Meski menuai banyak pro dan
kontra, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan tetap melaksanakan
perombakan kurikulum pada tahun ajaran 2013-2014.
Hingga saat ini pembahasan seputar penataan
kurikulum masih terus dilakukan. Demikian diungkapkan Wakil Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim pada acara Pelatihan Pembangunan
Karakter Bangsa di Gander Permata Hotel,Minggu (21/10/12). “Perombakan
kurikulum yang akan dilakukan sudah dalam proses pembahasan dan hal ini
dilakukan karena sangat penting di mana selama ini anakanak tidak memiliki
waktu dalam membangun karakter dirinya.
Pertanyaan mendasar perubahan kurikulum tanpa
menyentuh masalah mendasar paradigma pendidikan itu hanya membuat kondisi
pendidikan bangsa ini tertinggal. Paradigma pendidikan pertama- tama harus
diubah. Lingkungan pendidikan harus menjadi keluarga. Relasi guru-murid-orang
tua saling ketergantungan. Sekolah menjadi rumah, memberi rasa aman, bukan
menjadi beban bagi siswa. Faktanya, sekolah kerap menjadi beban siswa karena
tuntutan kurikulum overdosis.
Akibatnya guru hanya sibuk dengan urusan
satuan pelajaran. Guru tidak lagi menjadi teman dalam proses “menjadi lebih
dewasa” dalam kemampuan untuk mengaktualisasikan diri. Guru hanya mentor alias
pawang. Ia sekadar memberi trainingatau pelatihan.Relasi yang terjadi tidak
mendalam dan sekadar tatap muka dalam penanaman nilai.Proses dalam pendidikan
tidak dipentingkan. Hanya hasil yang ingin diraih.
Sistem pendidikan kita saat ini lebih
berorientasi pada “hasil” dan bukan pada “proses” mendidik menjadi manusia yang
merdeka. Orientasi pendidikan hanya sekadar mengejar angka dan pendidikan tidak
mampu membebaskan siswa dari realitas keterasingan. Ini yang membuat siswa
tidak mampu menjadi dirinya sendiri.Sikap kerdil seperti ini karena ia tidak
mampu mengaktualisasikan dirinya.Ia tidak mendapat rasa aman karena gagal
mengaktualisasikan dirinya.
Pendidikan adalah proses mendidik manusia
menjadi dirinya sendiri lewat proses pembelajaran.Proses ini membutuhkan media
sekolah sebagai sarana bermain, berekspresi, berinovasi, bereksperimen. Semua
dilakukan agar pengetahuan yang diperoleh membuat anak didik menjadi berpikir
merdeka dan kreatif. Pendidikan membuat manusia dimerdekakan dari pikiran
sempit, dan menjadi dewasa, agar bisa mencintai dan berbagi bagi sesama.
Pembentukan
Karakter
Pendidikan belum menjadi media efektif untuk
membentuk karakter manusia karena semangat dasar untuk memajukan bangsa ini
tidak terekam dalam jejak langkah para pengambil kebijakan.Falsafah pendidikan
yang mendasar adalah bagaimana anak didik memiliki kesadaran kritis akan jati
dirinya.Orientasi pendidikan seharusnya mengacu pada nilai dasar untuk
membentuk kepribadian anak didik. Arah strategis bisa dimulai sejak tahap awal
ketika terdapat keseriusan untuk membenahi sistem pendidikan pada tingkat dasar
misalnya sekolah dasar.
Sekolah dasar merupakan wahana dasar untuk
pembentukan daya nalar anak didik yang akan memengaruhi tingkat lebih tinggi.
Sayang sekali para pengambil kebijakan “tidak mau tahu”soal ini. Pendidikan
dasar belum meletakkan anak didik pada kemampuan untuk bisa “membaca”,
“menulis”, “menghitung”, dan mengomunikasikan imannya.Dalam ranah demikian,
sering tumbuh berbagai kebijakan yang mengorbankan kaum miskin.Mereka menjadi
semakin terpinggirkan dalam dunia pendidikan.
Mereka mengalami kesulitan struktural untuk
mengenyam pendidikan sebab pendidikan layaknya tidak untuk mereka. Selain itu,
pendidikan juga menjadi barang yang mudah dipermainkan tanpa kesadaran utama
bahwa di atas pendidikan inilah bangsa kita akan membangun peradaban dan
kebudayaannya. Hikmah filosofis para pendahulu kita mengenai pendidikan pun
kerap diabaikan hanya karena ia dinilai tidak menguntungkan secara ekonomis.
Inilah ironisme dunia pendidikan kita.
Mengembalikan
Jati Diri
Dalam situasi sekarang perlu didesakkan kepada
pemerintah untuk kembali memikirkan ihwal mendasar tentang landasan pendidikan
kita. Kembali membaca bahwa pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan menciptakan suatu kemerdekaan manusia yang bermartabat, bukan sekadar soal
angka dan dunia bendawi lainnya. Kembali harus direnungkan dan disadari selama
ini elite politik bangsa ini masih enggan memahami dan memiliki kemauan
menjalankan amanat konstitusi UUD 1945.
Hal yang perlu diselami oleh hati nurani para
elite tersebut bahwa tujuan utama kemerdekaan ini adalah kecerdasan dan
kesejahteraan masyarakat. Dua hal ini sering dilupakan dalam berbagai kebijakan
para elite politik. Selama elite berkuasa,mereka berpura-pura tidak memahami
tujuan tersebut. Dalam konstitusi jelas dinyatakan bahwa pendidikan merupakan
tanggung jawab negara. Negara berkewajiban memberikan pendidikan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.Pendidikan yang mahal adalah akibat negara tidak
menjalankan amanat konstitusi.
Pendidikan diarahkan ke konsep privatisasi
hanya semata- mata karena penguasa mengabaikan amanat konstitusi. Negara enggan
menggunakan politik anggarannya untuk membiayai pendidikan, namun justru
memprioritaskan untuk menyubsidi orang kaya dan kepentingan para komparador
ekonomi.Inilah yang membuat pendidikan tidak pernah menyentuh hal yang mendasar
yakni membuat anak bangsa ini cerdas dan berkarakter.Visi pendidikan sudah
seharusnya berangkat dari nation and character building.
Di Amerika,dari warna kulit dan agama apa pun
anak didik, mereka mengatakan, “I am American!”Tapi di negara kita, dapat
dirasakan orang yang mulai merasa malu mengaku sebagai “Indonesia”. Ini tentu
hal ironis. Dari bangku sekolah seharusnya kebudayaan dibangun sebagai jembatan
bagi proses integrasi sosial dan bangsa. Bukan media yang menumbuhkembangkan
diskriminasi dengan membedakan kasta sosial berlapis-lapis.
Mulai dari mereka yang kaya dan pintar, mereka
yang kaya tapi bodoh,mereka yang miskin tapi pintar,serta mereka miskin dan
bodoh. Stratifikasi seperti ini juga berlaku dalam standar sekolah seperti
sekolah nasional dan sekolah internasional, sekolah percontohan, dan
seterusnya. Masyarakat merasakan pola pembedaan akses pendidikan dengan model
“kasta ekonomi”seperti ini.Tapi, elite politik acuh.Pendidikan sudah seharusnya
mencerminkan realitas objektif masyarakat.
Bila kondisi sosial,ekonomi, dan geografi
Indonesia adalah maritim,bagaimana kesadaran dan sistem maritim melekat dalam
kurikulum pendidikan. Jadi,hal yang dibutuhkan sebenarnya adalah ada orientasi
yang jelas agar pendidikan mampu membawa perubahan dalam kehidupan. Menyedihkan
sekali untuk mengatakan para elite kita terlalu rendah kadar kesadaran
pendidikannya. Elite-elite lebih banyak berpikir sempit dan jangka pendek.
Ketulusan dan perjuangan bagaimana pendidikan bangsa ini maju luntur karena
pikiranpikiran sempit ini.
Upaya memajukan pendidikan bangsa ini adalah
sebuah pekerjaan panjang dan tidak mungkin selesai besok.Sudah waktunya
menyadari bahwa kemajuan bangsa ini dicerminkan dari sejauh mana kebijakan
pendidikan memberikan fasilitas terbaik bagi warganya. Keberhasilan utama
pemerintah dalam pendidikan adalah dalam konteks mensosialisasikan arti penting
pendidikan bagi masyarakat.
Benny
Susetyo ;
Budayawan,
Sekretaris Eksekutif Komisi HAK KWI
SINDO,
24 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi