TIDAK bisa dimungkiri, diperlukan strategi
kebudayaan dan pembudayaan yang pas dan tepat guna bagi rencana implementasi
kurikulum baru. Jika kebudayaan adalah sumber energi kehidupan manusia semisal
air, pendidikan adalah saluran tempat ke mana air harus mengalir. Keduanya tak
mungkin kita pisahkan sampai kapan pun juga. Karena itu menjadi tuntutan bagi
kita bersama untuk memasukkan strategi kebudayaan dalam rencana implementasi
kurikulum baru, terutama ketika para guru akan lebih banyak berinteraksi secara
kreatif untuk meningkatkan kompetensi sikap siswa.
Tidak mudah menciptakan budaya baik untuk
tumbuh di sekolah dan ruang kelas. Kecuali para guru memiliki bacaan dan
pegangan budaya dan tradisi yang baik serta tidak terjebak pada rutinitas guru
yang sekadar mengajar. Strategi kebudayaan dalam pendidikan menyiratkan
keinginan sebuah sistem dalam jangka panjang yang disertai dengan grand design
yang luas dan besar. Kemudian, apa yang kita pikirkan dan rencanakan sangat
amat tergantung dengan apa yang akan dilakukan orang lain terhadap grand design
tersebut.
Dalam konstelasi rencana implementasi
kurikulum baru, strategi kebudayaan jelas harus ditubuhkan dan ditumbuhkan
secara sekaligus ke dalam relung jiwa setiap guru, terutama ketika proses
belajar-mengajar berlangsung di ruang kelas. Bagaimana caranya? Jika grand
design kurikulum baru adalah penubuhan dan penumbuhan sikap (attitude) siswa
untuk menjadi manusia yang berbudaya dan berkeadaban, proses berlangsungnya
suasana belajar-mengajar jelas memerlukan sebuah pendekatan yang kreatif dan
menyenangkan. Di sinilah sebenarnya kebutuhan how to secara praktis perlu
dipikirkan secara komprehensif oleh semua stakeholder pendidikan.
Jika ingin mengikuti logika penubuhan
kebudayaan dalam pendidikan versi D Paul Schafer, kebudayaan dalam pendidikan
setidaknya dimulai dengan proses penyadaran tentang pentingnya mempelajari
kebudayaan secara umum, mempelajari kebudayaan nasional sendiri, mempelajari
kebudayaan bangsa lain, serta belajar hidup secara kreatif, konstruktif, dan
memenuhi tuntutan kehidupan berbudaya (learning about culture in general;
learning about one’s own culture in particular; learning about culture of
others; and learning to live a creative, constructive, and fulfilling cultural
life).
Secara praksis, penting untuk memperkenalkan
modelmodel pembelajaran berbasis kreativitas (creative learning) bagi para guru
kita sebagai strategi implementasi kurikulum baru. Dalam pembelajaran berbasis
kreativitas, guru dapat diperkenalkan dengan teknik-teknik berpikir kreatif
serta jenis-jenis hambatan psikologis (mental blocks) dalam berpikir kreatif.
Pendekatan lain yang juga memungkinkan untuk meningkatkan cara berpikir kreatif
guru adalah memperkenalkan guru dengan system thinking in school-nya Peter
Senge.
Implementasi
Kurikulum
Selain kemampuan berpikir kreatif, guru juga
perlu dibekali dengan strategi pembelajaran kreatif berbasis budaya lokal dan
nasional. Ada begitu banyak pendekatan yang bisa diadaptasi guru agar proses
pembelajaran dapat berlangsung secara kreatif dan menyenangkan.
Tools atau alat yang mungkin digunakan untuk
menciptakan pembelajaran kreatif adalah sejenis cara berpikir sebab-akibat
(causal loops), pembelajaran tematis, behavior overtime graphs (BOTGs), stock
and flows, EELDRC (enroll, experience, label learning, demonstrate, review,
celebrate), dan narrative chains. Problemnya adalah adakah skenario itu dalam
rencana implementasi kurikulum 2013?
Metode dan alat-alat yang disebutkan itu jika
dirancang dalam sebuah modul yang bertanggung jawab pasti dapat menjadi
jembatan bagi upaya menubuhkan sekaligus menumbuhkan budaya dan tradisi siswa
yang lebih mandiri dan berkarakter. Dalam jangka panjang, tentu saja kemampuan
itulah yang diharapkan diadaptasi oleh Kemendikbud sebagai alasan pengembangan
kurikulum 2013, yaitu terdiri dari kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan
kritis, mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, menjadi warga negara
yang bertanggung jawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap
pandangan yang berbeda, kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal,
memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki
kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, serta memiliki rasa tanggung jawab
terhadap lingkungan.
Sekali lagi, jika diamati secara saksama,
rencana kurikulum 2013 ini bagi saya harus kuat mengagendakan penguatan
kapasitas sekolah dalam rangka menumbuhkan budaya sekolah yang sehat. Budaya
sekolah yang sehat hanya dapat dibangun melalui strategi kebudayaan yang tepat,
dengan cara memberikan guru pelatihan dan workshop yang menunjang kemampuan
berpikir kritis, menyelenggarakan pembelajaran yang kreatif, serta memahami
struktur filosofis grand design kurikulum baru yang lebih berorientasi pada
penanaman karakter yang kuat terhadap peserta didik.
Penting untuk diingat, bahwa selama lebih dari
tiga dekade perubahan kurikulum di Indonesia selalu bersifat top-down approach.
Yin Cheong Cheng dalam Effectiveness of Curriculum Change in School: An
Organizational Perspective (1994) mengingatkan agar perubahan kurikulum bisa
berlangsung setidaknya di tiga level, yaitu individu guru, kelompok, dan
sekolah.
Karena itu, strategi kebudayaan dalam
pendidikan kita juga seyogianya memasukkan agenda seperti perbaikan manajemen
sekolah, memberlakukan kurikulum berbasis sekolah (school based curriculum),
serta membiarkan sekolah memiliki strategi implementasi kurikulum berdasarkan
perencanaan pengembangan sekolah yang sesuai dengan visi dan misinya adalah
sebuah keniscayaan.
Dibutuhkan workshop penguat an kapasitas
leadership guru dan manajemen sekolah dalam proses implementasi kurikulum 2013.
Wallahu a’lam bi-sawab.
Ahmad
Baedowi ;
Direktur
Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
MEDIA
INDONESIA, 11 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi