Nilai Ujian Nasional Bahasa Indonesia

Hasil ujian nasional tingkat SMA/K dan sederajat telah diumumkan. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, persentase kelulusan ujian nasional SMA dan sederajat tahun ini mencapai 99,4 persen. Ini berarti hanya 0,52 siswa peserta UN yang tidak lulus. Namun juga ada suatu hal yang mencengangkan, yaitu ada 24 SMA dan sederajat dengan tingkat kelulusan nol persen.

Pun ada yang lebih menarik lagi dari hasil UN kali ini, yakni mengenai nilai bahasa Indonesia. Nilai UN mata pelajaran bahasa Indonesia pada siswa jurusan bahasa tingkat SMA lebih rendah daripada nilai UN siswa jurusan IPA dan IPS. Hal ini tentunya menjadi sebuah ironi dan menjadi tanda tanya besar.

Berdasarkan logika dan bidang yang ditekuni, nilai bahasa Indonesia siswa jurusan bahasa semestinya lebih tinggi daripada nilai siswa jurusan IPS dan IPA. Pernyataan ini didasari fokus keilmuan yang ditekuni oleh siswa yang bersangkutan. Namun kenyataannya tidaklah begitu.

Rendahnya nilai UN bahasa Indonesia ini patut menjadi catatan bagi Kemdikbud dan para guru yang mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia. Guru bahasa Indonesia harus mau mengevaluasi dan mengoreksi diri agar tahun depan nilai bahasa Indonesia bisa ditingkatkan.

Nilai UN bahasa Indonesia yang rendah bukan hanya kali ini terjadi. Hasil UN pada 2012 juga menunjukkan bahwa 25 persen siswa jurusan bahasa tidak lulus mata pelajaran bahasa Indonesia. Sedangkan siswa jurusan IPS yang tidak lulus mata pelajaran ini hanya 19 persen, dan siswa IPA hanya 12 persen.

Lalu, apa penyebab rendahnya nilai UN bahasa Indonesia ini? Ada beberapa penyebab. Di antaranya, pertama, adanya pandangan dari para siswa bahwa bahasa Indonesia kalah pamor atau kalah kelas dibanding mata pelajaran lain. Dengan adanya pandangan seperti itu, minat dan keinginan siswa untuk mempelajari bahasa Indonesia menurun. Rendahnya minat dan keinginan siswa berakibat pada keseriusan mereka dalam belajar bahasa Indonesia.

Kedua, rendahnya kemampuan membaca di kalangan siswa juga ikut mempengaruhi rendahnya nilai bahasa Indonesia, karena soal UN bahasa Indonesia banyak dalam bentuk teks bacaan yang sifatnya analisis dan pemahaman. Ini menuntut kecakapan siswa dalam membaca dan bernalar. Namun kemampuan membaca itulah yang kurang dimiliki para siswa kita.

Survei Progress in International Reading and Literacy Study (PIRLS) telah dilakukan oleh International Study Center-Boston College USA, yang bertujuan mengukur mutu pendidikan suatu negara, khususnya dalam kemampuan membaca. Dari studi tersebut, rata-rata nilai anak Indonesia untuk kemampuan membaca pada 2011 masih jauh di bawah rata-rata dunia, yaitu pada angka 33, sedangkan rata-rata dunia adalah 55. Jadi, tidak perlu heran jika nilai bahasa Indonesia rendah. Sebab, kemampuan anak-anak kita dalam membaca juga masih rendah.

Ketiga, guru yang mengajarkan bahasa Indonesia merangkap mengajar untuk seluruh pengajaran bidang bahasa. Misalnya, guru bahasa Indonesia harus mengajarkan puisi dan berbagai hal lainnya yang masuk dalam pelajaran bahasa Indonesia. Padahal bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi sangat berbeda dengan bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu pengetahuan. Dengan adanya guru yang mengajarkan seluruh aspek mata pelajaran bahasa Indonesia, dengan sendirinya bahasa Indonesia yang diajarkan tidak mendalam.

Menurut guru besar Suhardi, adanya guru bahasa Indonesia yang merangkap mengajar puisi, sastra, jurnalistik, dan lainnya berakibat pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu pengetahuan tidak utuh. Yang dibahas hanya sebatas elementer atau hanya sebatas pengetahuan informatif.

Keempat, penguasaan bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu pengetahuan oleh guru masih rendah. Dengan demikian, dalam proses transfer pengetahuan, yang terjadi masih sebatas hal teoretis. Guru belum memiliki keterampilan dan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu bahasa dalam kegiatan pembelajaran.

Melihat beberapa penyebab rendahnya nilai bahasa Indonesia setiap tahun, berbagai pihak harus terus berupaya meningkatkan kemampuan guru bahasa Indonesia. Pelatihan dan pengembangan ilmu pengetahuan guru bahasa Indonesia harus terus digenjot agar kasus rendahnya nilai bahasa Indonesia tidak terus berulang setiap tahun.

Selanjutnya, rendahnya nilai UN bahasa Indonesia ini juga harus menjadi renungan kita semua, bukan hanya membebankan pada tanggung jawab guru bahasa Indonesia semata. Bahasa Indonesia harus dipakai oleh setiap orang. Kata lainnya, bahasa Indonesia harus dimartabatkan dan digunakan secara benar oleh semua pihak dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan semua pihak ikut bertanggung jawab dalam mencintai bahasa Indonesia, diharapkan siswa pun ikut mencontoh, yang pada akhirnya akan menumbuhkan minat di kalangan siswa untuk mempelajari bahasa Indonesia lebih serius. Keterampilan dan kemampuan siswa akan terlahir jika mereka telah jatuh hati pada pelajaran bahasa Indonesia.

 Siswa juga harus digalakkan untuk gemar membaca. Dengan adanya kegemaran  membaca, diharapkan kemampuan mereka dalam membaca akan meningkat. Dengan adanya kemauan membaca yang tumbuh dari dalam diri siswa, hal itu akan mengasah cara berpikir mereka. Dengan demikian, ketika dihadapkan pada soal teks bacaan, mereka tidak akan menemui hambatan. Sebagai penutup, bukankah bahasa Indonesia merupakan identitas bangsa Indonesia. Karena itu, jangan biarkan identitas itu lekang oleh arus zaman.

Arbai  
Pendidik, Mahasiswa Penerima Beasiswa S2 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di MM UGM, Yogyakarta
TEMPO.CO, 30 Mei 2013



Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar demi Refleksi