Apa kabar dosen lulusan
luar negeri? Perguruan tinggi (PT) di Indonesia sejak awal abad ke-21 sedang
dibanjiri oleh dosen hasil didikan luar negeri. Bukan saja PT di kota-kota
besar, tetapi PT di berbagai kota kabupaten juga kebanjiran dosen lulusan luar
negeri. Mereka itu dielu-elukan oleh civitas kampus, bak seorang dewa yang
datang membawa panji keselamatan dan kebahagiaan. Mereka datang langsung
mendapatkan tempat khusus dari kampus, tanap harus capek mengabdi
bertahun-tahun terlebih dahulu.
Diakui, kedatangan
mereka memberikan "sesuatu yang berbeda" bagi kampus. Setidaknya
menambah daya tawar kampus tersebut karena tenaga pengajarnya tidak hanya
lulusan PT lokal, tetapi juga lulusan luar negeri. "Nilai tambah" ini
sangat berarti, dan bisa memicu animo publik untuk studi di PT tersebut. Di
samping itu, lulusan luar negeri tentu mempunyai kelebihan dalam penguasaan
bahasa asing, sehingga memicu mahasiswa untuk mengembangkan keilmuannya.
Akan tetapi, dosen
lulusan luar negeri itu juga memendam banyak keganjilan. Hampir setiap
mengajar, mereka menyampaikan ketidakpuasannya terhadap PT di Indonesia secara
umum. Mereka akhirnya terbiasa dengan berbagai ucapan dan kelakar yang
mengolok-olok negeri sendiri. Mereka merasa fun, senang dan puas.
Kalau model dosen yang
berseberangan dengan negara dan kekuasaan seperti itu terjadi pada era orde
baru, tentu bisa menjadi salah satu kebanggaan. Tetapi, menjadi suatau
"kemunafikan" kalau dilakukan hari ini, saat kampus masih berbenah
diri.
Jujur diakui, mengolok-olok
menghadirkan kepuasan tersendiri tetapi olokan tanpa berusaha memperbaiki
mungkin omong kosong. Jika seorang dosen yang disekolahkan negara kemudian
pulang ke negerinya, lalu menjadikan kelemahan bangsa sebagai bahan olok-olok
tanpa usaha memperbaikinya hal itu sama artinya dengan mencederai nafas
reformasi, mencederai rakyat dan membuat pendidikan makin runyam.
Kalau lulusan luar
negeri hanya untuk mengolok-olok kampus dalam negeri tanpa melakukan perbaikan
yang berarti, maka kebanggaan seorang dosen karena lulusan luar negeri adalah
kebanggaan semu. Karena, tidak menambah baik keadaan yang dianggap
"lemah" selama ini.
Inilah yang menjadi
cermin manusia Indonesia yang retak, gagal memahami peradaban Barat secara
utuh. Kita tentu harus ingat sosok Sutan Takdir Alisyahbana (STA) yang pernah
menggelorakan bangsa Indonesia untuk meniru budaya Barat. Tetapi saat itu STA
bukanlah orang yang ingin mengolok-olok peradaban Indonesia. STA ingin
membangkitkan peradaban Indonesia dengan strategi kebudayaan dan STA
membuktikan diri mampu menjadi salah satu pemikir cerdas yang menggelorakan
semangat pembaharuan dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia.
Tentu saja lulusan luar
negeri adalah kebanggaan, karena tidak banyak orang Indonesia yang bisa
mengenyam pendidikan luar negeri. Tetapi, kebanggaan itu seyogyanya menjadi
pintu masuk bagi dosen lulusan negeri untuk membangun pendidikan Indonesia yang
setara dan sederajat dengan pendidikan di luar negeri. Itu harus dibuktikan
oleh dosen lulusan negeri, serius melakukan gerak perjuangan jika tidak ingin
menjadi kebanggaan semu.
Barangkali apa yang
dilakukan para tokoh seperti Mohammad Hatta atau dikenal Bung Hatta, dan para
pendiri bangsa ini sangat baik menjadi contoh oleh para dosen lulusan luar
negeri. Bung Hatta menjadikan pengalaman studi di luar negeri sebagai bahan dan
inspirasi perjuangan menegakkan peradaban Indonesia. Tidak salah kemudian dia
menjadi tokoh sangat penting dalam proses berdirinya Indonesia. Bung Hatta juga
yang menjadi pelopor berdirinya ekonomi kerakyatan lewat koperasi. Bahkan,
beliau didaulat sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Bermutu Internasional
Pendidikan adalah kunci
untuk meraih perubahan, eskalator sosial ekonomi. dan resep untuk mendapatkan
janji kemerdekaan. Karena itulah, kemajuan di Indonesia bisa kita raih jika
keterdidikan sudah menjadi kewajaran. Itulah yang menjadi tugas para dosen lulusan
luar negeri agar mampu menjadikan pendidikan sebagai kunci perubahan dan
kemajuan bangsa. Pengalaman mereka di luar negeri menjadi momentum untuk
menjadikan berbagai PT di Indonesia supaya bermutu internasional. Studi di luar
negeri memang menarik, tetapi akan lebih menarik kalau mampu menjadikan PT di
Indonesia lebih bermutu dan setara dengan PT bergengsi di luar negeri.
Dalam hal ini, menarik
yang dilakukan Anies Baswedan, doktor ilmu politik lulusan Amerika Serikat dan
sekarang menjadi rektor di Universitas Paramadina. Anies bertekad menjadikan
Universitas Paramadina sebagai PT bertaraf internasional.
Artinya, gebrakkan Anies
ini seharusnya menjadi inspirasi bagi para dosen lulusan luar negeri. Kuncinya
adalah stop cursing darkness, let's light candles, lakukan
perubahan dan beri kontribusi sekecil apapun sesuai kemampuan. Apalagi, dosen
lulusan luar negeri adalah kelompok berpendidikan dan, tentu berkewajiban
mendidik kelompok lain yang kurang terdidik. Sebab itu, janganlah terus menerus
mengecam kekurangan pendidikan, namun dorong upaya membangun pendidikan di
negeri ini.
Dalam persaingan global
ke depan, para mahasiswa dituntut untuk menjadi future leader berwawasan
global. Para mahasiswa harus didorong untuk tetap menjaga prestasi akademik, kemampuan
bahasa asing, dan prestasi lain. Di titik inilah, dosen lulusan luar negeri
harus berperan besar. Bangsa Indonesia menunggu peran Anda, Pak Dosen!
Siti Muyassarotul
Hafidzoh ;
Mahasiswa Program Pasca
Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
SUARA KARYA, 30 April
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi