Mogok di
Hari Pertama, 100 Km/Jam Hari-Hari Berikutnya
"MOGOK lagi ya, Pak?" tanya seorang
wartawan melalui SMS. Rupanya, sekitar pukul 17.00 itu Twitter sudah ramai
berkicau bahwa uji coba hari kedua mobil listrik Ahmadi ini mogok lagi. Bukan
main senangnya mereka yang berharap proyek mobil listrik itu gagal.
Maka, untuk
menambah kegembiraan itu, saya pun menjawab sekenanya: Mogoooooook! Hehehe!
Saat itu
sebenarnya uji coba belum dimulai. Jam-jam itu (Selasa, 17 Juli 2012) saya
masih bersama wartawan di restoran di Depok, 2 km dari workshop milik Dasep
Ahmadi. Uji coba baru akan dimulai pukul 19.00. Memang awalnya uji coba
dilakukan pada pukul 15.00. Yakni, setelah saya kembali dari mengikuti Bapak
Presiden SBY menghadiri HUT GP Ansor di Solo.
Begitu tiba
di Depok, ternyata mobil belum siap. Belum mulai di-charge. Bahkan, belum bisa
di-charge. Masih ada persoalan yang belum terpecahkan: Mengapa charging-nya
tidak berfungsi. Beberapa teknisi (anak-anak lulusan SMK, D-3, dan madrasah
aliyah) masih mencari-cari di mana kabel yang tidak nyambung. Dasep Ahmadi,
pencipta mobnas listrik itu, terlihat batuk-batuk kecil. Wajahnya kusut dan
rambutnya berantakan.
Kelihatan
sekali Dasep kurang tidur. Sudah seminggu memang Dasep dan anak buahnya
begadang siang-malam.
Mereka
terus mencari penyebab "mogoknya" mobil listrik itu di uji coba hari
pertama. Sungguh penasaran: Mengapa mobnas listrik Ahmadi itu tiba-tiba
kehilangan power justru ketika perjalanan sejauh 50 km tersebut kurang 1 km
lagi.
Memang
perjalanan itu akhirnya tiba juga di pintu masuk gedung BPPT, tujuan akhir
perjalanan. Namun, 1 km terakhir itu (antara Bundaran Hotel Indonesia ke BPPT)
dilakukan dengan sangat pelan dan beberapa kali terhenti.
Syukurlah,
pengecekan satu per satu kabel yang banyak itu akhirnya menemukan penyakit yang
dicari: Ada sambungan kabel menuju accu yang ternyata tidak nyambung. Jam sudah
menunjukkan pukul 15.00. Tidak nyambungnya itu tidak gampang dilihat karena
connecting-nya di dalam boks kecil.
Pantas
listrik untuk uji coba hari pertama itu hanya cukup untuk dari Depok ke
Bundaran Hotel Indonesia. Pantas untuk bisa menyelesaikan sisa 1 km terakhir
itu harus berhenti dulu beberapa saat. Ternyata, charging malam menjelang uji
coba pertama tersebut tidak bekerja. Berarti uji coba hari pertama itu hanya
menggunakan sisa setrum yang lama.
Tentu itu
bukan masalah yang besar. Bahkan, amat sepele. Begitu konektornya diberesin,
charging bisa dilakukan lagi. Jreng! Charging berjalan lancar. Aliran listrik
masuk ke dalam accu dengan derasnya.
Sambil
menunggu pengisian listrik itulah, kami menuju restoran dengan perasaan lega.
Bahwa di Twitter sudah beredar mobnas mogok lagi, saya anggap sebagai lauk
santap sore.
Lantaran
charging baru dimulai pukul 16.00, berarti uji coba kedua itu baru bisa
dilakukan paling cepat pukul 19.00. Hari sudah malam. Tapi, kami mensyukurinya.
Sekalian bisa diuji apakah lampunya berfungsi. Ternyata, tidak masalah.
Masalah
baru justru ketika menapaki tanjakan terjal yang ternyata gagal. Dasep Ahmadi,
yang berada di sebelah saya, langsung mengambil kesimpulan: Pengaturan gear-nya
kurang tepat. RPM-nya terlalu besar. Ibarat mobil biasa yang menanjak dengan
gigi 5.
Persoalan
tanjakan itu tentu lebih serius daripada persoalan mogok di hari pertama. Tapi,
saya yakin bahwa Dasep akan bisa mengatasinya. Lulusan Teknik Mesin ITB yang
memperdalam ilmunya di Jerman dan Jepang tersebut sangat mampu di bidang itu.
Bukankah
Dasep sudah mampu membuat, memproduksi, dan mengekspor mesin NCR? Mesin yang
fungsinya untuk membuat mesin itu? Itu jauh lebih sulit daripada membuat mobnas
listrik. Dia sudah terbukti bisa membuat "ibunya" mesin. Tentu
persoalan pindah gear bisa dia atasi.
Malam itu,
untuk mencapai puncak tanjakan, mobil terpaksa harus didorong. Setelah melewati
tanjakan tersebut, mobil kembali meluncur dengan gesitnya. Apalagi ketika
memasuki jalan tol Jagorawi. Sangat mulus dan cepat. Satu-satunya
"hantu" di otak adalah bayangan kehabisan setrum. Karena itu,
teman-teman Jasa Marga menyiapkan fasilitas charging di pintu-pintu tol.
Ternyata,
hantunya tidak muncul. Staf Jasa Marga yang telanjur siap di pintu tol tidak
perlu turun tangan. Mereka melambai-lambaikan tangan saat mobnas listrik hijau
ngejreng itu melewati pintu tol tanpa persoalan.
Di jalan
tol itulah kesempatan uji kecepatan dilakukan: 60, 70, 80, 90, dan akhirnya 100
km/jam. Stabil dan cepat. ???... alangkah senang hatiku, hidup bersama denganmu
... ???. Baru di dekat Taman Mini Indonesia Indah kecepatan harus diturunkan:
Hujan turun meski tidak deras. Wah, sekalian dapat "bonus" bisa uji
coba kestabilan dan penyapu kaca. Nema problema!
Bahkan,
saat melewati Cawang yang agak menanjak itu, mobil meluncur dengan kecepatan 60
km/jam. Di sepanjang tol kawasan Gatot Subroto juga sing-sing-so. Maka, kami
tiba di Pacific Place dengan horeee...! Saya berhenti sejenak di sini karena
harus memenuhi undangan menteri BUMN yang sebenarnya, Tanri Abeng. Setelah itu,
kami memacu lagi mobnas listrik tersebut ke acara lain di Wisma Antara di dekat
Monas.
Menjelang
tengah malam, mobil saya bawa pulang. Sekalian sudah saatnya di-charge lagi.
Saya menggunakan colokan listrik Pacific Place karena rumah saya dekat-dekat
situ. Besok paginya akan saya gunakan ke Monas: olahraga di sana.
Tentu saya
masih penasaran pada kegagalan melewati tanjakan malam itu. Di hari ketiga ini
saya coba menaiki tanjakan di halaman gedung Kementerian BUMN yang juga terjal.
Ternyata, sama sekali tidak masalah. Saya muter sekali lagi untuk
mengulanginya. Juga tidak masalah. Saya ulangi untuk kali ketiga: juga laa
musykilah! Kabar baik itu segera saya sampaikan ke Dasep Ahmadi. Untuk tambahan
bahan analisis.
Siangnya,
uji coba dilanjutkan menuju Bandara Soekarno-Hatta. Saya memang harus ke
Solo-Magetan-Jogja. Menjelang Semanggi, timbullah waswas: Bagaimana kalau tidak
kuat menanjaki jembatan Semanggi yang selalu macet itu? Kalau sampai mogok,
alangkah macetnya!
Tapi, tidak
boleh mundur. Tidak boleh ragu-ragu. La tahzan! Hanya, saya siapkan juga
langkah darurat: Mobil khusus mengikutinya di belakang. Kalau tidak kuat
menanjak, dorong saja dengan mobil itu. Paling rusak sedikit. Ternyata, mobnas
listrik tersebut bisa merambati tanjakan itu dengan mulus. Segera pula kami
kabarkan ke Dasep Ahmadi.
Lolos
tanjakan Semanggi, tentu tidak ada lagi tantangan berikutnya. Rasanya, tidak
akan ada faktor yang menyebabkan saya ketinggalan pesawat. Bahkan, di tol
menuju bandara itu saya sempat memacu 70, 80, 90, dan akhirnya 100 km/jam.
Terlihat beberapa mobil mengejar kami, membuka kaca dan melambaikan tangan
mereka.
Praktis,
uji coba di hari ketiga itu tidak mendapatkan pelajaran baru: Semuanya lancar
dan mulus.
Hari
berikutnya, tidak banyak kesempatan uji coba. Saya baru tiba dari Jogja tengah
hari. Dari bandara, langsung mengikuti sidang kabinet di istana. Maka, mobnas
listrik Ahmadi saya minta menjemput di Istana Merdeka. Setelah sidang kabinet
usai, saya meninggalkan istana dengan mengendarai mobnas listrik tersebut.
Dalam hati,
saya berjanji untuk tidak mengecewakan istana. Saya bangga dengan dukungan yang
begitu kuat dari Bapak Presiden SBY untuk kelahiran mobil listrik itu. Saya
juga bertekad untuk tidak mengecewakan para rektor yang telah membeberkan hasil
riset mereka yang mendalam mengenai mobil listrik tersebut.
Sepanjang
perjalanan pulang dari istana, saya banyak tersenyum. Di samping karena mobnas
listrik sudah masuk istana, dalam sidang kabinet sore itu Presiden SBY juga
menggunakan bahasa terang: Seluruh menteri dan anak buahnya, termasuk seluruh
jajaran BUMN, tidak boleh main kongkalikong dengan DPR soal anggaran negara!
Saya akan
kian tegas menerapkan penegasan Presiden SBY itu ke dalam jajaran BUMN!
Hari
kelima, Jumat, 20 Juli 2012, uji coba dimulai pukul 05.00: menuju Monas.
Setelah berolahraga, saya mencoba lagi tanjakan di halaman Kementerian BUMN
beberapa kali. Tidak ada masalah. Lantas, saya bawa mobnas listrik itu ke PLN
pusat dan saya tinggal di situ. Begitu banyak teman PLN yang mencobanya: Dirut
Nur Pamudji, Direktur Murtaqi Syamsudin, Direktur Harry Jaya Pahlawan, dan
seterusnya.
Selama lima
hari uji coba, rasanya persoalan tanjakanlah yang terberat. Kalau persoalan itu
terpecahkan, kita benar-benar menaruh harapan akan proyek tersebut.
Benar
kesimpulan penelitian UI, UGM, ITB, ITS, dan UNS yang disampaikan di sidang
kabinet di Jogjakarta dua bulan lalu: sudah saatnya mobil listrik harus
diproduksi. Sekarang juga.
Setelah
lima hari uji coba itu, saya selalu membayangkan: alangkah sehatnya hidup ini
kalau tidak harus menghirup asap knalpot yang begitu tebal setiap hari.
Alangkah leganya napas kita kalau semua kendaraan beralih ke listrik. Langit
Jakarta akan cerah lagi. Paru-paru akan bernapas lega.
Dan, tidak
akan ada lagi demo BBM yang begitu masif dan begitu ributnya!
Bus listrik
LIPI sudah lahir dengan sempurna. Saya sudah mencobanya dengan kesimpulan yang
meyakinkan: sudah andal di tanjakan. Mobil listrik Ahmadi sudah lima hari diuji
coba. Tiga minggu lagi lahir pula tiga mobil listrik berikutnya.
Era mobil listrik Indonesia segera tiba!
Dahlan
Iskan ; Menteri Negara BUMN
JAWA POS,
23 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi