Ketertinggalan pendidikan kita bila
dibandingkan dengan negara lain bukan karena pendidikan kita tidak mengalami
kemajuan, tetapi lebih karena negara lain mengalami kemajuan yang jauh lebih
pesat daripada kita.
Pesatnya perkembangan pendidikan di negara
lain terjadi karena suburnya iklim berkreasi dalam bidang pendidikan. Baik
guru-murid maupun dosen-mahasiswa mempunyai daya kreativitas yang tinggi
sehingga mampu melahirkan berbagai konsep pendidikan yang maju.
Kemajuan pendidikan kita lamban karena tidak
ada ruang kreativitas untuk mengembangkan pendidikan sesuai tantangan zaman.
Baik guru-murid maupun dosen-mahasiswa tidak mendapat kesempatan berkreasi
karena sistem pendidikan kita menganut pola jawatan-birokratis. Seluruh
kebijakan ditetapkan pemerintah dalam bentuk peraturan perundangan yang harus
dipatuhi oleh baik guru-murid maupun dosen-mahasiswa layaknya sebuah instansi
pemerintah.
Pola
Jawatan
Artinya, sampai saat ini sekolah dan perguruan
tinggi negeri dikategorikan sebagai satuan kerja pemerintah, sedangkan guru dan
dosen dikategorikan sebagai pegawai pemerintah. Maka, sekolah dan perguruan
tinggi tidak dapat berkreasi karena harus sepenuhnya patuh, termasuk
organisasi, tata kerja, dan pengelolaan sumber dayanya.
Kreativitas mati karena terikat pada peraturan
kepegawaian yang berlaku. Semua sekolah dan perguruan tinggi harus mempunyai
organisasi dan tata kerja yang sama sesuai ketentuan kementerian dan lembaga
pemerintah nondepartemen. Karena itu, tidak ada keunikan bagi sekolah/perguruan
tinggi dan guru/dosen karena semua harus mematuhi peraturan perundangan
sehingga sama dengan yang lainnya.
Padahal, kunci kemajuan pendidikan adalah pada
daya kreasi para insan pendidikannya. Daya kreasi tersebut hanya mungkin
terjadi apabila lembaga dan insan pendidikan otonom, bukan pegawai pemerintah
dengan mentalitas pegawai.
Karena itu, pola pikir dan pola kerjanya
adalah pola jawatan-kantor-birokrasi. Tampak jelas kunci keberhasilan
pendidikan kita terletak pada tata kelola lembaga dan insan pendidikan, bukan
semata-mata kepada kemampuan intelektualitas insan pendidikan kita ataupun
besarnya anggaran pendidikan.
Perubahan paradigma pendidikan kita harus
segera ditempuh jika tidak kita akan terus-menerus tertinggal oleh negara
lainnya. Tanpa perubahan paradigma, pendidikan kita tidak akan bermanfaat bagi
rakyat Indonesia. Inilah saatnya kita melakukan reformasi pendidikan dengan
menjadikan lembaga dan insan pendidikan sebagai entitas otonom dan akuntabel.
Lembaga pendidikan tidak lagi sebagai jawatan-kantor-satuan
kerja pemerintah, dan insan pendidikan tidak lagi sebagai pegawai pemerintah.
Dengan demikian, kreasi dan kreativitas dalam bidang pendidikan dapat terjadi
dan berkembang sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing demi memacu
peningkatan mutu.
Urusan
Anggaran
Mengapa selama ini sebagai satuan kerja dan
pegawai pemerintah? Tentu karena peraturan perundangan menyatakan bahwa
anggaran pemerintah hanya dapat diberikan kepada instansi pemerintah dan
pegawai pemerintah. Jika hanya itu kendalanya, seharusnya dapat dicarikan jalan
keluar sehingga lembaga yang otonom dan insan pendidikan yang otonom dapat
menerima anggaran pemerintah, yaitu dengan merevisi undang-undang keuangan
negara.
Di banyak negara, lembaga pendidikannya otonom
dan juga insan pendidikannya otonom, dan mereka mendapatkan pendanaan penuh
dari pemerintah. Pendanaan tersebut diberikan bukan karena status lembaga,
tetapi karena fungsinya, yaitu menjalankan pendidikan. UUD 1945 menyatakan
bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab negara, dan hal ini dapat diwujudkan
seandainya pemerintah mendanai fungsi pendidikan baik lembaga pemerintah maupun
swasta.
Dengan menjadikan lembaga pendidikan sebagai
entitas yang otonom dan insan pendidikan sebagai profesi yang otonom, tidak ada
lagi dikotomi antara lembaga pendidikan negeri dan swasta, antara lembaga
pendidikan umum dan agama, serta antara lembaga pendidikan umum dan kedinasan.
Dengan memberi otonomi kepada lembaga dan
insan pendidikan, pemerintah justru memberdayakan lembaga dan insan pendidikan
dalam meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan kondisi dan kapasitasnya.
Otonomi sebenarnya kunci keberhasilan
pendidikan karena otonomi menciptakan generasi mendatang yang punya daya nalar
kritis. kreatif, dan visioner. Hakikat pendidikan sebenarnya adalah kebebasan
berpikir dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab.
Satryo
Soemantri Brodjonegoro ;
Dirjen
Dikti (1999-2007);
Guru
Besar ITB; Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
KOMPAS,
08 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi