Eksplorasi
Sumpah Pemuda
"Dengan menjiwai semangat
Sumpah Pemuda, kita berharap tidak akan ada lagi tawuran, teror, bentrokan, dan korupsi"
HINGGA 84 tahun kemudian setelah
diikrarkan, ternyata semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 belum sepenuhnya
merasuk ke dalam jiwa tiap insan Indonesia, termasuk pemuda. Betapa tidak?
Bila sudah merasuk, tentu tak
perlu terjadi bentrokan antara mahasiswa dan polisi di kampus Universitas
Pamulang Tangerang Selatan, yang membuat Kapolsek Pamulang jatuh tersungkur dan
berbuntut pada penangkapan 9 mahasiswa. Para mahasiswa menolak kedatangan
Wakapolri Komjen Nanan Sukarna ke kampus itu.
Bila sudah merasuk, tentu tidak
perlu terjadi bentrokan antarmahasiswa di Universitas Negeri Makassar yang
menewaskan seorang mahasiswa; tawuran antara pelajar SMA 6 dan SMA 70 Jakarta
yang menewaskan Alawi Yusianto Putra; bentrok antara pengikut aliran Syiah dan
Sunni di Madura yang menewaskan sejumlah pengikut Syiah; tak perlu komunitas
Ahmadiyah dimusuhi di mana-mana; dan sederet kasus kekerasan lainnya.
Sejak dulu kala, Indonesia dihuni
oleh penduduk dengan berbagai macam etnis, agama, dan golongan. Ketika para
penjajah datang, mereka secara berkelompok melakukan perlawanan. Hasilnya,
Indonesia tetap dijajah. Sampai kemudian timbul kesadaran untuk bersatu melalui
pembentukan Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.
Kesadaran untuk bersatu sebagai
bangsa kemudian memuncak pada 28 Oktober 1928 ketika para pemuda dari berbagai
pulau dan etnis, seperti Jong Celebes, Jong Java, Jong Soenda, Jong Sumatranen,
Jong Betawi, dan sebagainya mengikrarkan Sumpah Pemuda: bertanah air satu,
Tanah Air Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan berbahasa satu,
Bahasa Indonesia. Para pemuda yang terdiri atas berbagai latar belakang itu
melebur menjadi satu: Indonesia!
Semangat Sumpah Pemuda mencapai
klimaksnya pada 17 Agustus 1945 ketika Soekarno-Hatta atas nama bangsa
Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sejak itu, Indonesia yang
terdiri atas berbagai etnis, agama, dan golongan menjadi bangsa yang merdeka
dan bersatu.
Kini, bagaimana setelah 67 tahun
Indonesia merdek,a dan 84 tahun Sumpah Pemuda diikrarkan? Ternyata kita belum
sepenuhnya merdeka dari pertikaian internal antarsesama anak bangsa. Semangat
Sumpah Pemuda belum sepenuhnya merasuk ke dalam jiwa setiap pemuda Indonesia.
Akibatnya, kekerasan berlatar
agama masih terjadi di mana-mana. Toleransi menjadi sesuatu yang sangat mahal.
Tawuran antarpelajar dan antarmahasiswa
masih merebak, dan bentrokan
antara mahasiswa dan aparat keamanan makin membuat kita miris. Terasa tak ada
lagi rasa persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa.
Di sisi lain, banyak pula pemuda
terlibat kejahatan yang tergolong extraordinary crime (kejahatan luar biasa),
yakni teror, narkotika, dan korupsi. Betapa banyak tersangka pelaku teror ternyata
masih belia. Betapa banyak pemuda yang terjerat kasus narkotika, baik sebagai
konsumen maupun pengedar. Betapa banyak pula pemuda yang terjerat korupsi,
seperti M Nazaruddin, Angelina Sondakh, Gayus Tambunan, dan Dhana Widyatmika.
Menjiwai
Semangat
Bila kita menjiwai semangat
Sumpah Pemuda, yang bermanifestasi antara lain berupa rasa cinta kepada Tanah
Air atau nasionalisme, atau dalam istilah penulis disebut Nusantaraisme, tentu
kita tak akan sampai hati membuat teror, menyalahgunakan narkotika, dan
melakukan korupsi.
Apakah para pemimpin bangsa ini
yang sudah tergolong senior sudah menjiwai semangat Sumpah Pemuda?
Jangan-jangan juga belum. Bisa jadi apa yang dilakukan para pemuda itu sekadar
mencontoh perilaku para seniornya.
Bila sudah menjiwai Sumpah
Pemuda, tentu tak perlu ada kasus korupsi simulator mengemudi (simulator SIM)
yang melibatkan petinggi Polri; tak perlu ada skandal bail out Bank Century;
tak perlu ada kasus korupsi wisma atlet SEA Games XXVI di Palembang, dan Pembangunan
Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang
Kabupaten Bogor, tak perlu ada hakim yang mengonsumsi narkotika, bahkan
mengurangi hukuman terpidana mati kasus narkotika; dan tak perlu pula Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi bagi sejumlah terpidana kasus
narkotika.
Esok, ikrar Sumpah Pemuda kita
peringati. Marilah, peringatan Sumpah Pemuda itu kita jadikan momentum untuk
kembali menanamkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa ke dalam sanubari
tiap insan Indonesia, terutama para pemuda sebagai pilar kelima kehidupan
berbangsa dan bernegara, setelah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal ika.
Dengan menjiwai semangat Sumpah
Pemuda, kita berharap tidak akan ada lagi tawuran dan bentrokan antarsesama
anak bangsa, kekerasan atas nama agama, teror, penyalahgunaan narkotika, dan
korupsi.
Sumaryoto
;
Anggota
DPR Fraksi PDI Perjuangan
SUARA
MERDEKA, 27 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi