa Inggris dan Bahasa Daerah sebagai mata pelajaran yang semula mandiri atau berdiri sendiri, atau digabungkannya sejumlah materi penting dengan mata pelajaran lain, di satu sisi memang kita sayangkan.

 Namun di sisi lain, Kurikulum 2013 juga menawarkan sejumlah semangat perubahan yang memang relevan dan sangat kita butuhkan saat ini. Salah satunya dengan masih dipertahankannya mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya.

 Mata pelajaran ini nantinya memiliki peran yang lebih besar dan kompleks. Kehadirannya tidak hanya untuk mengakomodir sejumlah mata pelajaran yang hilang seperti Bahasa Daerah, benteng terakhir untuk melestarikan budaya bangsa sekaligus juga mengakomodir sejumlah materi baru yang relevan dengan tantangan dan tren global saat ini, seperti tren ekonomi kreatif.

 Hanya mereka yang kreatif dan kompeten di bidangnya yang akan keluar sebagai pemenang. Dalam konteks ini, pendidikan merupakan salah satu breeding ground (tempat perkecambahan) yang utama bagi tumbuh kembangnya insan-insan kreatif dan berdaya saing tinggi di kemudian hari.

 Ada banyak manfaat yang akan kita peroleh dengan memberikan porsi lebih besar mengenai ekonomi kreatif dalam kurikulum baru kita. Hal ini sejalan dengan tren ekonomi global saat ini, yakni ekonomi kreatif.

 Tren ekonomi kini menjadi primadona banyak negara sehingga mereka berlomba-lomba mengembangkan berbagai potensi ekonomi kreatifnya. Sangat disayangkan jika Indonesia dengan potensi sangat besar di bidang ini, melewatkannya begitu saja.

 Di sisi lain, materi pembelajaran mengenai ekonomi kreatif juga sangat terkait erat dengan upaya pelestarian budaya bangsa yang semakin kritis terutama di kalangan generasi muda. Porsi yang kurang dalam kurikulum kita selama ini membuat upaya pelestarian budaya bangsa kian terpinggirkan. Generasi muda kita semakin asing dan tidak tertarik dengan budayanya sendiri.

 Banyak orang dari negara lain justru memberikan perhatian yang besar bahkan dengan tekun mempelajari budaya kita hingga mahir. Bangsa yang lupa pada budayanya sendiri akan sangat merugi di kemudian hari.

 Banyak budaya bangsa yang akan dipatenkan oleh negara lain karena mereka lebih memperhatikan dan secara nyata melestarikan budaya kita. Jika ini terus dibiarkan, kerugian yang akan kita dapati akan sangat besar tidak hanya secara ekonomi tetapi juga secara nilai dan identitas yang nilainya tak bisa diukur dengan materi.

 Di sisi lain, materi pembelajaran ekonomi kreatif juga sangat kondusif dalam menumbuhkembangkan semangat kewirausahaan pada generasi muda. Semangat dan kemampuan ini akan membuat mereka lebih siap menghadapi persaingan masa depan yang pastinya akan semakin sengit.

 Dengan berbagai manfaat ini, tidaklah berlebihan jika katakan bahwa Kurikulum 2013 bisa menjadi suatu momentum untuk membangkitkan ekonomi kreatif secara formal melalui lembaga pendidikan.

Harga Masa Depan

 Ada harga mahal yang harus kita bayar untuk membeli masa depan yang gemilang. Termasuk dalam mengintegrasikan materi mengenai ekonomi kreatif dalam Kurikulum 2013.

 Mulai perumusan konsep, sosialisasi kepada masyarakat hingga penyediaan perangkat dan infrastruktur serta pelatihan bagi guru agar bisa mengimplementasikannya dengan baik di lapangan. Para guru inilah yang nantinya akan menjadi ujung tombak perubahan.

 Salah satu hambatan besar dalam pengimplementasian ekonomi kreatif di dunia pendidikan terkait dengan guru adalah masih minimnya tenaga pengajar yang mumpuni di bidangnya. Dibutuhkan insentif agar para guru dan calon guru termotivasi mendalami bidang-bidang ekonomi kreatif. Insentif dapat berupa beasiswa untuk melanjutkan studi di bidang ekonomi kreatif.

 Pembelajaran mengenai ekonomi kreatif juga membutuhkan bahan dan sarana praktik yang tidak murah harganya agar siswa tidak hanya berteori. Pelajaran yang langsung dipraktikkan juga cenderung lebih menyenangkan. Semua ini jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

 Namun, harga yang harus kita bayar sekarang menjadi tidak seberapa dibandingkan dengan kerugian yang harus kita tanggung di masa yang akan datang jika mengabaikannya. Banyak budaya kita dipatenkan negara lain sehingga kita harus membayar untuk bisa menikmati sesuatu yang mulanya adalah miliki kita sendiri.

 Kerugian tidak sedikit baik secara materi maupun harga diri juga akan kita alami saat Indonesia diserbu pekerja asing dan menempati berbagai posisi strategis sementara anak bangsa hanya bisa menempati posisi bawahan.

 Bisa-bisa kita menjadi pesuruh di rumah sendiri. Sebelum semua ini terjadi maka inilah saatnya bagi kita untuk memantapkan langkah mempersiapkan diri sebaik dan sedini mungkin.

Ririn Handayani ;  
Alumnus FISIP Universitas Jember
SINAR HARAPAN, 04 April 2013

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar demi Refleksi