Harus kita syukuri, budaya meneliti di Indonesia
sudah mulai marak sampai ke anak-anak sekolah dan mampu menorehkan prestasi
pada ajang lomba tingkat internasional.
Tidak terbantahkan bahwa ilmu pengetahuan adalah
fondasi bagi kemakmuran suatu bangsa. Negara yang memiliki ilmu pengetahuan
tinggi terbukti makmur sekalipun tidak memiliki cukup sumber daya alam. Peluang
Indonesia menggapai puncak kemakmuran sangat besar, asalkan ilmu pengetahuan
menjadi budaya yang dipraktekkan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan
bertanah air. Indonesia memiliki sumber daya alam yang tidak mudah ditandingi.
Harus kita syukuri, budaya meneliti di Indonesia
sudah mulai marak sampai ke anak-anak sekolah dan mampu menorehkan prestasi
pada ajang lomba tingkat internasional. Lembaga penelitian terbesar dan tertua
di Indonesia, LIPI, awal Agustus tahun ini juga berhasil menjadi bagian dari
Top 20 Lembaga Penelitian Terbaik Dunia menurut Webometrik. Kondisi ini harus
terus dipelihara agar ilmuwan Indonesia terus meningkatkan prestasinya dan
mampu memberikan sumbangan lebih nyata bagi terwujudnya cita-cita bangsa,
menjadi bangsa yang adil dan makmur.
Meski demikian, suasana ini terusik dengan adanya
publikasi di African Journal for Agricultural Research (AJAR) Volume 7, Nomor
28, halaman 4038-4044 terbitan tanggal 24 Juli 2012 dengan judul "Mapping
Indonesian Paddy Fields Using Multiple-Temporal Satellite Imagery", yang
ditulis oleh Nono Lee bersama Agnes Monica dan Inul Daratista, yang mengaku
berasal dari "Institute of Dangdut" yang beralamat di Jalan Tersesat
No. 100, Jakarta, 10000, Indonesia. Tulisan ini dikategorikan oleh AJAR sebagai
full-length research paper. AJAR sendiri merupakan jurnal ilmiah yang mempunyai
reputasi di regional Afrika. Jurnal ini bukan jurnal sembarangan karena
memiliki DOI: 10.5897/AJAR12.148 dan ISSN 1991-637X-2012 Academic Journals.
Kepala PDII-LIPI, Sri Hartinah, dan timnya
melakukan penelusuran dan menemukan bahwa artikel yang ditulis oleh Nono Lee,
Agnes Monica, dan Inul Daratista itu ternyata diambil dari tulisan Arika
Brdhikitta dan Thomas J. Overcamp dengan judul "Estimation of Southeast
Asian Rice Paddy Areas with Different Ecosystem from Moderate-Resolution
Satellite Imagery" (science direct), yang dipadukan dengan tulisan Abdul
Karim Makarim (Central Research Institute for Food Crops, Jalan Merdeka 147,
Bogor, Indonesia) yang berjudul "Bridging the Rice Yield Gap in
Indonesia".
Syukurnya, informasi ini sudah sampai ke pengelola
AJAR. Beberapa akses link dan indeks ke artikel ini mulai hilang. Di daftar isi
AJAR, artikel ini sudah tidak tertera. Halaman yang memuat tulisan ini pun
sudah tidak ada meskipun masih ada di DOAJ (Directory Open Access Journal ).
Sangat beruntung bahwa database sitasi Thomson Reuters baru sampai pada AJAR
tahun 2011. PDII juga menemukan bahwa, selain di AJAR, artikel yang mirip
dimuat di Scholary Journal of Agricultural Science dengan penulis Nono Lee dan
pejabat palsu dengan afiliasi Technology Medan, Jalan Tersesat. Pelacakan yang
dilakukan oleh PDII juga menemukan blog milik http://fathulwahid.wordpress.com
yang juga menulis ihwal dua artikel tersebut. Ini merupakan pelecehan
intelektual.
Ilmuwan peneliti juga harus sangat berhati-hati
memilih jurnal ketika hendak mempublikasikan hasil penelitiannya. Sekarang ini
banyak jurnal yang asal terbit dan kurang bertanggung jawab. Telah banyak
jurnal internasional dan nasional yang dimasukkan ke daftar hitam
(blacklisted). Daftar jurnal yang masuk daftar hitam itu dapat diunduh di
alamat:
http://kepegawaian.ub.ac.id/wrp-con/uploads/2012/Blacklisted-Publishers-and-their-Respective-Journals.pdf.
Jeffrey Beall, seorang pustakawan Auraria Library
di Universitas Colorado Denver, Amerika Serikat, telah melakukan tinjauan
terhadap berbagai sumber elektronik (akses terbuka). Beall sebagai pribadi
berhasil membuat daftar jurnal dan penerbit yang perlu dipertanyakan
(questionable journals/ publishers). Daftar ini dapat dilihat dalam situs
http://scholarlyoa.com. Daftar ini terakhir diperbarui pada 9 Agustus 2012.
Beall merekomendasikan agar tidak berhubungan atau melakukan transaksi dengan
jurnal dan penerbit tersebut. Beall juga menyarankan agar ilmuwan peneliti
tidak memasukkan naskah, menjadi anggota editor, maupun menjadi dewan anggota
redaksinya. Karya tulis ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal ini harus
dievaluasi ekstra, terutama jika akan digunakan sebagai alat untuk promosi,
angka kredit, apalagi jika akan dipakai sebagai rujukan dalam proses
pengambilan kebijakan.
Modus pelecehan terhadap ilmuwan yang juga perlu
diwaspadai adalah bertebarannya undangan dari penyelenggaraan kegiatan seminar.
Panitia penyelenggara menawarkan bantuan atau grant tiket pesawat dan biaya
akomodasi kepada pembawa makalah dengan cara diganti pada saat seminar
dilaksanakan. Ternyata seminar itu bohong, demikian juga hotel tempat menginap
yang direkomendasikan oleh penyelenggara.
Melihat kenyataan ini, ada baiknya ilmuwan
peneliti di seluruh Tanah Air meningkatkan kewaspadaannya. Janganlah mudah
terjebak oleh tawaran untuk mengirim naskah karya tulis ilmiah ke suatu jurnal,
jangan pula mudah terbujuk untuk membantu mereka sebagai editor atau dewan
editor jurnal ilmiah, dan jangan mudah terpancing jika diundang untuk turut
serta dalam kegiatan ilmiah, seperti seminar di luar negeri.
Ilmuwan peneliti Indonesia harus terus menjaga
kredibilitasnya dengan berpegang teguh pada etika peneliti. Sebagai informasi,
LIPI sudah menerbitkan Pedoman Etika dan membentuk Komisi Etika Peneliti. Upaya
LIPI ini dapat pula dilakukan lembaga penelitian lain dan perguruan tinggi yang
melakukan penelitian.
Saat yang sangat tepat bagi ilmuwan peneliti di
Indonesia untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas output penelitiannya,
menuliskannya dalam jurnal ilmiah yang kita miliki. Dengan tulisan yang
kredibel dan tepercaya, hasil penelitian yang dipublikasikan menjadi rujukan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya dan proses pengambilan kebijakan
politik maupun investasi. Selamat berjuang!
Endang
Sukara
Wakil
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
KORAN
TEMPO , 04 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi