”Pada saat kami berdukacita karena kehilangan
orang yang sangat baik, kami juga merayakan kehidupannya yang luar biasa, dan
berharap itu bisa menjadi teladan bagi orang muda di seluruh dunia untuk
bekerja keras dan menjadikan impian mereka satu kenyataan, mau menjelajah dan
menerima tantangan ('push the limit'), dan membela cita-cita yang lebih besar
dari diri mereka tanpa memikirkan diri sendiri.”
Itulah pernyataan yang disampaikan oleh keluarga
Neil Armstrong, antariksawan Amerika yang menjadi manusia pertama yang
menginjakkan kaki di Bulan dalam program Apollo 11, 20 Juli 1969, seperti
dikutip CNN, Minggu (26/8). Armstrong tutup usia, Sabtu, di Cincinnati, Ohio,
dalam usia 82 tahun menyusul komplikasi kardiovaskular yang dideritanya setelah
menjalani operasi jantung bulan ini.
Armstrong dikenal lewat ucapannya sesaat setelah
menginjakkan kaki di Bulan, ”Itu adalah satu langkah kecil bagi (seorang) manusia,
tetapi lompatan raksasa bagi kemanusiaan.”
Riwayat Armstrong tak bisa dipisahkan dari proyek
Apollo yang dicanangkan oleh Presiden John F Kennedy pada 1961. Inilah proyek
untuk mendaratkan warga Amerika di Bulan sebelum berakhirnya dekade 1960-an. Setelah
itu AS—dengan didukung ahli peroketan termasyhur, Wernher von Braun—membuat
roket raksasa Saturnus V untuk meluncurkan wahana antariksa Apollo yang membawa
tiga astronot. Roket setinggi 111 meter, setara dengan gedung bertingkat 36,
itu sanggup membangkitkan 4 juta kilogram daya dorong dan mengangkut 150 ton
muatan ke orbit Bulan (Space Age, William Walter, 1992).
Ketika mencapai orbit Bulan, dua astronot akan
turun mendarat di Bulan dengan modul Bulan, mengambil contoh batu dan tanah
Bulan, serta melakukan eksperimen yang datanya dikirim kembali ke Bumi.
Misi Apollo 11 yang membawa Armstrong sudah
didahului dengan empat misi pendahuluan. Setelah Armstrong juga masih ada lima
misi yang mendarat di Bulan sebelum proyek berakhir tahun 1972. Harusnya ada
enam, tetapi Apollo ke-13 gagal mencapai tujuan.
Misi Armstrong diluncurkan tanggal 16 Juli 1969
dan empat hari kemudian mendarat di Laut Ketenangan di permukaan Bulan. Setelah
mendarat Armstrong berkata, ”Pangkalan Ketenangan di sini. Rajawali telah mendarat”
(Oxford Dictionary of Space Exploration).
Enggan
Publisitas
Pada tahun-tahun setelah keberhasilan misi Apollo
11, Armstrong berulang-ulang ditanya, apa yang ia rasakan sebagai manusia
pertama yang menginjakkan kaki di Bulan, ia selalu menjawabnya dengan santun
bahwa itu merupakan keberhasilan banyak orang. ”Saya sadar sepenuhnya bahwa itu
merupakan puncak karya 300.000 sampai 400.000 orang selama satu dasawarsa.”
Itulah Armstrong yang amat rendah hati. Armstrong
mengaku dirinya hanyalah insinyur yang kurang gaul. Namun, dengan segala
kerendahan hatinya, ia adalah pahlawan yang ikut dalam 78 misi tempur sebagai
pilot pesawat tempur Angkatan Laut AS selama Perang Korea. Ia juga membukukan
lebih dari 1.000 jam terbang sebagai pilot penguji dalam sejumlah pesawat
paling cepat—juga paling berbahaya—di dunia.
Penulis biografinya, James R Hansen menyebut
Armstrong sebagai ”salah satu sosok yang paling dikenal, tetapi paling sedikit
dimengerti di planet ini” (LA Times, 26/8).
Neil Alden Armstrong lahir di ladang pertanian
kakeknya dekat Wapakoneta, Ohio, 5 Agustus 1930, dari keluarga bahagia dan
konvensional. Ayahnya, Stephen Armstrong, adalah pegawai negeri yang bekerja di
Ohio dan kemudian menjadi Asisten Direktur di Departemen Kesehatan dan
Perbaikan Jiwa Ohio. Sementara ibunya, Viola, bersama keluarganya adalah
pemilik ladang pertanian.
Armstrong sudah tertarik pada dunia penerbangan
sejak usia dini dan ia mendapatkan lisensi terbang saat berusia 16 tahun.
Berikutnya, ia juga belajar teknik aeronautika dan mendapatkan gelar di
Universitas Purdue dan Universitas California Selatan. Ia pernah berdinas di
Angkatan Laut AS dan ambil bagian dalam Perang Korea.
Armstrong sepanjang karier astronotnya terbang dua
kali ke ruang angkasa. Yang pertama adalah pada tahun 1966 sebagai Komandan
Misi Gemini 8, yang nyaris berakhir dengan bencana. Untunglah dia tetap tenang
dan membawa wahana antariksa itu kembali ke Bumi setelah sebuah roket pendorong
gagal bekerja dan wahana yang ia tumpangi berpusing tak terkendali.
Pascamisi bersejarah ke Bulan, Armstrong bekerja
di NASA dengan tugas mengoordinasikan dan mengelola pekerjaan riset dan
teknologi Badan Ruang Angkasa AS ini. Tahun 1971, ia mundur dari NASA dan
mengajar ilmu teknik di Universitas Cincinnati selama hampir 10 tahun.
Armstrong yang pijakan kakinya disaksikan oleh
sekitar 600 juta orang melalui tayangan langsung televisi hitam putih yang
berbintik-bintik itu kini telah berpulang. Dalam pernyataannya, Presiden Barack
Obama mengatakan, ketika Armstrong menginjakkan kaki di Bulan, ”Ia telah
memberikan satu momen prestasi umat manusia yang tak akan dilupakan.”
Misi Armstrong bersama kedua rekan awaknya—Edwin
Aldrin dan Michael Collins—lepas landas di Tanjung Canaveral, mereka membawa
aspirasi seluruh bangsa. Menurut Obama, mereka berangkat untuk memperlihatkan
kepada dunia semangat AS bisa melihat apa yang tampaknya tak terbayangkan.
Riwayat Neil Armstrong, sejauh ada buku
sejarah—seperti dikatakan Administratur NASA Charles Bolden—pasti akan
ditemukan di sana karena perjalanan Apollo 11 sejauh 400.000 km tak akan pernah
terlupakan.
Kini, anak-anak muda yang terinspirasi oleh
heroisme Armstrong banyak yang menunggu kesempatan membuat sejarah baru. Memang
tidak ada pencanangan program ruang angkasa baru hingga Proyek seperti Apollo
yang disebut menghabiskan dana lebih dari 24 miliar dollar AS—sekitar Rp 228
triliun (Webster’s New World Encyclopedia) tak akan berulang lagi.
Namun, AS giat menjelajahi planet Mars, seperti
diperlihatkan dalam pendaratan penjelajah Curiosity dua pekan silam, sehingga
diharapkan manakala dana telah cukup tersedia, ikhtiar manusia mencari
lebensraum baru—mengingat Bumi yang semakin merosot tingkat kelayakan
huninya—bisa dimulai lagi.
Keanggunan kepahlawanan Neil Armstrong kiranya
akan terus menjadi obor bagi generasi umat manusia yang ditakdirkan menjadi
pengelana angkasa.
Ninok
Leksono
Pimpinan
Redaksi Kompas
KOMPAS,
27 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi