Minggu lalu Universitas Satyagama, Jakarta dalam
sidang disertasi terbuka dipimpim oleh Rektor/Ketua Senat Prof Dr Ir Soenardjo
Wirjoprawiro, MSi, berhasil meluluskan mantan Kepala Badan Pusat Statistik
(BPS), Sugito Suwito sebagai doktor baru dalam bidang Ilmu Pemerintahan yang
ke-105. Meskipun Sugito sebagai salah satu mahasiswa yang tergolong senior dari
segi usia, namun semangat dan perjuangannya mengikuti perkuliahan dan belajar
membuat iri para generasi muda. Karena menurutnya, belajar merupakan kegiatan
seumur hidup, sehingga yang bersangkutan bekerja dan belajar sangat keras dan
disertasinya mendapatkan nilai yang luar biasa dengan predikat Cum Laude.
Dalam disertasinya, Sugito menyoroti masalah
kemiskinan dan kesejahteraan di Indonesia. Ini merupakan kajian yang unik dan
menarik untuk diperbincangkan, apa lagi akhir-akhir ini pemerintah selalu
optimis, bahwa prosentase angka kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun
berhasil diturunkan dan kesejahteraan rakyat terus mengalami kenaikkan. Dari
data yang dikeluarkan pemerintah, angka kemiskinan terus membaik, seolah-olah
di atas kertas hasil kerja dan program pemerintah sangat luar biasa sesuai
dengan target dan sasaran yang ditetapkan. Namun, di sisi lain jarang diungkap
mengenai semakin melebarnya tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat, dan
secara kuantitatif jumlah penduduk miskin terus bertambah.
Sampai saat ini, batas garis kemiskinan itu
sendiri masih menjadi bahan perdebatan. Tahun 2011, pemerintah menetapkan batas
garis kemiskinan di Indonesia sebesar Rp 233.740,- per kapita per bulan atau
sekitar Rp. 7.000,- per hari atau kurang dari satu dolar AS. Sedangkan batas
garis kemiskinan menurut versi Bank Dunia adalah 2 dolar AS per hari atau
sekitar Rp 19 ribu per hari. Seandainya kita menggunakan batas garis kemiskinan
menurut standar Bank Dunia, maka diperkirakan prosentase angka kemiskinan di
Indonesia akan jauh lebih tinggi lagi, bahkan ada yang memperkirakan angka
tersebut di atas 25 persen.
Dari hasil kajian yang dituang dalam naskah disertasinya,
diketahui di Kota Bekasi jumlah penduduk miskin menunjukkan tren terus
meningkat. Pada 2002 jumlah penduduk miskin di kota itu tercatat sebesar 3,66
persen, 2006 tercatat 5,07 persen dan pada 2010 lalu 5,30 persen. Sugito
menggunakan tiga pendekatan yang berbeda, pertama penelitian lapangan dengan
wawancara terhadap nara sumber yang terdiri dari, tokoh mayarakat, ketua
posdaya dan pejabat daerah, bagaimana proses pemberdayaan dan program
pengentasan kemiskinan dilaksanakan di Kota Bekasi.
Kedua, menggunakan literatur yang dianggap relevan
dengan fokus dan lokus penelitian, dan yang sangat menarik adalah dalam
menganalisa data hasil penelitian, menggunakan model Structural Equation Model
(SEM), suatu model yang jarang sekali dipergunakan oleh para mahasiswa yang
mengambil doktor dalam bidang Ilmu Pemerintahan, karena perhitungannya dianggap
sangat rumit. Namun sebagai seorang mantan kepala BPS, yang sangat memahami
seluk beluk statistik, Sugito dengan mudah menyajikan hasil penelitiannya
dengan sangat baik menggunakan model SEM tersebut.
Dalam menganalisis hasil penelitian dengan
menggunakan model SEM, yang dikemukakan oleh Sugito ternyata memberikan
sumbangan metodologis ilmiah yang sangat berharga. Itu, memperkaya kemampuan
dan pendalaman analisis terhadap variabel-variabel yang berhubungan dengan ilmu
pemerintahan dan pengaruhnya terhadap peran dan partisipasi masyakarat yang
mendorong suksesnya kepemimpinan, tata pemerintahan dan etika pemerintahan yang
diharapkan masyarakat dalam tatanan pembangunan yang multi komplek dewasa ini.
Di samping itu juga terungkap, bahwa ketiga
variabel yang dipergunakan di atas mempunyai nilai positif dan signifikan dalam
memberikan perhatian pada hal-hal yang konkrit, yang dalam masa transisi
demokrasi seperti saat ini, dan dapat dianggap sebagai penemuan secara akdemik
yang luar biasa dan menarik.
Secara teoritis melalui disertasinya, Sugito yang
memandang bahwa belajar adalah kegiatan seumur hidup, telah mampu memberikan
sumbangan yang sangat positif terhadap pengembangan ilmu pemerintahan,
khususnya dalam pengembangan indikator-indikator yang sangat relevan dengan
perkembangan ilmu, yang dapat dipergunakan untuk memprediksi atau mengarah pada
asumsi-asumsi yang dapat menguntungkan banyak orang. Baik itu untuk para
pejabat yang masih aktif maupun bagi mereka yang peduli terhadap rakyat miskin.
Salah satu sarannya dalam upaya pengentasan
kemiskinan di Kota Bekasi dan daerah-daerah lain di Indonesia, adalah
diperlukannya secara bertahap dan selektif sesuai dengan situasi dan kondisi
daerah masing-masing suatu pertimbangan utama perlu segera merealisasikan
paradigma baru yang mampu mendorong percepatan pengentasan kemiskinan. Dalam
hal ini, diutamakan wilayah yang masyarakatnya siap menjadi kepanjangan fungsi
pemerintah, dengan kapasitas, kredibilitas dan perhatian yang memadai pada
program pemberdayaan.
Dengan adanya pos pemberdayaan keluarga (posdaya)
yang menurut Prof Dr Haryono Suyono adalah forum silaturahmi, advokasi,
komunikasi, edukasi dan sekaligus dapat dikembangkan menjadi wadah koordinasi
kegiatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu dan menyebar ke seluruh
Indonesia, maka upaya peningkatan efektifitas pemberdayaan khususnya
pemberdayaan keluarga miskin di desa-desa akan menampakkan hasil. Sugito yang
saat ini memimpin lembaga INSTAT, telah mampu memberikan kontribusi yang luar
biasa pada pengembangan posdaya di seluruh Indonesia, yang sampai saat ini
telah berjumlah lebih dari 17 ribu posdaya.
Selamat kepada doktor baru, Dr Sugito Suwito, MA,
semoga menjadi inspirator bagi genarasi muda untuk tetap belajar seumur hidup
dan berjuang mengentaskan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia.
Mulyono D
Prawiro
Dosen
Pascasarjana dan Anggota Senat Universitas Satyagama, Jakarta
SUARA
KARYA , 03 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi