SEORANG fisikawan berujar, “Look deep into
nature, and then you will understand everything better.” Segala sesuatu dapat
dipahami dengan menyelidiki alam secara mendalam. Kata everything berimplikasi bahwa yang dapat
dipahami dengan mempelajari alam (nature) dengan menggunakan ilmu alam (natural
sciences) yang dikuasainya bukan hanya alam itu sendiri, melainkan juga segala
sesuatu yang terdapat di dalamnya.
Sebagai seorang fisikawan, ia menyadari bahwa
ada prinsip-prinsip universal yang berlaku dalam alam beserta segala isinya,
misalkan saja prinsip interaksi. Interaksi terjadi pada skala mikro yang hanya
seukuran atom, sementara pada skala kosmis seukuran planet, dan tentunya juga
pada skala makro yang seukuran manusia.
Dengan tanpa dikotori nafsu individualistis,
makhlukmakhluk Tuhan dalam konteks skala mikro dan kosmis tersebut senantiasa
patuh kepada sunnatullah (hukum alam) yang mengatur interaksi di antara mereka,
sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan saling memberi dan saling menarik.
Hasilnya ialah terwujudnya kehidupan skala
mikro, makro, dan kosmis yang harmonis. Ada banyak aturan-aturan alam yang
indah yang memberikan pesan bagaimana interaksi seharusnya terjadi sehingga
terbentuk ikatan yang stabil.
Mempelajari alam, dengan sendirinya, akan
memberikan pemahaman terhadap hukum-hukum alam tersebut dan pesan-pesan indah
dan agung yang terkandung di dalamnya. Pesan-pesan tersebut selanjutnya
dimanfaatkan dalam memberikan pemahaman tentang bagaimana harusnya bersikap
supaya keharmonisan pada tataran skala mikro, makro, dan kosmis tersebut juga
dapat terjadi pada kehidupan sosial manusia yang di dalamnya terkandung kodrat
manusia dengan segala hasrat dan akal yang melengkapinya sebagai khalifah di
muka bumi.
Kompetensi
Mata pelajaran yang diberikan di sekolah
merupakan media untuk menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik. Melalui
mata pelajaran, peserta didik akan memperoleh pengetahuan tertentu. Namun,
sesungguhnya kebutuhan utama peserta didik bukanlah pengetahuan itu karena pengetahuan
yang terkandung di dalam mata pelajaran sangatlah minim, bahkan dapat berubah
setiap saat.
Dengan demikian, pengetahuan bukanlah
satu-satunya kompetensi yang harus diperoleh peserta didik melalui mata
pelajaran karena kompetensi tersebut masih belum ada manfaatnya. Pengetahuan
yang diajarkan melalui mata pelajaran tidak boleh berhenti hanya sampai
mengetahui apa pengetahuan yang terkandung di dalam mata pelajaran tersebut,
tetapi harus dilanjutkan sampai memahami bagaimana pengetahuan yang dimiliki
tersebut dapat disajikan dalam bentuk karya nyata dan/atau abstrak yang logis,
etis, estetis, dan bermanfaat bagi bangsa, negara, dan peradaban manusia.
Untunglah UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional kita telah mengikuti arus utama rumusan pendidikan global
yang mensyaratkan bahwa pendidikan harus melengkapi peserta didik dengan
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan demikian, tiap mata
pelajaran harus dirancang untuk mengantarkan peserta didik supaya memperoleh
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan mata pelajaran yang mereka pelajari.
Harus dipastikan bahwa yang diperoleh peserta
didik ialah meningkatnya keterampilan dalam berkarya. Dalam proses pembentukan
kompetensi, pengetahuan adalah input bagi peserta didik untuk diolah menjadi
kompetensi keterampilan sebagai outputnya, melalui pembelajaran terencana yang
mengaitkan setiap kompetensi pengetahuan menjadi kompetensi keterampilan.
Melalui proses itu, terletak harapan bahwa keterampilan yang dimiliki peserta didik
ialah keterampilan yang didasari pengetahuan sehingga mereka memahami alasan
mengapa harus melakukan dengan cara tertentu serta dapat menilai karya yang
baik dan kurang baik, serta yang benar dan yang salah.
Dalam berkarya, peserta didik diajak untuk mengalami
sendiri dari mengamati, bertanya, mencoba, menalar, mengolah, menyimpulkan, dan
menyajikannya dalam bentuk karya yang tindakannya, logika, etika, dan
estetikanya dapat dipertanggungjawabkan. Suatu keterampilan yang akan sangat
diperlukan sebagai bekal, kelak pada saat mandiri, mungkin sebagian besar malah
tanpa menggunakan pe ngetahuan (yang dipelajari dulu) lagi.
Proses penyerapan pengetahuan oleh peserta
didik sangat disayangkan apabila hanya sampai membuat mereka menjadi terampil.
Esensi pendidikan ialah untuk membuat peserta didik menjadi insan-insan cerdas
yang antara lain bertanggung jawab dan jawab dan bermanfaat bagi sesama sebagai
hasil akhir dari proses pendidikan.
Peserta didik diharapkan dapat mengolah lebih
lanjut pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki sehingga membentuk
kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan isi, pesan, dan norma agung yang
terkandung di dalam pengetahuan yang dipelajari pada mata pelajaran ter tentu.
Dengan demikian, kompetensi sikap mereka
(attitude) juga akan meningkat sejalan dengan meningkatnya pengetahuan yang
diperoleh. Sikap itulah yang dibentuk melalui pengetahuan sehingga mereka
memiliki kesadaran penuh bahwa sikapsikap terpuji yang harus dimiliki ialah
suatu keniscayaan untuk terwujudnya kehidupan harmonis di alam semesta. Melalui
pengetahuan sebagai input, dihasilkan keterampilan sebagai output, dan dibentuk
sikap sebagai outcome.
Hubungan linier di antara ketiganya harus dirumuskan
dengan jelas pada kompetensi yang harus dicapai melalui materi yang terdapat di
dalam mata pelajaran. Melalui rumusan kompetensi sikap, pendidik diingatkan
bahwa hasil akhir proses pendidikan ialah pembentukan sikap. Dengan demikian,
kewajiban pendidiklah untuk selalu mengingatkan kepada peserta didik tentang
isi, pesan, dan norma agung yang terkandung di dalam setiap pengetahuan pada
mata pelajaran yang diampunya.
Dengan cara demikian, kompetensi sikap yang
memerlukan pembiasaan akan dapat terwujud melalui kontribusi nyata dari setiap
mata pelajaran, bukannya hanya tanggung jawab mata pelajaran tertentu ataupun
melalui pembelajaran terpisah dari pengetahuan dan keterampilan.
Kompetensi
Sikap
Lebih dari itu, pengetahuan yang diperoleh
melalui pengamatan terhadap alam semesta dari skala mikro hingga kosmis
menunjukkan suatu keteraturan yang indah. Sedemikian indahnya keteraturan
tersebut sehingga sulit untuk membayangkan bahwa keindahan tersebut adalah
ketaatan terhadap hukum-hukum alam yang sangat sederhana. Makin mendalami
seseorang terhadap pengetahuan tentang alam, makin terlihat keindahan
keteraturan tersebut yang membuatnya sampai pada kesimpulan tentang kemuliaan
Sang Pencipta di balik semua keteraturan yang ada.
Maka, sang fisikawan yang sudah mendalami
fenomena alam lebih dari semua yang lain pada zamannya menjadi seorang yang
percaya (believer) dan dengan lantang menyatakan, “Science without religion is
lame, religion without science is blind.” Ilmu dan agama akan saling melengkapi
dan memperkuat.
Pemahaman tingkat tinggi itu tidak mungkin
diperoleh sendiri oleh peserta didik melalui pembelajaran singkat tentang
pengetahuan. Merupakan tugas setiap pendidik untuk selalu mengingatkan tentang
isi, pesan, norma ini, sehingga peserta didik asuhannya memahami betul bahwa
pengetahuan terbatas yang mereka pelajari secara singkat tersebut memiliki
kandungan yang lebih dari sekadar pengetahuan. Di dalamnya terdapat isi, pesan,
dan norma agung yang dapat memperkuat keimanan.
Melalui pengetahuan, keimanan peserta didik
akan diperkuat sehingga keimanan yang terbentuk adalah keimanan yang penuh
kesadaran (conscious faith) yang tidak membabi buta.
Dalam rumusan kompetensi, tentunya isi, pesan,
dan norma agung itu perlu dimasukkan untuk mengingatkan setiap pendidik bahwa
yang dipelajari peserta didik bukannya berhenti pada kompetensi pengetahuan
saja, melainkan harus berlanjut pada kompetensi keterampilan dan bermuara
sebagai kompetensi sikap. Kompetensi sikap dirancang sebagai pengingat bahwa
dalam pengetahuan selalu terkandung kearifan yang melampaui batas pengetahuan
itu sendiri.
Dengan demikian, tugas pendidikan untuk
menciptakan insan kamil akan tercapai. Yaitu, insan yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap sosial, dan sikap spiritual yang menyatu dan manunggal
dalam pribadinya. Sang fisikawan pun kemudian menyimpulkan dan berujar,
“Education is what remains after one has forgotten what one has learned in
school.” Sang fisikawan itu ialah Albert Einstein. Hasil belajar adalah sesuatu
yang tersisa dari semua yang terlupa.
Tjipto
Sumadi ;
Kepala
Unit Implementasi Kurikulum Kemendikbud
MEDIA
INDONESIA, 11 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi