CUKUP menarik tulisan Saudara Anwar Hudijono yang berjudul PTN
Jer Basuki Wani Pira (Jawa Pos, 1 Juli). Namun, tulisan
tersebut perlu diklarifikasi karena semua fakta yang diuraikan hanya berdasar
asumsi. Tidak seperti yang digambarkan di sana, PTN tetap dapat diandalkan
sebagai salah satu benteng terakhir dari komponen bangsa ini. PTN dijadikan rujukan
untuk menguraikan masalah-masalah yang pelik negeri ini, karena memiliki
kapasilitas dan integritas untuk itu.
Dikatakan, jalur undangan, sebagai salah satu jalur masuk
PTN, ternyata ada transaksi "wani pira". Pendapat ini jelas
sangat tendensius karena jalur undangan tidak mensyaratkan adanya uang
sumbangan masuk. Mulai tahun ini diberlakukan uang kuliah tungggal (UKT). UKT
berlaku untuk semua PTN, baik yang berbadan hukum, PPK-BLU (pola pengelolaan
keuangan-badan layanan umum), maupun PTN Satker (satuan kerja). Pemberlakuan
UKT didasarkan pada Peraturan Mendikbud RI Nomor 55/2013 tentang Biaya Kuliah
Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada PTN di Lingkungan Kemendikbud.
Dengan uang kuliah tunggal tersebut dimungkinkan calon
mahasiswa yang lulus seleksi, tetapi kurang mampu secara ekonomis, tidak
membayar sama sekali. Uang kuliah itu akan ditanggung negara sesuai perintah UU
Nomor 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi melalui skema BOPTN (biaya operasional
PTN). Penentuan bagi mahasiswa yang dibebaskan membayar uang kuliah dilakukan
setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus oleh PTN melalui jalur undangan
tersebut, dan bukan ditentukan sebelum dinyatakan lulus.
Jalur masuk lain yang disoroti adalah seleksi bersama masuk
PTN (SBM PTN). Disesalkan bahwa nilai unas dan nilai rapor tidak
dipertimbangkan sebagai salah satu penentu kelulusan. Dinilai pula, pada jalur
SBM PTN masih ada percaloan, bocornya soal sampai jawaban melalui SMS atau BBM.
Padahal, justru yang sering terjadi kebocoran dan beredar jawaban melalui SMS
dan BBM adalah soal-soal unas. Hampir tidak ada kasus yang besar dan sistematis
tentang kebocoran soal SBM PTN (dulu jalur tulis nasional bernama SNM PTN,
SPMB, UMPTN, Skalu, Perintis, dan nama sejenisnya).
Pelaksanaan ujian tulis nasional (SBM PTN, dan nama
sejenisnya) masih merupakan jalur terbaik, kredibel, akuntabel dari berbagai
jalur masuk perguruan tinggi. Bahkan, ini merupakan jalur tes tulis terbaik
dari berbagai tes tulis di negeri ini, seperti tes unas dan tes CPNS. Semua
orang pasti akan mengakui bahwa yang lulus melalui tes tulis nasional ini
adalah putra-putri terbaik yang pantas mendapatkan kursi untuk belajar di PTN.
Pelaksanaan ujian tulis nasional ini juga jauh dari
percaloan. Panitianya terpusat, bukan dilaksanakan setiap PTN. Jika ada pihak
yang mengaku-ngaku dapat memasukkan seseorang melalui jalur tulis nasional ini,
pasti itu spekulan belaka. Penentuan kelulusan di pusat pun hanya dihadiri
rektor langsung dari masing-masing PTN.
Tentang masalah kuota yang terbatas pada jalur tes tulis
nasional adalah suatu keniscayaan dari terbatasnya daya tampung di PTN, sekitar
10 persen. Peminatnya 10 kali lipat. Ini fenomena seluruh dunia, dan bahkan di
Amerika Serikat sekalipun tidak 100 persen penduduknya berkesempatan dan
mengenyam pendidikan tinggi. Hampir mustahil mencanangkan wajib belajar hingga
perguruan tinggi di PTN.
Seleksi mahasiswa baru lain yang ada di PTN adalah jalur
mandiri. Dikatakan, mekanisme pemilihannya dibuat ranking berdasar
jumlah bayaran. Tuduhan ini jelas sama sekali tidak benar, karena tidak
terdapat satu PTN pun yang mengeluarkan kebijakan penerimaan mahasiswa baru
berdasar besar-besaran jumlah sumbangan yang diberikan. Logika sederhananya
saja, jika terdapat kebijakan tersebut, tentu banyak mahasiswa di PTN dari
kelompok anak-anak pengusaha dan konglomerat. Nyatanya hal tersebut tidak ada
di PTN mana pun.
Untuk membuktikan bahwa penerimaan jalur mandiri tidak
berdasar besaran sumbangan yang diberikan adalah banyak calon mahasiswa yang
diterima dengan menuliskan sumbangan minimal. Sebaliknya, banyak calon
mahasiswa yang tidak diterima, padahal menuliskan jumlah sumbangan yang jauh di
atasnya. Selain itu, dengan pemberlakuan UKT tersebut, besaran uang kuliah yang
dapat ditarik PTN tidak boleh melebihi apa yang ditentukan Mendikbud. Dengan
demikian, tidak benar bahwa di PTN, apalagi pada tahun akademik 2013 ini,
terdapat jor-joran sumbangan pendidikan agar dapat diterima sebagai mahasiswa
di PTN.
PTN dari dulu dan sampai sekarang adalah medan kawah
candradimuka tempatnya menggodok para pemimpin dan calon pemimpin negeri ini.
Integritas PTN tentu masih menjadi hal utama dalam penyelenggaraannya. Jika
terdapat PTN yang sudah keluar dari khittah-nya, mari kita
sama-sama mengingatkan dengan cara yang elegan dan tidak dengan
menggeneralisasi. Wallahu a'lam bi shawab.
M Hadi Shubhan ;
Sekretaris
Universitas Airlangga
JAWA
POS, 03 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi