SURVEI World Economic
Forum (WEF) pada 2012 menyatakan daya saing nasional Indonesia berada di
peringkat ke-50 dari 144 negara. Itu isyarat bahwa daya saing kita harus
berbenah untuk menghadapi era kompetisi global. Tanri Abeng, pakar manajemen
Indonesia, dalam suatu kesempatan selalu mengingatkan bahwa kita memiliki SDM
yang banyak, tetapi tidak cukup.
Sumber daya manusia dan
sumber daya alam kita melimpah ruah, tetapi SDM yang memiliki 7S dalam konsep
McKinsey masih belum memadai. Lalu, apa yang salah dengan manajemen sumber daya
manusia kita? Apakah rekrutmennya yang belum link and match dengan prosedur
operasional standar? Atau, SDM-nya yang kurang menguasai teknik penilaian yang
objektif?
Setidaknya gambaran SDM
Indonesia pernah dikemukakan Guru Besar Universitas Waseda Jepang Profesor
Toshiko Kinosita. Sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah untuk
mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya ialah pendidikan tidak
ditempatkan pada prioritas terpenting. Oleh sebab itu, sangat penting
menentukan metode terbaik bagi dunia pendidikan dengan jalan invest in man, not
in building.
Daya
Saing Guru
Daya saing ialah
kualitas guru yang ditandai dengan adanya high-tech dan hightouch yang melekat
pada profesi guru. Kedua dimensi tersebut menjadi pembeda guru dengan lainnya.
Untuk penguatan kualitas profesi guru, guru pun diuji melalui tes UKG secara
online. Hasilnya sudah bisa ditebak, sebagian besar guru belum mencapai passing
grade yang diinginkan. Lebih ironis lagi, guru yang belum mencapai standar itu
adalah guru yang bagus dan selama ini mampu mengajar siswa untuk berprestasi
secara akademik dan nonakademik.
Mereka guru-guru
kreatif dan inovatif. Mereka juga mampu menggali potensi siswa yang terpendam,
yang awalnya kecil hingga menghasilkan ledakan prestasi yang dahsyat.
Sepertinya ada yang salah dengan pemberlakuan uji tersebut. Alasannya, materi
yang diujikan bukanlah substansi materi ajar yang diampu guru bersangkutan,
melainkan materi yang berfokus pada kompetensi pedagogis yang notabene lebih
berorientasi pada C1 dan C2 dalam tingkatan Taksonomi Bloom.
Selain itu, penguasaan
hightech bagi guru senior masih rendah. Hasil tes itu agaknya kurang fair jika
hanya didasarkan pada hasil tes UKG guru secara parsial. Untuk menilai secara
objektif, uji komprehensif harus dilakukan. Hasil penilaian itulah yang bisa
menilai daya saing guru secara fit and proper. Kreitner dan Kinicki (2001)
menyebutnya penilaian 360 derajat. Penilaian itu melibatkan kepala sekolah
sebagai top leader, teman sejawat (sesama guru), siswa, serta alumni dan
orangtua siswa.
Keempat dimensi itulah
yang paling tahu kinerja guru di lapangan. Merekalah yang terlibat langsung
dengan pelayanan guru, di sekolah dan luar sekolah. Merekalah yang tahu
bagaimana guru mentransfer modal pengetahuannya secara efektif atau tidak?
Tidak salah ketika
Drucker (1993) menyatakan keunggulan masa depan sangat ditentukan pemilikan
ilmu pengetahuan. Artinya, siapa yang lebih cepat belajar, ia akan lebih
unggul. Contoh negeri yang sukses karena peletakan dasar SDM guru adalah
Jepang. Negara itu sukses mengatur negaranya yang hancur menjadi setara dengan
negara maju karena belajar lebih cepat. Tidak salah bila yang pertama disebut
perdana menteri Jepang saat itu adalah guru, di mana guru? Betapa mulianya
tugasmu. Mentransformasi daya saingmu demi warga negara yang berkarakter dan
memiliki sisi akademik yang tangguh.
Pendekatan
Sains
Dalam menyambut tahun
2013, sederetan PR bagi guru sudah menanti. Pemberlakuan
penilaian kinerja guru
secara efektif dan perubahan kurikulum dari KTSP menjadi kurikulum 2013 adalah
dua hal yang harus dihadapi. Yang pertama mengacu ke prestasi aksi dan prestasi
hasil seorang guru selama satu tahun. Efeknya, hasil penilaian itu akan
menentukan seberapa besar kinerja ilmiah yang dihasilkan dan muaranya ke
perbaikan kinerja ekonomis guru. Yang kedua, orientasinya pada perubahan
standar kompetensi lulusan, isi, proses, dan penilaian. Yang unik ialah jumlah
mata pelajaran berkurang, tetapi jumlah jam per minggu bertambah akibat
perubahan pendekatan pembelajaran.
Pada draf kurikulum
2013, pendekatan pembelajaran yang digunakan ialah pendekatan sains. Siswa akan
diajari mengamati objek, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan,
dan mencipta. Selain itu, hal lainnya yang tidak kalah penting ialah keterampilan
proses sains. Pada aspek tersebut, siswa dapat memahami ontologi sains sebagai
proses dan produk serta pembentukan sikap ilmiah dengan benar. Karena melalui
pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains,
anak belajar proses dan produk sains secara aktif. Keterampilan proses sains
bersifat transferable terhadap bidang ilmu lainnya dan tidak mudah terlupakan
oleh siswa.
Bagi guru sains,
implementasi pendekatan sains bukanlah hal baru. Namun, bagi guru nonsains,
pendekatan tersebut memerlukan pelatihan baru.
Konsekuensinya, guru-guru akan dilatih kembali
dengan anggaran besar untuk memperkuat daya saing guru di pentas lokal,
regional, dan internasional. Kita berharap yang terjadi di 2013 bukan
kurikulumnya yang berubah, melainkan yang lebih penting ialah perubahan di
antara the man behind the method. Atau, seperti kata Rhenald Kasali, “Untuk
berubah menuntut adanya lima hal sekaligus: visi, skill, insentif, sumber daya,
rencana tindak.”
Visi perubahan harus
dirumuskan bersama agar dampak program yang dijalankan bisa
dipertanggungjawabkan. Semua eksekutor harus punya skill yang diandalkan untuk
menghadapi masa depan yang dinamis. Guru yang mampu memberi kontribusi positif
terhadap daya saing siswa patut diberi reward yang layak. Perubahan memerlukan
gizi yang memadai agar berdaya dorong yang kuat. Sumber daya guru dan sumber
daya lainnya harus bersinergi untuk mencairkan hambatan yang mungkin terjadi
jika suatu pendekatan baru diterapkan.
Rencana tindakan harus
dibuat tertulis, lengkap menyeluruh menurut sasaran, waktu, dan sumber daya
yang dibutuhkan. Singkatnya, betapa pun bagusnya kurikulum yang dirancang para
ahli dan canggihnya pendekatan pembelajaran yang dipilih decision maker, bila
tidak didukung SDM guru yang andal, suatu rencana aksi ibarat fatamorgana di
padang sahara.
Andi
Nasrun ;
Guru
SMP Negeri 1 Bulukumba, Sulsel;
Program
S-2 Manajemen Kepengawasan Pendidikan MM-UGM Yogyakarta
MEDIA
INDONESIA, 11 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi