Harapan dan antusiasme bercampur dengan
kecemasan dan keraguan dalam wacana publik soal rencana pelaksanaan Kurikulum
2013. Berbagai respons dan sikap ini menandakan kepedulian dan rasa memiliki
yang besar terhadap pembangunan pendidikan di Indonesia. Kehangatan respons
publik, terutama dari masyarakat pendidikan, merupakan prakondisi
menggembirakan terhadap strategi pembangunan pendidikan nasional jangka
panjang.
Sikap positif dan dukungan terhadap
rencana pemberlakuan Kurikulum 2013 dilandasi pemikiran bahwa memang perubahan
kurikulum sudah selayaknya dilakukan untuk merespons transformasi zaman dan
kebutuhan abad ke-21. Para pendukung berharap sekolah bisa menyiapkan peserta
didik menjadi pribadi berkarakter mulia serta punya pengetahuan dan
keterampilan yang relevan untuk bisa berpartisipasi dan berkontribusi di
masyarakat abad ke-21.
Sebaliknya, kecemasan dan keraguan yang
melandasi berbagai sikap, mulai dari kritik tajam sampai penolakan, menunjukkan
ketidakpercayaan bahwa Kurikulum 2013 merupakan solusi bagi berbagai masalah
pendidikan di Indonesia. Perspektif yang tepat mengenai fungsi, peran, dan
konteks kurikulum akan membantu para pemangku kepentingan sistem pendidikan
nasional (baik pendukung maupun pengkritik) bisa bekerja sama mencapai tujuan
bersama bangsa ini melalui pembangunan pendidikan, sambil tetap menghormati
ruang untuk bisa ”sepakat untuk berbeda dan tidak sepakat”.
Ditinjau dari asal katanya dalam bahasa
Latin, currere, kurikulum bisa berarti ’kendaraan’. Jadi, kurikulum bukan
merupakan segala sesuatunya dalam suatu sistem pendidikan. Kurikulum merupakan alat mencapai suatu
tujuan dan membutuhkan keandal- an penggunanya. Sama seperti kendaraan apa pun,
banyak ketidaksempurnaan dalam setiap kurikulum. Dalam perspektif kepentingan
bangsa dan negara, kendaraan kurikulum ini akan berfungsi dan berperan baik
jika para pelaku dan pemerhati punya kejelasan tujuan dan visi bersama, peta
jalan yang benar, serta keandalan dalam pemanfaatan kendaraan.
Visi
Bersama
Pembangunan pendidikan perlu visi
bersama yang bisa mengikat para pejabat dalam sistem pendidikan pada tingkat
nasional maupun daerah untuk menghasilkan dan melaksanakan kebijakan dengan
derajat koherensi dan konsistensi yang melebihi masa jabatan. Visi dan misi
pendidikan nasional seperti tertuang dalam Pasal 3 dan penjelasannya dalam UU
No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: mengembangkan potensi peserta
didik agar jadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berkarakter mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta jadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Perumusan normatif visi dan misi ini
butuh penjelasan, sosialisasi, dan internalisasi lebih lanjut kepada semua
pemangku kepentingan agar kesinambungan pembangunan pendidikan nasional bisa
melampaui masa jabatan menteri dan jajarannya. Koherensi sistem dan kebijakan
pendidikan dengan visi pembangunan pendidikan dan kemajuan bangsa melalui
pendidikan mencakup tiga isu sentral: sentralisasi-desentralisasi, komitmen
pendidikan untuk semua, dan kejelasan sasaran. Fenomena penyusunan-pengesahan
suatu kebijakan pendidikan, pengajuan uji materi, dan pembatalan kebijakan itu
akhir-akhir ini menunjukkan kurangnya koherensi antara tujuan, sistem, dan
kebijakan. Kita berharap di kemudian hari energi dan sumber daya tidak terbuang
sia-sia dalam pertarungan antara pembuat dan penentang kebijakan.
Peta jalan mengidentifikasi berbagai
strategi yang tepat dan berkontribusi terhadap pencapaian-pencapaian yang
diharapkan. Kadang kala satu strategi akan berkontribusi terhadap satu
pencapaian, tetapi dikhawatirkan akan menghambat pencapaian yang lain.
Misalnya, strategi pengadaan buku pedoman kurikulum dan buku teks oleh
pemerintah pusat diharapkan bisa menjamin pemerataan mutu materi pembelajaran
untuk semua daerah. Terungkapnya contoh beberapa buku teks yang tidak layak
pakai bagi peserta didik karena kecerobohan pada tingkat daerah dan satuan
pendidikan dalam seleksi buku teks, serta kurangnya komitmen sebagian kepala
daerah dalam pembangunan pendidikan, menjustifikasi kembalinya sentralisasi
bagi beberapa kepentingan.
Sebaliknya, sebagian kritikus
mencemaskan tergerusnya kebinekaan dalam materi pembelajaran. Maka dari itu
pemetaan dan pemilihan strategi pencapaian tujuan pendidikan membutuhkan
kejelasan interpretasi visi dan misi pendidikan serta pandangan holistik dan sistemik
yang diperkuat oleh basis data.
Keandalan
Pengendara
Kendaraan secanggih Mercedes pun bisa
mengakibatkan kematian bagi penumpangnya (ingat kecelakaan Lady Diana) jika
penggunaannya tidak benar. Faktor sangat penting dalam keberhasilan (atau kegagalan)
dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 adalah guru sebagai pengendaranya. Pemerintah
sudah berupaya sangat keras untuk meningkatkan kompetensi guru melalui berbagai
strategi.
Salah satunya adalah peningkatan
kesejahteraan guru melalui program sertifikasi. Namun, sayangnya, survei Bank
Dunia menunjukkan bahwa sertifikasi guru ternyata tidak mengubah perilaku dan
praktik mengajar guru serta belum meningkatkan prestasi guru dan siswa secara
signifikan (Kompas, 18 Desember 2012).
Hal itu berarti pemerintah harus lebih
bersungguh-sungguh dan berupaya lebih keras lagi—dan cerdas—untuk meningkatkan
dedikasi dan kompetensi guru, serta merancang strategi pengembangan
profesionalisme guru mulai dari masa prajabatan di lembaga pendidikan tenaga
kependidikan (LPTK) sampai dengan pengembangan dalam masa jabatan.
Salah satu hal positif dalam program
sertifikasi guru yang terungkap dalam survei Bank Dunia adalah adanya
peningkatan minat kaum muda memilih profesi guru. Dampak sementara ini
seharusnya dianggap sebagai momentum emas untuk memperbaiki profesi guru secara
menyeluruh. Dua faktor yang menjadi benang merah di antara negara-negara yang
mempunyai tingkat keberhasilan tinggi dalam pembangunan pendidikan bukan
standar nasional, sentralisasi-desentralisasi, pembiayaan, dan kurikulum,
melainkan kultur masyarakat dan kualitas guru.
Sementara transformasi budaya merupakan
prakondisi dan sekaligus capaian jangka panjang yang bisa ditetapkan untuk
pembangunan pendidikan, peningkatan kualitas guru merupakan prasyarat penting
bagi keberhasilan pelaksanaan Kurikulum 2013 dan kurikulum selanjutnya. Pilihan
mendukung, menolak, atau mendukung dengan catatan tentunya membawa konsekuensi
masing-masing. Ketika kendaraan sudah dipacu untuk melaju, kepentingan peserta
didik dan bangsa seyogianya jadi bahan bakar yang menggerakkan. Kritik terhadap
Kurikulum 2013 sebenarnya bisa dipilah menjadi catatan perbaikan substansial
dan ketidakpuasan terhadap prosedur (misalnya pelaksanaan uji coba, jadwal, dan
sebagainya). Dibutuhkan wawasan, kedewasaan emosional, dan kearifan untuk
mengolah berbagai kegaduhan dan mengendalikan diri agar para penumpang di dalam
kendaraan tidak menjadi bingung dan tersesat.
Anita
Lie ;
Profesor
dan Direktur Program Pascasarjana
Universitas
Widya Mandala, Surabaya
KOMPAS,
26 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi