Sehari setelah meninggalnya Neil
Armstrong, Republika memuat reportase berjudul “Jejak Armstrong Meninggalkan
Misteri“ (27/08/2012). Di dalamnya diungkapkan teori konspirasi tentang
pendaratan manusia di Bulan merupakan suatu kebohongan. Hal ini diduga sebagai
rekayasa Amerika Serikat untuk memenangkan perang dingin melawan Uni Soviet.
Dalam reportase tersebut juga ditulis tentang dirinya yang dikabarkan menjadi
Muslim. Tetapi, kabar ini tidak pernah terbukti.
Berkenaan dengan pro dan kontra
tentang Armstrong, sebelumnya pada 8 Juni 2012 Republika pernah memuat
reportase berjudul “Armstrong Jawab Rumor Teori Konspirasi“. Di dalamnya,
antara lain, dikutip tuduhan Bill Kaysing dalam We Never Went to the Moon:
America's Thirty Billion Dolar Swindle pada 1974 tentang kebohongan Amerika di
balik berita pendaratan tersebut. Tuduhan ini dibantah Neil Armstrong yang
menurutnya tidak mungkin rahasia sebesar itu disimpan oleh 3.500 wartawan dari
seluruh dunia yang mengikuti proses peluncuran dan 400 ribu karyawan proyek
Apollo 11.
Surah
ar-Rahman 33
Jauh sebelum beredarnya berita
pendaratan Neil Armstrong dan kawan-kawan di Bulan, setengah abad yang lalu di
kalangan umat Islam di Indonesia telah terjadi polemik berkenaan dengan
kemampuan manusia ini. Hal tersebut sebagaimana disampaikan seorang pembaca
dalam majalah Gema Islam No 21 Tahun I, 1 Desember 1962 kepada Buya Hamka,
“Saya bertanya kepada seorang ulama terkemuka di tempat saya. Beliau
menyatakan, ‘Jika manusia mendarat di Bulan maka batallah kerasulan Nabi
Muhammad SAW’”.
Hamka pun menjawab, justru
pendaratan tersebut akan membuat semakin nyata kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Salah satu argumentasinya adalah firman Allah, “Wahai sekalian jin dan manusia,
jika kamu mampu menembus dari ruang angkasa langit dan Bumi maka tembuslah.
Tetapi, tidaklah kamu akan dapat menembusnya, kecuali dengan ‘sulthan’ (QS
ar-Rahman:33). Menurut Hamka, “sulthan” itu berarti pengetahuan. Ia pun
menjelaskan orang yang tidak meyakini manusia dapat mendarat di Bulan karena
masih menggunakan tafsir karya ulama 300 atau 700 tahun yang lalu.
Karena itu, beredarnya berita
pendaratan Neil Armstrong dan kawankawan tujuh tahun kemudian pada Juli 1969
semakin memperkuat pendapat mereka yang meyakini manusia dapat mendarat di
Bulan. Meskipun demikian, masih saja ada umat Islam yang tidak memercayainya.
Hal ini sebagaimana diulas oleh KH Mansur Jufri dalam bukunya Al-Masail Jilid
II yang diterbitkan di Sukabumi, September 1969. Ia memiliki pandangan yang
sama dengan Buya Hamka dan juga menjadikan arRahman ayat 33 sebagai salah satu
argumentasinya.
Ia pun menambahkan, berita
pendaratan tersebut justru akan memperkuat iman atas kebenaran mi’raj Nabi
Muhammad SAW. KH Mansur pun berusaha meyakinkan pihak yang kontra dengan
menyatakan bahwa gambar Bulan dari jarak dekat dan siaran televisi yang
disaksikan oleh berjuta-juta manusia di dunia dan benda-benda Bulan yang dibawa
oleh para astronaut, seperti tanah dan batu, merupakan bukti autentik.
Penulis berusaha untuk mengetahui
kalangan umat Islam mana saja yang tetap bersikap kontra terhadap berita
pendaratan tersebut. Beberapa dari mereka pun akhirnya ditemui. Mereka, antara
lain, para kiai dan lulusan pesantren yang hanya mempelajari kitab-kitab kuning
tanpa buku-buku pelajaran sebagaimana dipelajari di sekolah-sekolah.
Salah satu argumentasi ketidak
percayaan mereka terhadap kemampuan manusia untuk mendarat di Bulan karena
benda ini berada di dalam langit sebagaimana dinyatakan dalam Alquran,
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah menciptakan tujuh langit
bertingkat-tingkat? Dan, Allah menciptakan di dalamnya Bulan sebagai cahaya dan
menjadikan Matahari sebagai pelita?” (QS Nuh:15-16). Karena Bulan berada di
langit maka tidak mungkin ada yang bisa mencapainya, kecuali atas izin Allah
sebagaimana dialami Malaikat Jibril, Nabi Muhammad SAW, dan buraq.
Sementara itu, surah ar-Rahman
ayat 33 yang digunakan salah satu argumentasi pihak yang pro terhadap kemampuan
manusia untuk mendarat di Bulan, menurut M Quraish Shihab dalam Tafsir
al-Mishbah, adalah tidak tepat. Ia pun mengutip tim penulis Tafsir al-Muntakhab
yang menyatakan bahwa upaya menembus langit dan Bumi yang berjarak jutaan tahun
cahaya itu mustahil dapat dilakukan oleh jin dan manusia.
Hal ini sebagaimana dijelaskan
oleh Alquran tentang jin yang menyatakan, “Sesungguhnya kami dahulu dapat
menduduki beberapa tingkat di langit itu untuk mendengar-dengarkan
(berita-beritanya). Tetapi, sekarang barang siapa yang (mencoba)
mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai
(untuk membakarnya) (QS al-Jinn:9).
Adapun surah ar-Rahman ayat 33
dimaksudkan sebagai peringatan dan tantangan bagi mereka yang bermaksud
menghindar dari tanggung jawabnya di akhirat kelak. Karena itu, ayat ini tidak berbicara
dalam konteks duniawi, apalagi menyangkut kemampuan manusia untuk menembus
angkasa luar sehingga perintah “tembuslah!” bukan untuk dilaksanakan.
Berdasarkan ayat yang dikutip
oleh Quraish Shihab tersebut maka jika Armstrong berhasil mendarat di Bulan
berarti pesawat yang ia gunakan telah melewati ruang angkasa yang sangat luar
biasa panas. Selain itu, jika ada seorang Muslim mendarat di Bulan maka syariat
Islam pun tidak berlaku. Sebab, penentuan waktu dalam pelaksanaan shalat,
zakat, puasa, dan haji distandarkan pada perputaran Bulan dan Matahari yang
berlaku di orbit Bumi ini.
Karena itu, ia tidak terkena
untuk kewajiban berpuasa yang ditentukan berdasarkan kemunculan hilal. Sebab,
Bulan yang jika terlihat dari Bumi berbentuk Bumi ini selamanya dilihat karena
terletak di bawah telapak kaki.
Kini, Armstrong telah meninggal
dunia dan kabar tersebut tidak ada yang meragukannya. Tetapi, kabar tentang
dirinya yang pernah meninggalkan Bumi ini, kemudian mendarat di Bulan hingga
kini masih menjadi polemik. Apakah Armstrong berbohong atau tidak suatu saat
nanti akan ditemukan jawabannya tanpa polemik.
Nurman
Kholis
Peneliti
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan,
Balitbang
dan Diklat Kemenag RI
REPUBLIKA,
30 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi