Pemerintah selama ini dianggap lalai dan
mengabaikan amanat undang-undang dalam rangka melaksanankan tujuan pendidikan
nasional, yaitu untuk membentuk akhlak mulia dan budi pekerti. Hal ini dapat
dibuktikan dengan belum terintegrasinya pendidikan akhlak dan budi pekerti
dalam kurikulum. Akibatnya, pelanggaran etika, moral, juga ketimpangan sosial
di kalangan pelajar maupun masyarakat terus merebak.
Pemerintah harus bertanggung jawab
terhadap carut-marutnya pendidikan nasional kita saat ini. Proses pembelajaran
dan pembinaan di semua tingkat pendidikan formal maupun nonformal mengabaikan
pendidikan akhlak dan budi pekerti. Kita sudah mulai kehilangan karakter dan
jati diri bangsa. Pendidikan kita lebih mengutamakan pencapaian nilai kognitif.
Lihat saja dalam pelaksanaan ujian sekolah maupun ujian nasional yang keduanya
hanya melakukan penilaian kognitif saja dan ini berbahaya. Adanya celah yang
menodai tingkat keberhasilan UN tahun ini terletak pada mekanisme penentuan
kelulusan peserta didik.
Di sisi lain, pelaksanaan UN 2012 masih
diwarnai temuan di lapangan berupa upaya kecurangan sistematis yang dilakukan
oleh beberapa sekolah maupun oknum untuk mengakali hasil kelulusan. Ini tentu
sangat disayangkan.
Bagaimana kualitas pendidikan akan
diperoleh jika hal ini masih terjadi? Persoalan mental akan terus menjadi celah
bagi tindak kecurangan ke depannya, apalagi ini berkaitan dengan pendidikan
generasi penerus bangsa. Pemerintah harus meninjau ulang pelaksanaan UN pada
tahun depan. Sistem UN benar-benar harus diperbaiki dan juga pembinaan karakter
menjadi pilar utama dalam pendidikan kita karena kita tidak ingin persoalan
mental ini menjadi aib bagi sejarah pendidikan kita di masa yang akan datang.
Program pendidikan karakter yang
dicanangkan pun belum optimal pelaksanaannya dan belum ada hasil signifikan
terhadap pembinaan karakter peserta didik. Orientasi kurikulum pendidikan kita
masih mengedepankan hegemoni materialistik dan belum menyentuh hakikat dan ruh
pendidikan yang utuh.
Peran pendidikan dan pembinaan orang tua
di rumah dan juga di lingkungan masyarakat selama ini pun dirasakan masih
sangat kurang. Harus ada link and match antara pemerintah dan masyarakat secara
luas agar cita-cita bangsa dalam UUD 1945 yang bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa melalui pendidikan akhlak mulia dan budi pekerti dapat terwujud.
Implementasi dan arah kurikulum
pendidikan kita baru menghasilkan siswa yang pintar saja, tapi belum mampu
menghasilkan siswa yang berkarakter. Fenomena aksi tawuran pelajar adalah
bagian dari efek yang dimunculkan akibat kesalahan sistem pendidikan di Tanah
Air. Kurikulum pendidikan harus diperkuat dengan penanaman karakter jujur,
karena akan menjadi dasar bagi adanya sikap antikecurangan dan manipulatif
dalam diri setiap orang. Dalam kurikulum, seharusnya terintegrasi antara
pendidikan karakter dan pendidikan antikorupsi juga pengetahuan umum yang
terintegrasi dengan pendidikan agama.
Hal lain yang juga penting bagi
pendidikan ke depan adalah bidang kebudayaan yang harus terintegrasi dalam kurikulum
pendidikan nasional kita. Pasalnya, nilai-nilai budaya yang dijadikan pilar
pembangunan karakter bangsa tidak serta-merta tertanam dalam diri seseorang
kecuali melalui suatu proses yang panjang. Dan, proses tersebut dapat
diwujudkan melalui pembelajaran di bangku sekolah.
Internalisasi nilai budaya dalam
kehidupan berbangsa tidak dapat berjalan dengan optimal jika tidak dikembangkan
sejak dini melalui lembaga pendidikan kepada semua masyarakat. Selama ini,
pembinaan kebudayaan yang dilakukan oleh pemerintah dianggap belum optimal. Itu
disebabkan oleh pengelolaan dan pelestarian budaya yang tidak merata pada
lapisan masyarakat dan hanya terbatas pada cagar budaya, museum, maupun bidang
perfilman. Masyarakat kita yang cukup besar jumlahnya di dunia harus bisa
mencintai kebudayaannya sendiri agar dapat menjadi ciri peradaban bangsa.
Pendidikan formal dan nonformal yang
nantinya bertugas sebagai tempat transformasi nilai budaya kepada pewaris luhur
anak bangsa, baik di masa kini maupun yang akan datang. Kemendikbud harusnya
dapat mengintegrasikan pelajaran agama dan seni budaya dalam kurikulum
pendidikan secara terpadu dan menyeluruh. Kita harus menjunjung tinggi nilai
agama sebagai pedoman hidup dan menghargai warisan budaya leluhur sebagai
lambang identitas bangsa.
Hal lain yang menjadi kelemahan
pemerintah adalah gagalnya program RSBI. Sejak digulirkan, RSBI tidak mampu
memberi sumbangsih nyata terhadap peningkatan kualitas mutu pendidikan kita. UU
Sisdiknas Pasal 5 ayat (1) menyatakan, "Setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu." Artinya, negara
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, dan berdaya saing
bagi setiap warga negara. Akan tetapi, dengan program RSBI yang bertarif tinggi,
justru tidak menjadikan pemerataan kesempatan pendidikan karena akan
mengecilkan peluang bagi siswa kurang mampu untuk bersekolah di RSBI.
Jika pemerintah mewajibkan kuota 10
persen dari siswa kurang mampu ditampung RSBI, sampai saat ini pemerintah belum
mampu menunjukkan akurasi dari kebenaran data yang dimaksud. Jika data yang
dimaksud itu pun benar, diskriminasi namanya. Di mana tanggung jawab pemerintah
untuk menyiapkan pendidikan bermutu bagi semua warga negara? Harusnya,
pendidikan bermutu dapat dirasakan oleh semua warga. Oleh karena itu, persoalan
pendidikan kita baru sebatas wacana untuk mengubah paradigma dan belum pada
tatanan implementasi. Segala yang berkaitan dengan sistem pendidikan harus
dicari dan dirumuskan akar atau subtansi kontennya agar dapat terlaksana pada
tahun mendatang. Semoga.
Ahmad
Zainuddin ;
Anggota
Komisi X DPR RI Fraksi PKS
REPUBLIKA, 02 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi