Mendidik bukanlah semata transfer pengetahuan saja,
tetapi juga menyiapkan anak-anak agar sanggup mendidik dirinya sendiri
sepanjang hidup (Angga Setyawan, penulis buku 'Anak juga Manusia'). Pendidikan
anak usia dini memiliki makna strategis bagi pengembangan perjalanan anak pada
tahap selanjutnya. Salah mendisain atau metoda dalam memberikan pendidikan dan
pembelajaran akan berakibat fatal bagi masa depan mereka. Dalam konteksini.
Kecerdasan dan kreativitas anak tidak tumbuh dan berkembang dengan cemerlang
serta luar biasa seringkali karena salah asuh, salah mendidik dan salah
memfasilitasi yang dilakukan, baik oleh orangtua, guru maupun institusi
pendidikan.
Anak-anak yang terlahir memiliki potensi
kecerdasan, kreativitas, talenta dan bakat yang besar. Sebagaimana dikatakan
Adi W Gunawan, penulis buku bestseller, Born to be a Genius bahwa sewaktu lahir
bayi langsung diberi 100 miliar selotak aktif dan 900 miliar selotak pendukung.
Bila dijumlahkan ada 1 trillun sel pada bayi tersebut. Sungguh, luar biasa memangotak
manusia itu. Di sisi lain, otak manusia ini pula mampu menyimpan satu informasi
baru setiap detiknya.
Sungguh ajaib dan mengagumkan sebenarnya potensi
kecerdasan anak-anak. Pendapat lain dikemukan oleh Thomas Armstrong PhD,
periset kecerdasan anak dalam buku In Their Own Way: Discovering and
Encouraging Your Child's Multiple Intelligences, bahwa semua anak terlahir
cerdas dan berbakat, tidak ada anak bodoh. Kalaupun potensi kecerdasan yang
luar biasa ini tak dapat tumbuh dengan baik dan bagus, karena tidak disemai
dengan metoda pendidikan dan pengajaran yang baik. Pendidikan yang tidak
berorientasi kepada anak-anak sehingga tidak membuat anak-anak nyaman dan
senang belajar.
Pada akhirnya pendidikan model ini tidak
mengantarkan anak-anak menjadi berkualitas dan berkarakter.
Usia anak-anak adalah usia emas (golden age).
Usia dengan pertumbuhan kecerdasan dan kreativitas yang luar biasa. Oleh karena
itu, pendidikan anak usia dini (PAUD) memilikiperan strategis untuk membuka
jalan dan cakrawala anak-anak. PAUD dapat memfasilitasi anak-anak untuk
mewujudkan impiannya. Tentu saja, PAUD yang bagaimana yang dapat memfasilitasi
anak-anak menjadi anak berkualitas dan berkarakter? Anak-anak yang mampu eksis
dan tangguh menghadapi tantangan zaman serta mampu mengelola perubahan di
zamannya.
PAUD adalah salah satu peletak fondasi, selain
keluarga (baca; orangtua), dalam mendidik anak-anak. Peran strategis ini
mengharuskan PAUD melakukan beberapa hal.
Pertama, penguatan sumber daya manusia pengelola
PAUD, terutama guru. Guru-guru yang mengajar atau fasilitator di PAUD hendaknya
memiliki kompetensi dan integritas yang bagus. Bila PAUD hanya memiliki
guru-guru dengan kompetensi asal-asalan, ini akan berakibat pada proses
pendidikan dan pengajarannya. Idealnya guru-guru PAUD itu bergelar S2, Kenapa?
Karena, PAUD ini peletak dasar, bila fondasi sudah kokoh pada tahap selanjutnya
adalah tinggal proses penguatan dan pengembangannya. Oleh karena itu, SDM yang
memiliki kompetensi maksimal dan berintegritas tinggi mutlak adanya untuk
membangun PAUD yang dapat mengembangkan anak-anak yang berkualitas. Seluruh
komponen bangsa sedianya berupaya keras meningkatan SDM pengelola PAUD.
Kedua, menjadikan PAUD sebagai wahana atau tempat
yang kondusif untuk mengembangkan kecerdasan majemuk (multiple intelegence)
yang dimiliki anak-anak kita. Dalam buku Intelligence Reframed:
Multiple Intelligence for The 21st Century (1999), Howard Gardner
menjelaskan 9 kecerdasan yang tersimpan dalam otak manusia, antara lain:
kecerdasan verbal linguistik (cerdas kata), kecerdasan logis mathematics
(cerdas angka), kecerdasan visual spasial (Cerdas Gambar Warna), Kecerdasan
Musical (Cerdas Music/Lagu), Kecerdasan Kinestetik (Cerdas Gerak), Kecerdasan
Interpersonal (Cerdas Sosial), Kecerdasan Intrapersonal (Cerdas Diri),
Kecerdasan Naturalis (Cerdas Alam) dan Kecerdasan Eksistensial (Cerdas
Hakekat). Dalam kaitan ini, PAUD tidak boleh hanya menjadi tempat persemaian
satu kecerdasan ini, misalnya, kecerdasan logis mathematics, tetapi beragam
kecerdasan anak-anak di usia dini difaslitasi dan diberikan ruang secara
maksimal.
Ketiga, menjadikan PAUD tempat menumbuhkan
pendidikan karakter terutama, melalui keteladanan dan upaya yang nyata. Pendidikan
berbasiskan keteladanan dimaksud bahwa para pengelola PAUD merupakan contoh
nyata yang mempraktikkan karakter-karakter positif yang nantinya menjadi anutan
bagi anak-anak tersebut. Adapun yang dimaksud keteladanan dengan upaya nyata,
bahwa PAUD sebagai institusi praktik dalam kegiatan sehari-hari. Kemandirian,
misalnya, PAUD dapat membuat sebuah usaha untuk membiayai kegiatan
operasionalnya yang tidak tergantung kepada pihak lain.
Keempat, menjadikan PAUD bukan tempat tumbuhnya
budaya menghukum, tetapi budaya untuk memajukan. Seringkali anak-anak kita
memiliki kelambatan dalam belajar. Bukannya dia tidak cerdas maupun tidak
pintar, tetapi perlu metoda khusus untuk membuat potensi kecerdasannya
berkembang. Artinya, tidak memberikan vonis, mi-salnya, jika nilai matematika
rendah, justru perlu dilakukan adalah tetap mendukung dan memberikan pujian,
sambil mencari solusi agar anak tersebut dapat belajar matematika yang
menyenangkan.
Setidaknya keempat hal dapat menjadi renungan kita
semua, khususnya pengelola PAUD.Keempat hal ini diharapkan menjadi PAUD-PAUD di
Tanah Air dapat dengan baik dan benar untuk memfasilitasi anak-anak di usia
dini untuk mendapatkan fondasi yang kokoh dalam ilmu pengetahuan maupun
karakternya tersebut. Bila pendidikan usia dini kita bermutu dan bagus, maka
generasi masa depan bangsa ini akan cemerlang dan membanggakan. Mereka akan
menjadi bagian penting bagi perjalanan sejarah bangsa dan negara ini untuk
mewujudkan Indonesia yang maju dan bermartabat. Semoga.
Muhtadi ;
Staf
Pengajar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
SUARA
KARYA, 16 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi