Sejalan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila tanggal 1
Juni, menarik untuk direnungkan kita bersama, yaitu adanya dua nilai yang
sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara Indonesia. Kedua nilai tersebut adalah nilai-nilai Pancasila dan
nilai-nilai demokrasi. Terkait hal itu, ada beberapa pertanyaan yang tampaknya
memerlukan jawaban masuk akal.
Pertama, manakah di antara kedua nilai tersebut yang paling
mempengaruhi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita hari ini? Pancasila atau
demokrasi?
Kedua, apakah nilai demokrasi dapat menggantikan nilai
Pancasila?
Ketiga, nilai manakah yang semestinya menjadi lebih utama?
Nilai Pancasila atau nilai demokrasi? Lalu, apakah kedua nilai tersebut setara
atau tidak?
Nilai-nilai Pancasila digali dari akar kesejarahan dan
falsafah masyarakat Indonesia serta merupakan abstraksi dari nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat Indonesia. Nilai-nilai Pancasila secara jelas termaktub
dalam sila-silanya, yaitu: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Kemanusian Yang
Adil dan Beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan; (5) Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
Sedangkan nilai-nilai demokrasi digali dari akar kesejarahan
dan falsafah masyarakat, bangsa-bangsa dan negara lainnya serta merupakan
abstraksi dari nilai-nilai universal.
Adapun nilai-nilai demokrasi antara lain: kebebasan,
persamaan, pluralisme, keterbukaan, rasionalisme, legitimasi pilihan rakyat dan
lain-lain. Terhadap pertanyaan pertama, kelihatannya secara faktual, yang
paling banyak dikutip dalam berbagai makalah, media dan seminar adalah
demokrasi ketimbang Pancasila.
Orang yang paling sering mengutip demokrasi seakan-akan
lebih reformis, dan yang sering mengutip Pancasila seakan-akan agak
konservatif. Sehingga, terdapat kecenderungan lebih kuat secara sistemik
penanamannya di masyarakat, nilai demokrasi ketimbang nilai Pancasila.
Menyaring
Nilai
Sejalan pandangan yang menyatakan bahwa Pancasila tidak
boleh dikultuskan apalagi dijadikan "agama". Patut juga kita
mengingatkan jangan sampai demokrasi juga dikultuskan dan seakan-akan menjadi
agama baru bagi masyarakat Indonesia. Demokrasi pun perlu kita kritisi.
Misalnya, pengertian "kebebasan" sebagai nilai demokrasi tentunya
berbeda dengan "kebebasan" sebagai nilai Pancasila bahwa kebebasan
bukanlah berarti 'bebas-sebebasnya'.
"Persamaan" sebagai nilai demokrasi bisa berbeda
maknanya dengan "persamaan" sebagai nilai Pancasila.
"Keterbukaan" sebagai nilai Pancasila, bukan
berarti kita boleh secara terbuka menghinakan orang lain sesuka hati kita di
ruang publik. Peraturan daerah walau mendapat legitimasi dari rakyat daerah
setempat, tetapi tidak boleh mengancam Persatuan Indonesia (Sila Ketiga
Pancasila). Dengan demikian, nilai-nilai demokrasi harus disaring untuk
selanjutnya diambil saripatinya yang cocok bagi masyarakat, bangsa, dan negara
Indonesia.
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, mestinya kita
bangga memiliki Pancasila. Pancasila semestinya menjadi pedoman kita dalam
mengelola negara. Pancasila sebagai falsafah, jiwa, nafas dan semangat
bernegara dalam setiap membentuk Undang-Undang (termasuk RUU Ormas).
Pembentukan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
dan diilhami oleh nilai-nilai Pancasila, bukanlah asal mengadopsi nilai
demokrasi semata.
Pancasila merupakan alat ukur dan pedoman yang memberi arah
pembangunan demokrasi Indonesia, bukan sebaliknya. Demokrasi yang hendak kita
bangun adalah demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; demokrasi yang
berdasarkan Kemanusian Yang Adil dan Beradab; demokrasi yang memperkokoh
Persatuan Indonesia; demokrasi yang berdasarkan Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan; serta demokrasi yang
ber-Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, nilai Pancasila tidaklah setara dengan
nilai demokrasi. Nilai Pancasila lebih utama ketimbang nilai demokrasi dan
nilai demokrasi tidak dapat menggantikan nilai Pancasila.
Akhirnya, kita patut bersyukur karena pendiri bangsa ini
telah mewariskan Pancasila, sehingga kita semua tidak perlu memikirkan
"jalan ketiga demokrasi" sebagaimana pemikiran Antoni Giddens.
Karena, Indonesia telah memiliki Pancasila sebagai jalan pertama dan jalan
utama yang justru memberi arah demokrasi. Jadi, kita boleh mempersilahkan
bangsa dan negara lainnya di dunia, boleh belajar demokrasi versi Indonesia.
Bahtiar ;
Kepala
Sub Direktorat Ormas Ditjen Kesbangpol Kemendagri
SUARA
KARYA, 03 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi