Tuntutan
Budaya Mutu
PRESTASI membanggakan diraih tiga kampus Indonesia
di level dunia. ITB, UI, dan UGM berhasil masuk 100 besar universitas ternama
di Asia. Bahkan, ITB berhasil masuk peringkat ke-82 dari 200 universitas
ternama di dunia. Data ini dapat diakses melalui The 4 International Colleges
and Universities (www.4icu.org) atau World Universities Web Ranking.
Sebelumnya, pada September 2011, UI dinobatkan
sebagai satu-satunya universitas di Indonesia yang berhasil masuk Top 300
Universities in the World. Berdasar penilaian Quacquarelli Symonds (QS) World
University Ranking, UI menduduki peringkat ke-217. Indikator yang digunakan
dalam pembuatan ranking ini meliputi academic reputation (40 persen), employer
reputation (10 persen), student/faculty ratio (20 persen), citations per
faculty (20 persen), international faculty (5 persen), dan international
students (5 persen).
Pemeringkatan universitas secara berkala ini
penting untuk menjamin terwujudnya budaya mutu. Cara ini juga diharapkan dapat
meningkatkan kinerja pimpinan perguruan tinggi (PT) untuk berkompetisi menjadi
yang terbaik dalam penjaminan mutu (quality assurance). Pada Juni 2009, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) pernah memublikasikan hasil evaluasi Sistem
Penjaminan Mutu Internal bagi PT seluruh Indonesia. Pada saat itu, ada 387 PT
yang diberi instrumen dan dinilai.
Hasilnya,
Dikti menetapkan 68 kampus yang layak disebut berpredikat good practices dalam
melaksanakan penjaminan mutu. Dasar penilaian yang digunakan meliputi
kurikulum, proses pembelajaran, kompetensi (mahasiswa, lulusan, dan dosen),
suasana akademik, sarana prasarana, keuangan, penelitian dan publikasi, pengabdian
masyarakat, manajemen lembaga, sistem informasi, serta kerja sama dalam dan
luar negeri. Penjaminan mutu berarti proses penetapan dan pemenuhan standar
pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga stakeholders memperoleh
kepuasan.
Secara
konstitusional, penjaminan mutu PT merupakan kewajiban. Diktum UU Nomor 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan urgensi kebijakan
yang mengatur standar untuk menjamin mutu pendidikan (pasal 50 ayat 2). PP
Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juga mengatur aspek detail
dalam proses penjaminan mutu. Demikian juga rumusan Higher Educational Long
Term Strategy (HELTS) yang diluncurkan Kemendikbud telah menegaskan urgensi
quality assurance sebagai wujud tanggung jawab PT pada publik.
Tidak bisa
tidak, setiap PT diharuskan untuk melakukan kegiatan audit, baik internal
maupun eksternal, oleh lembaga-lembaga independen seperti Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Yang perlu ditekankan bahwa sistem penjaminan
mutu ini harus dilakukan secara berkelanjutan (continuous improvement) agar ada
jaminan bahwa lulusan pendidikan tinggi adalah pribadi yang cerdas dan
kompetitif. Dalam jangka panjang, penerapan penjaminan mutu PT diharapkan dapat
meningkatkan indeks perkembangan manusia (human development index) sehingga
memiliki daya saing di level internasional.
Bangun
dari Kenyamanan
Karena
telah menjadi amanah konstitusi dan tuntutan global, setiap pendidikan tinggi
harus melakukan penjaminan mutu. Sebab, di masa mendatang eksistensi PT negeri
dan swasta tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Nasib PT akan sangat
ditentukan oleh penilaian mutu oleh stakeholders.
Hermawan
Kartajaya, guru marketing dunia, pernah menyatakan bahwa stakeholders memiliki
positioning yang sangat tinggi. PT yang tidak cerdas merespons kemauan
pelanggan (customer) pasti akan ditinggalkan. Jika situasi sudah demikian,
dapat dibayangkan nasib PT tersebut. Karena itu, salah satu tugas PT adalah
menjaga kepercayaan pelanggan dengan cara meningkatkan layanan agar
stakeholders terpuaskan.Substansi pengertian mutu sesungguhnya berkaitan dengan
terpenuhinya standar dan janji yang telah diutarakan PT pada stakeholders dalam
penyelenggaraan tridharma. Persoalan pemenuhan standar dan janji sebagai salah
satu indikator PT bermutu ini penting dikemukakan. Sebab, banyak PT yang telah
menentukan standar dan janji pada pelanggan, tetapi dalam perjalanannya tidak
pernah diukur pemenuhannya.
Kondisi
yang barangkali masih menguntungkan bagi PT yang belum mewujudkan budaya mutu
adalah kondisi masyarakat yang tidak banyak menuntut dan tidak tahu mutu
layanan PT. Akibatnya, PT merasa nyaman dengan apa yang dilakukan. Tetapi,
harus disadari, perkembangan masyarakat telah menunjukkan sikap yang semakin
kritis.
Fenomena
masyarakat yang tidak mau tahu dengan mutu layanan pendidikan sesungguhnya
tidak hanya dijumpai di level pendidikan tinggi. Pendidikan tingkat dasar dan
menengah juga menjumpai kondisi yang sama. Masyarakat umumnya tidak memiliki
kesadaran terhadap arti pentingnya penjaminan mutu pendidikan. Yang terpenting
adalah anaknya dapat mengenyam pendidikan. Sementara persoalan mutu pendidikan
dianggap bukan urusan mereka, melainkan tugas lembaga pendidikan. Padahal,
masyarakat sebagai pengguna sejatinya memiliki hak untuk memperoleh layanan
yang terbaik.
Menguatnya
kesadaran mutu dari masyarakat akan mendorong sistem pendidikan nasional menuju
banyak prestasi di level nasional dan internasional. Untuk itu, pimpinan
lembaga pendidikan tidak bisa tidak harus melaksanakan penjaminan mutu sebagai
wujud akuntabilitas pada masyarakat. Penjaminan mutu harus menjadi budaya seluruh
komponen dalam satuan pendidikan
Biyanto
Dosen
IAIN Sunan Ampel,
Asesor
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT)
JAWA POS, 25 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi