Walaupun berkembang di Eropa
sejak zaman antik, dunia kontemporer mengenal pendidikan liberal arts mengakar
di Amerika Serikat. Kecuali community college yang menyediakan pendidikan
terapan, praktis semua pendidikan tinggi setingkat S-1 berparadigma liberal
arts.
Hal ini dapat dibaca dalam situs
web perguruan tinggi (PT) AS yang masuk peringkat utama dunia. Sebutlah seperti
PT swasta Harvard, Princeton, Yale, Stanford, juga negeri, antara lain
University of California, University of Wisconsin, University of Illinois,
serta institut teknis, seperti MIT, IIT, dan Caltech. Menurut Academic Ranking
of World Universities 2012: dari 25 PT dunia terbaik 19 adalah PT AS; dari 50
PT terbaik 36 berasal dari AS.
Tidak heran bila paradigma
liberal arts makin banyak diimpor negara lain, termasuk Eropa. Bahkan,
paradigma ini akan menjadi skema dasar pendidikan di Eropa dan Australia, juga
di PT ternama sejumlah negara Asia, seperti Jepang, Korea, Hongkong, India, dan
Pakistan. National University of Singapore pun— yang melejit masuk ranking
dunia—mengadopsi liberal arts.
Pengertian liberal arts berasal
dari zaman antik klasik. Liberal arts dipelajari oleh warga bebas dalam arti
bukan budak. Waktu itu pendidikan liberal arts terdiri dari gramatika,
retorika, dan logika. Pada periode Abad Pertengahan, ketiga kemampuan yang
dinamakan trivium itu dirasa memerlukan imbangan quadrivium yang meliputi
matematika, geometri, musik, dan astronomi (termasuk astrologi). Ketujuh bidang
ini masuk kurikulum PT Abad Pertengahan.
Ciri penting hasil didikan
liberal arts: bekal dan fondasi luas pada berbagai bidang ilmu dasar. Dengan
kemampuan berekspresi lewat cara berbahasa (gramatika dan retorika) dan
matematika (logika), lulusannya dimampukan mengutarakan pendapat dengan bahasa
yang baik dan benar, sistematis dan logis. Mereka juga dibentuk menjadi manusia
utuh, intelek yang mampu berpikir dan berwawasan luas karena juga paham
geometri, musik dan astronomi.
Dengan bekal demikian lulusannya
lebih mampu berpikir, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan bahkan mampu
mengubah lingkungannya. Jangan heran jika ada sejarawan menduduki puncak
pimpinan bank.
Pendidikan liberal arts memberi
bekal dasar ilmu pengetahuan yang memungkinkan lulusannya berpikir bebas,
kreatif, dan bertanggung jawab secara ilmiah. Mereka akan dimampukan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan, mereka akan dapat menambah pengetahuan
di bidang yang mungkin sekali dianggap tidak berhubungan, seperti ilmu pasti
dan alam yang dipelajari bersamaan dengan kesenian atau olahraga.
Menjawab
Pasar
Pasar tenaga kerja, terutama bagi
lulusan PT, akan terus berubah pesat. Hal ini terkait dengan perkembangan
teknologi dan saling keterkaitan dalam pasar global yang juga berdampak besar
pada Indonesia. Maka, mereka yang berpendidikan tinggi dan ingin relevan dalam
pasar kerja harus terus mampu mengembangkan pengetahuan agar peluang berganti haluan,
bahkan berganti profesi, tetap terbuka.
Dunia yang berubah cepat
membutuhkan berbagai profesi dan vokasi dengan kemampuan imajinasi luas dan
kritis. Kebutuhan pengetahuan dasar tersebut lebih tepat dipenuhi oleh program
pendidikan liberal arts yang menyiapkan siswa agar mampu menjawab tantangan
yang terus berkembang (James Engell, Harvard University).
Paradigma liberal arts berbeda
dengan di Indonesia. Di satu sisi, pendidikan liberal arts menyiapkan lulusan
untuk terus mengembangkan pemikiran serta mampu melanglang buana menghasilkan
kreasi dan inovasi secara teknologi dan sosial. Sebaliknya, pemerintah, yang
meletakkan dasar harapan orangtua, bervisi jauh lebih jangka pendek. Orangtua
mengharapkan putra- putrinya selesai S-1 langsung memasuki dunia kerja dengan
keterampilan vokasi. Makin banyak jenis vokasi tidak lagi mengikuti ilmu
pengetahuan tetapi sudah merupakan ilmu terapan.
Adalah dalam konteks demikian
diusahakan paradigma liberal arts. Semua siswa diperkenalkan pada berbagai
bidang ilmu pengetahuan dalam kelompok (1) humaniora, (2) ilmu pengetahuan
alam, dan (3) ilmu pengetahuan sosial.
Tekanan diberikan pada
pengembangan kemampuan berpikir dan menulis kritis melalui perkenalan dengan
kesusastraan Indonesia. Pengembangan ini menjawab keluhan dosen tentang
ketidakmampuan mahasiswa memformulasikan pertanyaan, pendapat, ataupun menulis
esai untuk membangun argumentasi secara ilmiah.
Pengembangan bahasa Indonesia
didukung pelajaran matematika yang menekankan logika sebagai dasar berpikir.
Perkenalan pada berbagai bidang ilmu pengetahuan alam dan sosial diharapkan
membangun kesadaran mahasiswa tentang lingkungan fisik serta sosial yang tidak
terpisah dan harus dihadapi pada saat bersamaan. Dengan landasan pendidikan
liberal arts, diperkirakan lulusan S-1 lebih siap menyerap pengetahuan,
termasuk ilmu terapan dalam dunia profesi yang akan digelutinya.
Mayling
Oey-Gardiner ;
Ketua
Pusat LA, UPJGB FEUI; Anggota Komisi Ilmu Sosial AIPI
KOMPAS,
28 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi