Pancasila dan Demokrasi Kita

Memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni, merupakan momentum untuk meneguhkan kembali ideologi negara di tengah gempuran ideologi transnasional. Sejak dirumuskan Bung Karno pada 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Persiapan Usaha Penyelidikan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Pancasila mampu menjadi perekat yang menyatukan beragam suku, aliran, agama, dan budaya di Indonesia. Sampai abad ke-21 ini, Pancasila masih disepakati bersama sebagai pemersatu bangsa untuk memajukan masa depan Indonesia.

Tetapi, masih banyak kalangan umat Islam yang justru menggemakan idelogi agama sebagai ideologi negara. Perjuangan menegakkan kembali ideologi agama yang terekam dalam Piagam Jakarta ternyata terus bergulir tanpa henti.

Fenomena menegakkan kembali Piagam Jakarta pada era transisi reformasi merupakan bukti bahwa pemahaman terhadap ideologi agama belumlah tuntas dalam jejak demokrasi di Indonesia. 

Dalam proses demokratisasi, impian menegakkan Piagam Jakarta itu merupakan fenomena politik yang wajar karena impian masa silam yang dirasakan memberikan motivasi perjuangan mencoba dihidupkan kembali untuk merengkuh identitas politik. Karena Piagam Jakarta merupakan wujud kompromi yang baik kala itu, sebagaimana yang dikatakan Bung Karno, maka pilihan politik menjadikan Piagam Jakarta menjadi dasar negara merupakan konsekuensi politik yang tak terelakkan. 

Di tengah pergumulan politik inilah, perlu kembali meletakkan Piagam Jakarta sebagai sebuah fakta historis dalam gerak politik dan gerak demokratisasi di Indonesia. Dalam arti, hadirnya Piagam Jakarta bukanlah semata dimaknai dengan pendekatan politik saja, melainkan sebuah proses demokratisasi yang terjadi di Indonesia. 

Karena mengarah kepada proses demokratisasi, Piagam Jakarta bukanlah penanda politik yang "selesai" kala disepakati pada 22 Juni 1945, melainkan sebuah gerak dinamis pendulum demokrasi yang akan terus bergerak di Indonesia. Gerak demokrasi bukanlah proses pemaknaan baku dan selesai dalam sebuah fenomena politik, melainkan sebuah bentuk pencarian isi yang akan terus menerus dilakukan generasi manusia sepanjang zaman.

Dalam konteks gerak dinamis itulah proses demokratisasi akan terus berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Karena, pencarian isi demokrasi yang meliputi keadilan, kemanusiaan, kesetaraan dan sebagainya merupakan dimensi substansial yang akan terus digali dalam pemikiran dan tindakan manusia. Akan lahir beragam tafsir yang terkait Piagam Jakarta.

Mengakhiri `negara agama'

Lahirnya Pancasila merupakan indikasi bahwa bangsa Indonesia sudah mengakhiri negara agama. Bangsa Indonesia lebih memilih negara bangsa karena Indonesia bukanlah terdiri satu agama saja. Indonesia memiliki banyak agama sehingga ideologi yang tepat adalah Pancasila. Mengeja kisah Piagam Jakarta bukanlah mengeja kisah kegagalan politik agama. Karena gagalnya Piagam Jakarta menjadi dasar negara merupakan berkah politik yang luar biasa bagi tegaknya kedaulatan NKRI dan tegaknya demokratisasi di Indonesia. 

Kisah kegagalan Piagam Jakarta justru menjadi pelajaran politik yang berharga bahwa mendirikan negara agama dalam konteks Indonesia tidak sesuai dengan pluralitas dan multikulturalitas Indonesia. Dari Piagam Jakarta inilah negara bangsa menjadi pilihan terbaik untuk Indonesia. 

Berbagai atraksi politik pascakisah gagalnya Piagam Jakarta yang menjadi dasar negara bagi Indonesia mengindikasikan bahwa perjuangan politik menegakkan negara agama tidak bisa diterapkan dalam konteks Indonesia. Perjuangan menegakkan agama (Islam) sebagai dasar negara dalam Majlis Konstituante selama tahun 1956-1959 menandai bahwa negara agama tidak sesuai dengan Indonesia. 

Tak salah kemudian kala Soeharto menggelorakan asas tunggal Pancasila, umat Islam menerimanya dengan bulat walaupun tidak serta merta langsung menerima. Tetapi, proses penerimaan umat Islam selama 1970-an dan 1980-an menunjukkan Indonesia begitu teguh menjaga warisan budaya nusantara sebagai penopang demokratisasinya. Kala reformasi bergulir, perjuangan menegakkan negara agama kembali bergulir. Tetapi, fakta politik tidak bisa dielakkan karena mayoritas umat Islam justru sudah begitu bulat dengan Pancasila dan UUD 1945. 

Menegakkan demokrasi Pancasila mestinya digerakkan untuk menegakkan demokratisasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi sejak 1998 ternyata Indonesia masih terus berkutat dalam masa transisi. Indonesia tidak berani mengarah kepada konsolidasi demokrasi sehingga gerak kaum elite politik selalu terjebak dalam gerakan politik untung rugi.

Melakukan konsolidasi berdemokrasi merupakan keniscayaan dalam mengisi negara bangsa. Nilai-nilai Pancasila mesti diaktualisasikan sehingga bangsa ini mampu menggapai kembali harkat dan martabatnya. Bung Karno terbukti mampu menjadikan Pancasila sebagai dasar negara yang menyatukan seluruh wilayah nusantara.

Muhammadun  
Analis pada Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta 
REPUBLIKA, 1 Juni 2013



Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar demi Refleksi