BULAN Ramadan tahun ini membuat kita
tak berhenti untuk merasa prihatin mengenai maraknya kekerasan dan anarkisme di
tengah masyarakat. Atas nama agama, masih ada saja kita temui beberapa kasus
yang melibatkan organisasi sosial keagamaan yang mempertontonkan kekerasan.
Belum lagi praktik tawuran antarmasyarakat yang terjadi di Ramadan ini seolah
ikut mengotori wajah bulan suci yang dimuliakan kaum muslim seluruh dunia. Apa
sebenarnya yang sedang terjadi di masyarakat kita, serta bagaimana sesungguhnya
cara kita meletakkan bulan penuh rahman ini dalam konteks pendidikan umat?
Ada episode sangat buruk bagi dunia
pendidikan Indonesia yang semakin dikotori perilaku tidak terpuji berupa
tindakan anarkistis. Munarman, juru bicara Front Pembela Islam (FPI), Jumat
(28/6), pada acara diskusi publik di forum Apa Kabar Indonesia yang di
selenggarakan salah satu televisi swasta, secara terangterangan dan tanpa
merasa bersalah menunjukkan sikap anarkistis dengan menumpahkan secangkir air
teh manis ke wajah Tamrin Amal Tomagola, Guru Besar Sosiologi UI, karena ada
perbedaan pendapat.
Sikap tersebut mengundang perhatian
pemirsa televisi seluruh Indonesia. Bahkan, peristiwa itu menjadi trending
topic di dunia internasional karena videonya secara live diunggah
dalam Youtube. Akibatnya luar biasa, kaum netizen di seluruh dunia yang
jumlahnya jutaan, bahkan ratusan juta (karena tidak dibatasi negara), mengecam
tindakan Munarman. Sekali lagi, itu pun mencemari dunia pendidikan
internasional sekaligus memalukan bangsa Indonesia di mata dunia.
Insiden penyiraman air the yang
dilakukan Munarman juga dikecam Mendikbud Mohammad Nuh. Ia menilai hal itu
tidak pantas dilakukan karena tidak mendidik. “Jelas tidak mendidik.
Boleh kita beda pendapat, tapi kalau hal seperti itu sudah tidak pada
tempatnya,“ kata M Nuh di Jakarta, (28/6).
Pendidikan anarki
Sekali lagi, M Nuh menegaskan,
tindakan Munarman sama sekali tidak mendidik. M Nuh berharap jangan sampai
peristiwa yang ditonton banyak masyarakat itu terulang lagi. “Justru
kita itu perlu jaga (hal) seperti itu, apalagi itu disiarkan. Kalau sudah
mengarah ke fisik, tidak boleh dilakukan,“cetus mantan Rektor ITS tersebut.
Kasus Munarman hanya salah satu
kasus dari `pendidikan anarki' di Indonesia. Masih banyak kasus lain serupa
itu, bahkan lebih tragis. Misalnya, guru menempeleng muridnya di saat apel.
Seorang pengasuh pesantren di Depok, misalnya, di Youtube terlihat memukul
salah seorang guru di hadapan para santri. Di sebuah sekolah dasar di Jawa
Timur, misalnya, ada guru yang menendang muridnya hanya karena murid itu
terlambat masuk beberapa menit.
Masih banyak kasus semacam itu yang
tanpa disadari menjadi `pendidikan anarki' kepada anak didik kita.
Apa yang dikatakan M Nuh benar.
Tindakan ekstrem Munarman, bila dilihat anak-anak kecil dan remaja Indonesia,
bisa menjadi `virus anarki' yang bisa berkembang biak di manamana, mulai rumah,
tempat kursus, sekolah, sampai di tempat-tempat umum. Kasus-kasus tersebut
merupakan kasus besar dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan anakanak dan
remaja yang rentan pengaruh buruk. Jika suatu ketika anak-anak Indonesia
terlibat diskusi panas dengan topik tertentu di luar negeri, lalu melakukan hal
yang sama seperti Munarman kepada rekan-rekan diskusi nya dari negara asing,
mau dikemanakan wajah moral dan etika bangsa ini?
Teladani Nabi
Kasus siraman teh dan penempelengan
guru di depan para santri tadi benar-benar telah mencoreng wajah pendidikan di
Indonesia, bahkan secara khusus telah mempermalukan dunia pendidikan Islam.
Beberapa aspek keislaman dan keimanan telah dicabik-cabik orang-orang yang
seharusnya menjadi teladan umat. Seorang muslim yang baik seharusnya bisa
meneladani Rasulullah, Muhammad SAW. Beliau amat sabar, mau mendengar, dan
menerima perbedaan pendapat dengan santun.
Nabi Muhammad, misalnya, tidak
pernah berbuat anarki terhadap orang-orang yang menyerang dan menghinanya.
Sewaktu berdakwah di Thaif, Rasul dilempari batu dan kotoran unta oleh penduduk
setempat. Nabi tidak membalas, bahkan mendoakan mereka agar diampuni Allah. “Ya
Allah,“ kata Rasul, “mereka melakukan itu karena ketidaktahuannya.“ Peristiwa
lainnya, Nabi diejek dan dihina seorang perempuan tua beragama Yahudi. Padahal,
Nabi tiap hari memberinya makanan, bahkan menyuapi perempuan itu. Nabi tidak
marah. Hasil dari akhlak Rasul yang pemaaf itu ternyata sangat bagus, penduduk
Thaif akhirnya masuk Islam dan menjadi pembela Rasul. Perempuan Yahudi itu pun
masuk Islam setelah tahu siapa orang yang selalu dimakinya.
Nabi Muhammad juga sangat
menghormati manusia meskipun dia tidak beragama Islam. Bahkan terhadap manusia
yang telah mati pun, Nabi masih menghormatinya. Suatu ketika ada iring-iringan
orang yang sedang membawa mayat. Rasul menyuruh sahabat-sahabatnya berdiri
untuk menghormati mayat tersebut. Seorang sahabat bertanya, “Kenapa ya
Rasul kami harus berdiri menghormati mayat orang kafir?” Jawab Rasul
karena dia adalah manusia. Itulah akhlak Rasul dan Rasul adalah suri teladan umat.
“Sesungguhnya dalam diri Rasulullah terdapat suri teladan yang baik bagimu.”
(QS 33:21).
Lebih jauh lagi, Islam sangat
menghargai kemanusiaan. Sejahat apa pun manusia itu, tapi nilai kemanusiaan
harus dihargai. Allah, misalnya, ketika menyuruh Harun dan Musa menemui Fir'aun
untuk mengajak sang raja beriman kepada-Nya, memberi tahu Musa untuk
menghormati Fir'aun dengan berbicara sopan dan lembut. Dalam Surah Thaha 44,
misalnya, disebutkan, Allah menyuruh Musa dan Harun untuk berbicara dengan
lemah lembut kepada Fir'aun. Dengan kata-kata yang lembut itu bisa diharapkan,
Fir'aun akan luluh dan kemudian beri man kepada Allah. Meski akhirnya terbukti
bahwa Fir'aun tetap tidak mau beriman, ada pelajaran yang amat berharga dari
ayat tersebut, yaitu manusia ha rus menghormati manusia lain.
Dengan demikian, penghormatan kepada
kemanusiaan merupakan substansi keberimanan seseorang kepada Tuhan. Dalam hal
berdebat, Islam mengajarkan berdebat harus dilakukan dengan santun dan baik.
Dalam Surah An-Nahl ayat 125, Allah
mengajarkan etika berdiskusi (berdebat). Jika terjadi perdebatan, lakukanlah
dengan cara yang baik. Barangkali, itulah seni berdiskusi dalam Islam. Berdebat
boleh panas, tapi materi perdebatan jangan menyimpang dari jalur masalah
sehingga menghina individu. Pada ujung perdebatan jika tidak ditemukan
kesepakatan, Allah mengajarkan untuk bersikap saling menghormati pandangan
masingmasing. Soal benar dan salah nya pandangan tersebut, Allah yang akan
menilainya.
Demikian tinggi penghormatan Allah
kepada manusia sehingga Alquran menyatakan bahwa barang siapa membunuh manusia
yang tidak bersalah berarti ia telah membunuh seluruh manusia.“Barang siapa
yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolaholah dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” (QS
5:32).
Ayat tersebut jelas mengingatkan
kepada manusia betapa berharganya nilai kemanusiaan. Penghargaan kemanusiaan
inilah yang di kemudian hari, di abad ke-20, diberi label hak asasi manusia
(HAM). Eksplorasi terhadap nilai-nilai kemanusiaan makin lama makin luas. Nilai-nilai
kemanusiaan itu mulai dari pemberian hak bermain kepada anak-anak hingga hak
mendapat penghormatan orang tua dari orang yang lebih muda.
Dari paparan tersebut, kita bisa
mengetahui sejauh mana pendidikan antianarki--yaitu pendidikan yang lebih mengedepankan
dialog, menghargai manusia dan kemanusiaan, serta menerapkan sopan santun dalam
pergaulan--dihayati kaum muslimin. Beberapa kasus yang disajikan di awal
tulisan ini menggambarkan bahwa umat Islam belum benar-benar menjadikan akhlak
Rasulullah yang ramah, santun, dan pemaaf sebagai teladan dalam kehidupan
sehariharinya. Karena itu, mumpung bulan Ramadan, mari kita belajar dan
menyimak kembali akhlak Rasul yang ramah dan menyejukkan itu.
Ahmad Syafi’i Mufid ; Ahli Peneliti Utama
Puslitbang
Kehidupan Keagamaan Kemenag RI
MEDIA INDONESIA, 22 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi