DI era globalisasi pendidikan yang kian terbuka
saat ini, tidak bisa dimungkiri telah terjadi kompetisi antarperguruan tinggi
(universitas) yang sangat ketat. Artinya, daya saing pasar tidak hanya terjadi
pada dunia usaha/perusahaan semata, tetapi juga terjadi pada perguruan tinggi,
baik swasta maupun negeri.
Yang membedakan satu perguruan tinggi dengan
lainnya sehingga bisa menarik minat calon mahasiswa ternyata bukan dilihat dari
segi keuangan semata, melainkan mutu atau apa yang mahasiswa dapatkan di
perguruan tinggi tersebut. Dengan kata lain, ada ciri khas yang berbeda dari
perguruan tinggi sejenis yang ada.
Dengan begitu, setiap perguruan tinggi selalu
berupaya meningkatkan produktivitasnya. Pada akhirnya ditemukan rumus bahwa
peningkatan produktivitas dan mutu merupakan efektivitas per efisiensi.
Oleh karena itu, ada pendekatan baru yang
diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan mutu perguruan tinggi tersebut.
Dalam dunia bisnis, pendekatan itu seperti ditawarkan Turban McLean dan
Wetherbe, yaitu business process re-engineering (BPR) atau
dikenal dengan perekayasaan kembali proses bisnis.
BPR merupakan pengenalan pada inovasi yang
merupakan tujuan utama dalam suatu struktur manajemen organisasi dan bagaimana
cara melaksanakan bisnisnya. Inovasi lebih ditekankan pada transformasi,
aplikasi, dan difusi dari ide baru ataupun ide-ide masa lalu yang tidak
digunakan, proses, teknik, produk, dan jasa. Dalam BPR tersebut, teknologi,
manusia, dan dimensi organisasi akan berubah. Teknologi informasi itulah yang
memberikan otomatisasi, yang memungkinkan suatu bisnis dilakukan di berbagai
lokasi yang berbeda letak secara geografis.
Imbasnya, hal itu memberikan fl eksibilitas dalam
organisasi, dapat menciptakan atau memfasilitasi model bisnis baru, dan
memberikan dukungan kecepatan transaksi tanpa harus menggunakan kertas dalam
transaksi antara pemberi layanan dan pengguna, serta pencarian jenisjenis j
informasi terkait untuk perusahaan p agar lebih cepat dan lebih banyak.
Tingkatkan penelitian
BPR itu lebih ditujukan ke dukungan jaringan kerja
dan struktur organisasinya. Dalam hal ini, diwujudkan bahwa dosen sebagai
komponen penting dalam perguruan tinggi harus bisa meningkatkan penelitiannya
sebagai pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam tim. Kemudian juga ada
pelayanan terhadap mahasiswa secara jaringan dan ada proses belajar mengajar
tanpa harus bertatap muka langsung.
Semua itu, dalam istilah pendidikan, terkenal
dengan istilah nama electronic learning (e-learning). Melalui organisasi
e-learning itulah suatu perguruan tinggi akan memberikan warna yang berbeda
dengan perguruan tinggi lainnya.
Dengan kata lain, ilmu pengetahuan yang diberikan
atau ditransfer dosen kepada mahasiswa mungkin tidak jauh berbeda, tetapi
perbedaan akan tampak pada knowledge yang dikembangkan di perguruan tinggi
tersebut. Itu disebabkan dalam penyampaian/transfer ilmu pengetahuan kepada
mahasiswa, kurikulumnya disesuaikan dengan keperluan pasar.
Tidak cuma itu, pengalaman dosen dalam penelitian
dan penulisan di jurnal ilmiah, penyampaian pengalaman dosen dalam penelitian
di bidangnya, juga bisa disampaikan kepada mahasiswa sebagai bahan
ajar/presentasinya dengan baik. Begitu pula dari sisi pelayanan kepada
mahasiswanya. Artinya, budaya yang bagus ataupun tidak di kampus akan terbawa
oleh mahasiswa dalam lingkungan pekerjaannya kelak.
Menuju knowledge
Dari situ, bisa dijelaskan bahwa knowledge
perguruan tinggi dapat mencapai kapasitasnya sebagai perguruan tinggi yang
berkemampuan apabila kemampuan tersebut bisa memberikan solusi yang sistematis
dan eksperimentasi yang kreatif. Bisa juga, belajar dari best practice perguruan
tinggi lainnya dan terjadi knowledge sharing (berbagi
pengetahuan) di antara para dosen atau di antara dosen dan mahasiswa sehingga
dapat mentransfer knowledge secara cepat dan efisien ke
seluruh perguruan tinggi tersebut.
Knowledge sharing merupakan salah satu metode
atau salah satu langkah dalam siklus manajemen pengetahuan yang digunakan untuk
memberikan kesempatan kepada anggota suatu kelompok, organisasi, instansi atau
perusahaan untuk berbagi pengetahuan kepada anggota lainnya.
Artinya, knowledge di perguruan
tinggi merupakan kapasitas perguruan tinggi tersebut, baik kemampuan perguruan
tinggi dalam mentransfer ilmu pengetahuan ke sesama dosen dan mahasiswa maupun
dalam memanfaatkan knowledge dosen menjadi knowledge perguruan
tinggi ataupun fakultas.
Hal itu mengikuti teori manajemen Jepang, Kaizen,
yang lebih mementingkan knowledge staf atau dosen kalau di
perguruan tinggi menjadi knowledge organisasi (perguruan tinggi), atau lebih
spesifik yaitu fakultas. Dengan demikian, apabila staf atau dosen tersebut
tidak ada atau pindah, knowledge tersebut tidak hilang.
Pengertian knowledge di sini ialah
gabungan dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, intuisi, dan pendapat
para pakar yang membangun lingkungan dan kerangka evaluasi, atau juga bisa
diartikan sebagai gabungan pengalaman dan informasi baru (Thomas Davenport
dan Laurence Prusak, 2000).
Dalam hal ini, perguruan tinggi selalu menggunakan
aset intelektual dan mengenali atau menghargai nilainya. Aset intelektual dan
nilainya itulah yang merupakan knowledge yang harus menjadi
aset dari perguruan tinggi/fakultas.
Knowledge juga bisa diartikan sebagai kumpulan
informasi yang berguna dalam konteks menghasilkan pemahaman berupa suatu aksi
atau tindakan. Hanya dari knowledge-lah akan terjadi suatu inovasi.
Oleh karena itu, knowledge merupakan
aset dari perguruan tinggi. Perguruan tinggi seharusnya mengelola knowledge yang
dikembangkan melalui suatu proses yang sistematis agar mempunyai kapasitas
tertentu melalui penciptaan, menangkap, share, dan mengangkat knowledge yang
ada.
Di samping itu, ciri dari knowledge ialah
tidak terpisahkan (stickiness) dengan pengertian kodifi kasi. Itu bisa
diterjemahkan, antara lain, dalam bentuk laporan, tulisan ilmiah, dan laporan
penelitian. Oleh karena itu, perlu sosialisasi di antara para pakar, dosen, dan
staf perguruan tinggi agar knowledge tersebut dapat dipahami dan dibagi dengan
pakar, dosen, dan staf. Atau, istilah lainnya ialah knowledge
management.
Knowledge management ialah
suatu rangkaian kegiatan yang digunakan organisasi untuk mengidentifikasi,
menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan
kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam organisasi. Hal yang tidak kalah
penting ialah knowledge transfer dalam berbagai bentuk bisa
dilakukan melalui diskusi sepadan dalam kerja, magang, pelatihan profesional,
dan program mentoring.
Walaupun demikian, sejak akhir abad ke20, teknologi
tambahan telah diterapkan untuk melakukan tugas tersebut, seperti basis
pengetahuan, sistem pakar, dan repository pengetahuan (Wikipedia).
Demi menuju perguruan tinggi yang berpengetahuan
sehingga berdaya saing tinggi, perlu penggunaan teknologi informasi yang bisa
memberikan kemudahan bagi generasi mendatang untuk membuat inovasi-inovasi
baru.
Hari
Soetanto ;
Deputi Rektor Bidang
Kemahasiswaan Universitas Budi Luhur Jakarta
MEDIA INDONESIA, 06 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi