Penetapan sistem subak di Bali sebagai warisan
budaya dunia tentu bukan tak terduga, apalagi mengada-ada. Tidak hanya menjadi
obyek turisme dan studi ilmiah—politis, antropologis, dan sosiologis—subak juga
sistem tradisional yang langsung dan tak langsung mempertahankan Bali sebagai
kesatuan etnik yang bertahan-berkembang hingga kini.
Sistem pengairan yang diatur subak, organisasi
pengairan desa di Bali, juga membuat Bali sebagai gudang beras. Belakangan,
kondisi ironis terjadi, ketika banyak lahan pertanian dikonversi menjadi lahan
perumahan oleh para pengembang.
Konversi ini tidak hanya berbahaya bagi
keberlanjutan sistem subak dan swasembada beras Bali, tetapi pada akhirnya juga
sistem kekerabatan dan kemasyarakatan Bali yang berkait langsung/tidak dengan
Subak.
Berkeliling Bali, pengunjung tak hanya disuguhi
kesenian yang lekat dengan kehidupan orang Bali, tetapi juga persawahan indah,
berteras-teras. Air dan pengaturan adalah kuncinya. Subak mengambil peran
pengaturan itu.
Subak adalah masyarakat kerja sama pertanian,
semacam dewan air yang mengontrol pembagian air yang adil kepada para
anggotanya. Air diakui sebagai harta atau berkah milik bersama. Setiap orang
berhak memanfaatkan atau mendapatkan haknya, tetapi harus mempertimbangkan hak
orang lain.
Subak menjamin petani gurem tak kekurangan air,
mengawasi bendungan secara efektif, sehingga orang asing tak
mengalihkan/mencuri air warga.
Dr Korn menyebut kesatuan tertutup masyarakat desa
Bali yang mencukupi diri itu sebagai republik. Gagasan masyarakat Yunani kuno
dengan republik ternyata masih hidup di Bali. Tak seperti Republik Indonesia
yang besar, bermasalah, dan sulit menerapkan hukum langsung pada anggotanya,
masyarakat desa Bali dengan kesederhanaan justru menjadi representasi republik
sejati.
Van Erder menuliskan realitas orang Bali yang
bersandar pada kekuatan adat desa, di mana sistem pengairan diterapkan ketat
untuk kepentingan semua pihak, termasuk dimensi keagamaan yang jadi acuan utama
penyelesaian etis semua pertikaian.
Semua itu bermuara pada sikap budaya dan filosofi
orang Bali yang terkait dengan alam ini, termasuk kekuatan-kekuatan inhuman di
dalamnya. Pada situasi itulah kegiatan sosial, spiritual, dan kultural
berlangsung terpadu. Dalam ritual-ritual keagamaannya yang ketat, misalnya,
orang Bali tetap menjalankan aktivitas artistiknya tanpa henti.
Demokrasi
Tradisional
Setiap lelaki yang sudah menikah menjadi anggota
dewan desa dan punya satu suara pada pertemuan desa. Pada malam bulan purnama,
warga berkumpul di bale agung, balai pertemuan dewan desa. Setiap anggota punya
tempat, dan yang berhalangan hadir tempatnya dibiarkan kosong.
Jamuan makan dilakukan bersama para leluhur yang
diundang hadir. Leluhur menempati mahligai kayu yang ditinggikan, dan anggota
dewan dapat berdiskusi mengenai masalah desa dengan tenang. Upacara ini contoh
jelas dari makna organisasi sosial desa, yang dalam pengertian modern bisa
disebut politik.
Kalau rapat DPR dimulai pembacaan doa yang mungkin
tak berkesan, rapat dewan desa benar-benar dirasakan ”ditemani” para leluhur
sehingga tak bisa sesuka hati. Anggota dewan desa dan tetuanya tak menerima
gaji yang meluputkan mereka dari bentuk korupsi. Inilah bentuk pemerintahan
tradisional sesungguhnya yang demokratis, merepresentasikan nilai-nilai ideal
demokrasi yang dibayangkan siapa pun, di mana pun.
Pada demokrasi tradisional itu, hukum berlaku bagi
pelanggar dengan mekanisme unik. Pelanggar aturan berat mendapat sanksi
terberat: dikucilkan dari desa. Warga yang dibuang itu dianggap mati. Ini bukan
saja azab sangat berat, tetapi juga meniadakan eksistensi seseorang. Tamat
riwayatnya.
Pada bagian lain, pencuri akan dipermalukan dengan
mengaraknya berkeliling kota berikut barang curiannya, diiringi tetabuhan.
Hukuman ini sangat keras sehingga menimbulkan efek jera dan ketakutan bagi
siapa pun.
Namun, itu lebih banyak diterapkan sebelum
merdeka. Kini di beberapa wilayah saja. Andai itu diterapkan di banyak tempat,
termasuk korupsi
Sunaryono
Basuki Ks
Satrawan,
Tinggal di Singaraja
KOMPAS,
29 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi