Ikhtiar
PTS Tampil Kian Seksi
HASIL ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNM PTN) baru saja diumumkan. Menurut panitia SNM PTN, 618.804
peserta memperebutkan 106.363 kursi dari 61 PTN di Indonesia. Artinya, hanya
sekitar 17 persen yang dapat ditampung.
Jumlah
lulusan SMA tahun ini 1.517.125 siswa. Padahal, selain lulusan 2012, peserta
SNM PTN juga berasal dari lulusan SMA hingga tiga tahun sebelumnya. Dapat
dikatakan bahwa lebih dari 60 persen lulusan SMA tidak melanjutkan ke PTN.
Ke mana
mereka? Ke mana juga peserta SNM PTN yang dinyatakan tidak lulus hari ini?
Seberapa signifikankah perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi alternatif ? Ada
beberapa sebab hipotetis mengapa tidak semua lulusan SMA mengikuti SNM PTN.
Yakni, alasan ketidakmampuan biaya, langsung bekerja, mengikuti kursus pendek,
mempersiapkan ikut SNM PTN tahun depan, atau langsung ke PTS. Kenapa ke PTS?
Apakah karena tidak percaya diri lolos SNM PTN ataukah melihat PTS lebih
menarik daripada PTN.
Bagi mereka
yang PTN minded tetapi cukup berduit, tidak lulus SNM PTN tak jadi masalah.
Mereka bisa mencoba masuk lewat pintu jalur mandiri. Sebaliknya, yang kurang
mampu mungkin harus menunggu tes tahun depan sambil mempersiapkan diri lebih
baik lagi. Kalau urusannya kualitas, sebenarnya PTS sudah banyak berbenah.
Persaingan
Biaya
Zaman telah
berubah. PTS harus dilihat secara positif sebagai partisipasi masyarakat
memenuhi kebutuhan pendidikan tinggi yang belum bisa dipenuhi negara. PTS sudah
banyak mengejar ketertinggalan dan berupaya tampil "seksi" agar
memikat calon mahasiswa. Dari sisi biaya, belum tentu PTS lebih mahal dan dari
sisi kualitas, belum tentu lebih rendah daripada PTN. Banyak fakta yang
mendukung.
Soal biaya,
misalnya. Kini tak jarang tarif di PTN yang sudah disubsidi oleh negara lebih
mahal daripada biaya di PTS. Penelusuran Radar Malang (Jawa Pos Group) edisi
Jumat (26/6) menemukan biaya masuk jalur mandiri di Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya (UB) ternyata lebih tinggi daripada di dua PTS
tetangganya. Di UB, dana masuk sebesar Rp 155 juta, sedangkan di Unisma Rp 135
juta dan UMM Rp 110 juta. Tren yang sama juga terjadi pada jurusan-jurusan
lain. Kreativitas dan keberhasilan PTS dalam menggali dana alternatif di luar
dana dari mahasiswa, seperti mengembangkan business center, memungkinkan mereka
dapat menutupi biaya operasional universitasnya.
Memang,
masih banyak gangguan citra PTS. Perilaku beberapa PTS yang menyelenggarakan
pendidikan seenaknya, penjual ijazah, serta kinerja kampus pas-pasan bisa turut
mendukung kesan itu. Tapi, tentu tak bisa digeneralisasi. Sangat banyak PTS
yang serius mengejar prestasi.
Di era
keterbukaan seperti saat ini, tak ada alasan untuk tidak mengetahui jeroan PTN
maupun PTS. Secara transparan, publik bisa melihat peringkat PT di Indonesia
melalui berbagai media. Banyak lembaga baik, termasuk dari luar negeri, yang
memeringkat PT Indonesia.
Untuk
melihat akreditasi institusi ataupun akreditasi program studi, kita bisa
mengintip dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) PT. Dirjen Dikti juga pernah
membuat rilis "50 Promising Universities" yang tidak membedakan PTN
maupun PTS. Beberapa media, seperti Tempo dan Globe Asia, secara berkala memuat
peringkat nasional PT dan tak sedikit peringkat PTS mengalahkan PTN.
Di sisi
lain sejak 2010, lembaga pemeringkatan yang berpusat di London, QS Star, mulai
merilis perolehan bintang untuk PT di Indonesia. Dari rilis itu diketahui tak
sedikit PTS yang meraih predikat "bintang dua", sementara banyak PTN
yang belum berbintang. Pemberian predikat itu tidak main-main karena
penilaiannya diambil dari lima indikator, yakni kesuksesan lulusan, kualitas
pengajaran, infrastruktur, internasionalisasi, dan "daya tempur"
(engagement).
Di bidang
keseriusan mengelola website universitas, saat ini populer dua sumber, yakni
Webometrics yang berpusat di Spanyol dan 4icu (4 International College and
Universities) yang berpusat di Australia. Keduanya mengumumkan capaian PT di
Indonesia, termasuk dibandingkan PT di luar negeri. Sekali lagi, dalam
penilaian orang asing itu, banyak PTS yang tak kalah peringkatnya dari PTN.
Bersaing
Keunggulan
Di luar itu
semua, upaya Kopertis Wilayah VII Jawa Timur yang rutin memberikan penilaian
kepada PTS setiap tahun sejak 2008 layak memperoleh apresiasi. Secara serius,
Kopertis menilai kampus-kampus swasta di Jawa Timur dan memberikan Anugerah
Kampus Unggul (AKU) yang skornya paling baik. Penilaiannya didasarkan pada tiga
aspek: tata kelola dan kelembagaan; penelitian dan pengabdian masyarakat; serta
pembinaan kemahasiswaan.
Aspek tata
kelola dan kelembagaan didasarkan, antara lain, pada keandalan pelayanan
administrasi, status akreditasi, dan yang tak kalah penting sebagai kampus
swasta adalah keharmonisan hubungan antara pengelola PT dengan yayasan. Aspek
penelitian dan pengabdian masyarakat dilihat dari produktivitas PT melaksanakan
dua butir dari Tri Dharma PT itu. Aspek kemahasiswaan dinilai dari cara PT
mengelola dinamisasi mahasiswa, baik dari kegiatan intra maupun ekstra kampus,
dan perolehan prestasi mereka di kancah lokal, nasional, maupun internasional.
Hasil AKU rutin dipublikasikan, termasuk di internet.
Perlu
mengubah mindset untuk mempertimbangkan PTS sebagai pilihan utama. Di
negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, kampus-kampus hebat justru
merupakan universitas swasta. Sebut saja, Harvard University, Yale University,
University of Chicago, Columbia University, dan Stanford University. Mereka
tergolong sebagai private universities yang sangat disegani di dunia.
Nasrullah
Dosen
komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
JAWA POS,
11 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi