MEMBACA berita di Suara Merdeka,
edisi Rabu, 24 Oktober 2012 yang menjadi headline halaman Edukasia, “Penilaian
Kinerja Guru Diperketat”, saya merasa tergelitik. Judul berita itu seolah-olah
“menakut-nakuti” para guru, padahal sebenarnya tidaklah seseram yang dibayangkan.
Tentulah yang dibutuhkan oleh
guru adalah informasi yang membumi, menyejukkan, dan memotivasi, bukan
“menakut-nakuti”. Sebenarnya jika guru sudah membaca Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan & RB)
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, tak
seharusnyalah muncul kerisauan. Persoalannya, banyak guru belum membaca
peraturan tersebut, sementara informasi yang sering tersampaikan seolah-olah
“seram dan menakutkan” agar guru “mau membaca dan melaksanakan”.
Mengapa
Takut?
Dalam ranah apa pun, penilaian
kinerja merupakan hal wajar, sebagai ukuran untuk menilai kemampuan seseorang
dalam bekerja. Demikian pula penilaian kinerja guru, yakni penilaian dari tiap
butir kegiatan tugas utama guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan
pengetahuan, dan keterampilan.
Penilaian Kinerja Guru (PKG)
bukan untuk menyulitkan melainkan sebaliknya, untuk mewujudkan guru yang
profesional. Lebih jauh lagi penilaian itu justru merupakan penghargaan atas
profesionalitas guru sebagai penghargaan atas prestasi kerja. Penilaian itu
juga dipakai sebagai bahan pengembangan karier dan promosi untuk kenaikan
pangkat dan jabatan.
Angka kredit untuk kenaikan
pangkat diperoleh dari pendidikan, PKG, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB), dan unsur-unsur penunjang. Manakala guru sudah melakukan PKB dengan baik, benar, dan
konsisten, saya yakin penilaian kinerjanya juga baik. Persoalan mendasar
bukanlah guru tidak bisa melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan
melainkan pada konsistensi mendokumentasikan kegiatan tersebut. Padahal
penilaian kinerja didasarkan pada dokumentasi dan instrumen yang banyak
didukung oleh dokumen.
Andai guru sudah terbiasa
menuliskan tiap kegiatan pembelajaran, saya yakin PKG bukanlah “hantu yang
menakutkan” melainkan akan menjadi “sesuatu yang diharapkan” karena justru
dengan PKG akan terlihat perbedaan guru yang profesional dan yang tidak profesional.
Maka janganlah berkutat pada ketakutan-ketakutan yang tidak perlu tetapi
mulailah “menuliskan” kegiatan pembelajaran sebagai bagian dari pengembangan
profesi.
Jenis
PKB
Dari pengalaman saya berbagi
pengetahuan dengan guru di berbagai pelosok Tanah Air lewat
pelatihan-pelatihan, ternyata masih banyak yang belum paham: apa itu PKB? Apa
saja jenisnya? Bagaimana cara membuatnya?
Ketidakpahaman ini, saya yakin
bukan karena ketidakmampuan guru melainkan informasi, atau lebih tepatnya
sosialisasi tentang PKB memang masih belum memadai. Andaikata sudah ada
sosialisasi pun, terkadang dilakukan dengan penuh “kesangaran”, seolah-olah PKB
adalah “makhluk” yang menakutkan.
Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan meliputi tiga hal yakni, pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan
karya inovatif. Masing-masing unsur tersebut secara rinci dan lengkap sudah
dijelaskan dalam Buku 4 dan Buku 5 Lampiran Permenpan & RB Nomor 16
Tahun 2009.
Apa definisi masing-masing unsur
tersebut, apa saja jenisnya, besaran angka kredit, dan sistematika atau
kerangka penyusunannya, semua sudah ada. Guru tinggal memilih dan mempelajari,
terutama membaca dulu. Tidak harus Penelitian Tindakan Kelas, bisa jenis
publikasi ilmiah atau karya inovatif yang ada. Tentu apa yang dilakukan itu kemudian
ditulis dan didokumentasikan.
Peran
LPTK
Dari kenyataan itu, alangkah
lebih baik andai calon guru sudah mendapat bekal memadai tentang
peraturan-peraturan yang terkait dengan peningkatan keprofesian. Kalau sejak
masih menjadi mahasiswa calon guru sudah terbiasa dengan berbagai hal terkait
dengan pengembangan profesi, termasuk Permenpan & RB Nomor 16 Tahun 2009,
saya yakin ketika menjadi guru mereka menjadi terbiasa. Ada pepatah kuno yang
bagi saya tetap aktual, “alah bisa karena biasa”.
Karenanya, peran institusi
penghasil guru, yakni Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK), menjadi
sangat penting dan strategis dalam membantu calon guru untuk menjadi
profesional, tidak saja dalam ilmu pengetahuan tetapi juga terkait dengan
beberapa peraturan yang harus dihadapi ketika mereka menjadi guru. Pengajar di
LPTK harus meng-up date pengetahuan tentang peraturan-peraturan yang terkait
dengan guru, menjadikannya sebagai bagian dari mata kuliah proses belajar
mengajar.
Dengan demikian LPTK dituntut untuk
selalu meng-update materi terkait pengembangan keprofesian guru, agar calon
guru yang dihasilkan benar-benar mempunyai ilmu pengetahuan dan bekal
keprofesian memadai. Alangkah baiknya apabila ada mata kuliah “keprofesian” di
tiap jurusan di LPTK. Maka mari kita melakukan sesuatu yang besar dimulai dari
hal kecil.
Tri
Marhaeni PA ;
Guru
Besar Antropologi Jurusan Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Unnes
SUARA
MERDEKA, 30 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi