Kurikulum hanyalah salah satu komponen
pengubah untuk hasil dan luaran pendidikan yang memuaskan. Selain itu, masih
perlu diiringi dalam satu paket dengan penyiapan guru dan laboratorium,
termasuk ideologi di balik kurikulum itu sendiri.
Perubahan kurikulum adalah suatu
keharusan, mengingat zaman berubah, termasuk cita-cita jangka panjang negara.
Dalam konsepsi kurikulum baru, penyusunannya merespons perubahan aspek
eksternal, seperti globalisasi, persoalan lingkungan, dan kemajuan teknologi.
Di samping diakui bahwa praktik
kurikulum sekarang bernuansa padat bahan, hafalan, dan belum cukup analisis
yang memuaskan apa sebenarnya akar masalah utamanya. Pada sisi cita-cita
pembangunan jangka panjang, kurikulum belum jelas untuk menjawab tantangan yang
akan dihadapi. Serta, kondisi akhir seperti apa generasi sekarang setelah
memperoleh kurikulum baru.
Oleh karena itu, penyusunan kurikulum
mesti merestorasi beberapa resultan. Tidak saja perubahan internal dan
eksternal saat sekarang, tetapi juga kondisi apa yang ingin dituju oleh negara
Indonesia berdasarkan beberapa ideologi.
Ideologi evaluasi Berbagai perubahan
komposisi mata ajar telah diperlihatkan dalam kurikulum baru. Intinya, menambah
jam belajar dan mengubah komposisi mata ajar. Dasar dari perubahan juga tidak
terlalu diketahui, mengingat keyakinan bahwa mungkin tidak banyak academic
paper yang disusun sebelum lahirnya kurikulum baru ini.
Hingga saat ini, boleh dikata, hasil
kajian akademik yang mengungkap apa saja keterbatasan dari kurikulum saat ini sangat
minim. Apakah karena komposisi mata ajar atau jangan-jangan bukan. Berbagai
penelitian tentang kualitas pendidikan memperlihatkan 60 persen lebih dari
penelitian itu membuktikan bahwa kualitas guru lebih dominan menjelaskan
capaian hasil proses belajar mengajar, kemudian diikuti oleh ketersediaan buku
dan laboratorium. Unsur kenaikan gaji dan kurikulum memerankan relatif sedikit.
Temuan kajian terdahulu dapat secara
kasat mata kita lihat, mengapa kualitas pendidikan lahir pada organisasi
sekolah dengan dipimpin oleh kepala sekolah dan memiliki guru yang lebih
menguasai unsur pedagogi dan diikuti oleh praktik pembelajarannya secara baik.
Sekolah yang baik juga dilahirkan dari kurikulum sekarang. Sementara, banyak
sekolah yang gagal mempraktikkan kurikulum secara benar.
Kurikulum Barat bukanlah suatu yang
ideal. Apalagi kurikulum tersebut terang-terangan menghasilkan kualitas, tetapi
tanpa perasaan quality without a soul. Hal ini diperlihatkan dengan semakin
tumpulnya emosional anak didik, rendahnya daya tanggap terhadap lingkungan,
semakin sering munculnya tawuran, melemahnya kedisiplinan, dan sikap apatis.
Dalam konsepsi luaran pendidikan, jelas konsepsi kognitif, psikomotorik, dan
soft skills menghasilkan manusia yang semakin lengkap melalui pendidikan. Akan
tetapi, kombinasi ketiga capaian keseimbangan ranah di atas hanyalah
menghasilkan manusia-manusia yang tidak seiring dengan pengenalan dirinya
dengan Sang Pencipta.
Jika kurikulum minus spiritual
dikembangkan maka produk pendidikan akan mirip dengan pendidikan yang
melahirkan manusia sekuler. Padahal, sebuah kurikulum yang komprehensif,
persoalan agama mesti terakomodasi alias melekat dalam proses pengenalan,
keyakinan, dan praktik-praktik beragama yang benar. Unsur inilah yang belum
terjabarkan dalam kurikulum baru ini.
Jika kita bangun kurikulum yang sensitif
terhadap agama maka akan lahir anak-anak yang tidak saja ilmu dan
keterampilannya cocok dengan tuntutan zaman, tetapi juga soft skills dan cara
beragama yang semakin sempurna. Pada unsur yang terakhir, pemenuhan unsur
beragama yang benar dan menjalankan secara taat adalah merupakan hasil dari
sebuah kurikulum yang membuat manusia menjadi khalifah yang siap dalam
memberikan fungsinya.
Tindak
Lanjut
Jika kurikulum baru ingin diterapkan, alangkah
baiknya jika diterapkan terlebih dahulu melalui uji coba. Uji coba seperti
menyiapkan program-program ikutannya, di antaranya menyiapkan pendidik,
melengkapi sarana penunjang pendidikan, meningkatkan suasana akademik, dan
manajemen sekolah.
Ketergesaan tidak diperlukan mengingat
setelah kurikulum jadi, tak ada jaminan pelatihan guru dapat mendongkrak
kemampuan pedagogis serta kemampuan akademik terhadap keilmuan yang akan
diberikan. Pemahaman kurikulum mungkin mudah, tapi memerlukan waktu dan sistem
pengembangan kapasitas guru yang cukup lama.
Lebih-lebih persoalan klasik guru banyak
dihasilkan dari input individual dan kelembagaan penghasil yang jauh dari
memuaskan. Semoga penataan pendidikan ke depan dapat melahirkan sebuah
pembaruan peradaban yang dihasilkan melalui pendidikan.
Elfindri
;
Guru
Besar Ekonomi SDM Universitas Andalas
REPUBLIKA,
29 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi