Mendidik
Anak Genius
Pemerintah Kota Yogyakarta melalui dinas
pendidikannya membuat gebrakan baru dengan program pendidikan anak genius.
Calon siswa sekolah dasar (SD) yang memiliki
tingkat kecerdasan di atas rata-rata, atau yang disebut sebagai cerdas
istimewa, diikutsertakan dalam program ini untuk diberi pelayanan pendidikan
yang istimewa, antara lain dengan diberi pendampingan oleh guru pendamping
khusus.
Apakah ada syarat khusus untuk dapat menembus
program baru itu? Tentu ada! Salah satu syarat: calon siswa SD sudah mendapat
rekomendasi dari psikolog terkait dengan kecerdasannya. Adapun lembaga yang
dipercaya mengeluarkan surat rekomendasi itu adalah Fakultas Psikologi UGM
Yogyakarta.
Terlepas dari sejauh mana tingkat keberhasilannya
nanti, kita perlu memberi apresiasi kepada Pemkot Yogyakarta yang berani
menyelenggarakan program pendidikan anak genius.
Realitasnya tak ada pemerintah kabupaten/kota di
Indonesia yang berani menyelenggarakan program serupa untuk satuan SD. Kalaupun
ada, bisa dihitung dengan jari jumlahnya.
Tiga
Pendekatan
Anak genius adalah anak yang memiliki tingkat
kecerdasan luar biasa. Kecerdasan itu sendiri merupakan kemampuan mental yang
dibawa semenjak lahir untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan memecahkan
masalah.
Dalam dunia psikologi pendidikan, ada beberapa
terminologi yang dipakai untuk menyebut anak genius, antara lain genius
children, gifted children, exceptional gifted children, hoogbegaafd, talented
children, bright children, high ability, superior, supernormal.
Pakar psikologi menyatakan, kegeniusan anak bisa
diukur dengan tes IQ. Anak yang memiliki IQ di atas 140 baru layak disebut
sebagai anak genius.
Setidak-tidaknya terdapat tiga pendekatan untuk
mendidik anak genius, masing-masing adalah pendekatan pengayaan, pendekatan percepatan,
dan pendekatan pengelompokan.
Pendekatan pengayaan ditempuh dengan penyediaan
kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat vertikal (intensif,
pendalaman) dan horizontal (ekstensif, perluasan). Pengayaan diberikan setelah
anak genius menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya dan siswa di kelasnya.
Praktiknya nanti, anak genius yang menjadi siswa
SD dapat diberi tugas perpustakaan, belajar bebas, mempelajari kasus tertentu,
dan sebagainya.
Pendekatan percepatan dapat ditempuh dengan
memperbolehkan anak genius menyelesaikan program reguler sebelum waktunya.
Praktiknya nanti anak genius yang menjadi siswa SD bisa naik kelas secara
meloncat, naik kelas sebelum masa akhir tahun tiba, atau merangkap kelas
misalnya di kelas II dan III atau kelas IV dan V sekaligus.
Pendekatan pengelompokan dapat ditempuh dengan
mengelompokkan anak-anak genius jadi satu dan menerima pembelajaran khusus.
Praktiknya nanti, anak-anak genius bisa dikelompokkan ke dalam sekolah atau SD
khusus, atau ke dalam kelas khusus di suatu SD, atau tetap saja berbaur dengan
siswa lain tetapi terjadwal pertemuan khusus.
Dua
Faktor
Kesuksesan mendidik anak genius setidak-tidaknya
ditentu- kan dua faktor yang tidak dapat saling dipisahkan: guru pendamping dan
manajemen kelas.
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan program
pendidikan anak genius di Kota Yogyakarta, sepertinya dinas pendidikan sudah
menyiapkan guru pendamping khusus. Kalau benar, ini merupakan langkah strategis
untuk merealisasi program: pasalnya, mencari guru pendamping khusus anak genius
bukan merupakan pekerjaan mudah.
Seorang guru pendamping anak genius atau guru
pendamping khusus di samping harus cerdas juga dituntut kreatif dan memiliki
pengalaman mendidik anak cerdas dan/atau anak genius. Praktiknya nanti, tidak
sembarang guru SD bisa mendampingi siswanya yang genius. Di sisi lain, guru
pendamping khusus anak genius di SD dimungkinkan sebagian justru bukan guru SD.
Faktor kedua menyangkut manajemen kelas yang berpotensi
menjadi masalah rumit untuk mengelola anak genius. Kalau dalam satu kelas di SD
nanti ada empat anak genius saja, misalnya, jangan pernah dibayangkan bahwa
keempat anak tersebut memiliki potensi, keinginan, minat dan kemampuan yang
sama. Bisa jadi anak yang satu ingin ke timur, sedangkan ketiga yang lain ingin
ke barat, ke utara, dan ke selatan.
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta menginformasikan
bahwa pendidikan anak genius nantinya akan dilakukan secara inklusif. Artinya,
anak-anak genius nantinya akan dibaurkan menjadi satu dengan siswa-siswa lain.
Kiranya perlu diingat bahwa mendidik anak genius
secara inklusif (berbaur) ini tidak lebih mudah dibandingkan dengan eksklusif
(khusus) karena semua perlakuan terhadap anak genius harus mempertimbangkan
perlakuan terhadap siswa lainnya: soal waktu, soal tempat, soal suasana, soal
materi, dan sebagainya.
Kita doakan saja penyelenggaraan pendidikan anak
genius nantinya akan berhasil dan bermanfaat untuk kita.
Ki
Supriyoko
Direktur
Pascasarjana Pendidikan
Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
KOMPAS,
09 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi