INOVASI untuk kemandirian bangsa merupakan tema
yang dicanangkan pemerintah pada perayaan ke-17 Hari Kebangkitan Teknologi
Nasional tahun ini. Kesuksesan realisasi tema tersebut tentu saja dapat membawa
ke kemajuan yang signifikan bagi bangsa kita.
Namun, pertanyaan mendasar yang perlu dijawab guna
mendukung kesuksesan tema tersebut ialah bagaimanakah kondisi kemandirian
nasional di bidang riset saat ini? Sebuah kemandirian yang efek domino nya
terbukti secara empiris berkorelasi positif dengan kemampuan sebuah bangsa
mengoptimalkan apa yang di milikinya melalui inovasii-novasi yang cerdas dan
kreatif serta memiliki nilai tambah tinggi.
Sebelum menjawabnya, layak dikaji terlebih dahulu
data terkait dengan profil produksi dokumen ilmiah terpublikasikan yang berasal
dari Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain. Jumlah tersebut dapat
dijadikan indi kator kemandirian riset sebuah negara. Data terkait dapat
diakses secara gratis di http://www.scimagojr.com yang bersumber dari pangkalan
data publikasi ilmiah, Scopus.
Selain Indonesia, negara yang datanya dipilih
untuk disajikan ialah tiga negara maju yang nyata-nyata telah mandiri dalam riset,
Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang. Kemudian empat negara BRIC--Brasil, Rusia,
India, dan China--dan terakhir empat negara di Asia Tenggara, yaitu Thailand,
Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Sebagai tambahan disertakan pula Iran sebagai
kasus khusus.
Penelusuran difokuskan pada jumlah produksi
dokumen ilmiah baik yang dapat di sitasi maupun tidak, serta persentase dokumen
hasil kola borasi dengan institusi dari negara lain untuk 2010. Data tahun
tersebut merupakan data terbaru yang tersedia.
Berikut ialah data jumlah dokumen ilmiah
negara-nega ra tersebut dan angka dalam kurung menyatakan persentase dokumen
ilmiah hasil kolaborasi antara institusi di negara tersebut dan institusi dari
negara lain.
1. Indonesia: 2.032 (67,67%), 2. Amerika Serikat:
502.804 (28,45%), 3. Jerman: 130.031 (44,72%), 4. Jepang: 113.246 (23,69%), 5.
Brasil: 45.189 (24,35%) 6. Ru sia: 36.053 (29,37%) 7. India: 71.975 (17,46%),
8. China: 320.800 (14,68%), 9. Thailand: 9.129 (37,86%) 10. Malaysia: 14.407
(29,81%) 11. Filipina: 1.056 (61,65%) 12. Vietnam: 1.890 (71,32%), dan 13.
Iran: 27.510 (17,85%).
Berdasarkan data ke-13 negara tersebut, jelas
terlihat bahwa hanya terdapat tiga negara yang memiliki persentase dokumen
ilmiah hasil kolaborasi dengan negara lain lebih dari 50%, yaitu Vietnam,
Indonesia, dan Filipina.
Kemandirian
Riset Rendah
Data mengenai Indonesia menunjukkan mulai 1996
hingga 2010 terdapat kecenderungan jumlah kolaborasi yang relatif stabil,
dengan angka tertinggi tercatat pada 2004 sebesar 81,60% dan terendah 2010
sebesar 67,67% dengan rata-rata 74,86%. Jumlah dokumen ilmiah yang tercatat
terus meningkat, dari 15 di 1996 menjadi 2.032 di 2010.
Kecenderungan peningkatan jumlah dokumen dan
stabilnya kolaborasi dengan persentase yang relatif tinggi juga diperlihatkan
Vietnam dan Filipina. Sementara ke-9 negara lainnya memiliki persentase
kolaborasi yang relatif rendah. Kecuali Iran yang memperlihatkan kecenderungan
menurun dari 36,42% di 1996 menjadi 17,85% di 2010, dengan rata-rata sebesar
24,53%. Jumlah dokumen ilmiah mereka tumbuh secara eksponensial, mulai 810
menjadi 27.510 dalam kurun 15 tahun tersebut.
Dokumen ilmiah dari Indonesia sebagai hasil
kolaborasi dengan institusi dari negara lain setidaknya berasal dari empat
sumber. Pertama, penelitian kolaboratif berdasarkan kesamaan minat dan tingkat
kepakaran. Kedua, penelitian yang minim fasilitas pendukung sehingga harus
menggandeng mitra luar negeri. Ketiga, peneliti asing yang berminat meneliti
keunikan Indonesia dan menggandeng peneliti lokal. Keempat, penelitian
mahasiswa pascasarjana yang tengah studi di luar negeri dan atas izin
promotornya dibolehkan mencantumkan institusi tempatnya bertugas di Indone sia
pada publikasi ilmiah mereka.
Tentu, keempat sumber dokumen ilmiah tersebut
sangat positif bagi Indonesia. Namun, kenyataan bahwa dalam rentang 1996-2010
secara rata-rata hanya 25,14% porsi dokumen ilmiah yang murni dihasilkan tanpa
berkolaborasi dengan pihak asing merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan!
Data tersebut sangat mungkin menunjukkan rendahnya
kemandirian kita dalam melakukan riset, terutama yang berkualitas baik. Jumlah
dokumen ilmiah yang relatif sedikit juga turut memperkuatnya.
Penyebab kondisi itu tampaknya masih berupa
problem klasik dari tahun ke tahun yang terkait satu sama lain, yakni antara
lain minimnya pendanaan riset, relatif rendahnya pengalaman riset rata-rata
peneliti serta kurangnya penghargaan terhadap eksistensi mereka, belum
optimalnya peran program pascasarjana di perguruan tinggi dan lembaga
penelitian sebagai mesin utama penghasil pengetahuan baru, serta belum
berjalannya sinergi yang efektif di antara perguruan tinggi, lembaga
penelitian, dan industri. Minimnya pendanaan riset berkontribusi pula pada
kurangnya ketersediaan fasilitas riset dalam jumlah memadai berupa
laboratorium-laboratorium berperalatan lengkap yang penanganan dan perawatannya
dilakukan tenaga profesional.
Pilar
Utama
Guna mencapai kemandirian riset tersebut sangat
dibutuhkan kebijakan yang nyata dan kuat dari pemerintah dan DPR dengan
menjadikannya sebagai pilar utama penyokong pembangunan nasional. Dengan
menimbang bangsa kita terbukti tidak kekurangan sumber daya manusia yang
memiliki potensi besar untuk melakukan riset berkualitas, keberanian politik
untuk menetapkan anggaran riset lebih dari 1% produk domestik bruto (PDB),
sebagaimana yang telah disarankan Komite Inovasi Nasional (KIN) baru-baru ini
(http://www.metrotvnews.com, 9 Juni 2012), memang harus diyakini merupakan satu
langkah tepat yang mampu memecahkan problem-problem di atas dan membawa budaya
serta atmosfer riset negeri ini ke arah yang jauh lebih baik lagi.
Tidak berlebihan untuk mengatakan langkah penting
yang perlu dilakukan terlebih dulu untuk merealisasikannya haruslah berbentuk
upaya peningkatan kemandirian riset nasional secara masif. Tanpa itu,
sepertinya sulit untuk memperoleh inovasi nasional yang benar-benar berkualitas
dan berkuantitas.
Husin
Alatas
Lektor
Kepala Departemen Fisika FMIPA-IPB
MEDIA
INDONESIA, 25 Agustus 2012
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut