Seluruh rakyat Indonesia mendambakan
segera terwujudnya kehidupan berbangsa yang maju, adil-makmur, damai, dan
mandiri. Kondisi makroekonomi dalam sepuluh tahun terakhir memang lumayan
bagus. Namun, hampir 68 tahun merdeka, Indonesia masih sebagai negara berkembang
dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang tinggi serta daya saing dan
indeks pembangunan manusia (IPM) yang rendah.
Yang lebih memprihatinkan, dalam
kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, Indonesia jauh tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang potensi pembangunannya (SDA dan
SDM) lebih kecil seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand,
Korea Selatan, dan Jepang. Mengapa ini terjadi? Jawaban singkatnya, karena
negara salah urus. Untuk bisa bangkit menjadi bangsa maju dan makmur, banyak
hal yang harus dibenahi, tetapi yang paling utama adalah bidang pendidikan dan
iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Fakta empiris membuktikan, sejak
zaman keemasan Romawi, Islam (abad ke-7 M sampai Revolusi Industri 1753 M)
hingga kapitalisme sekarang, kunci kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa
terletak pada kualitas SDM dan kemampuan bangsa tersebut dalam menguasai,
menghasilkan, dan menerapkan inovasi teknologi di berbagai bidang kehidupan.
Status Sekarang
Tingkat kemajuan bangsa Indonesia
berkorelasi sangat nyata dengan kualitas pendidikan dan kapasitas teknologinya.
Pada 2007 hanya 80% dari seluruh anak yang masuk sekolah dasar (SD) bisa lulus,
dan hanya 61 persennya melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkap pertama (SLTP).
Dari seluruh anak yang masuk SLTP itu, hanya 48% yang lulus. Dari yang lulus
ini, hanya 21% yang melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Lalu,
dari seluruh anak yang masuk SLTA, hanya 10% yang lulus.
Dari semua yang lulus SLTA, hanya
1,4% yang diterima di perguruan tinggi. Wajar bila sekitar 70% dari total
angkatan kerja Indonesia berpendidikan lulus atau tidak tamat SD dan hanya
sekitar 2% yang berpendidikan S-1, S-2, dan S-3. Indikator lain yang menggambarkan
buruknya kinerja dan kualitas sistem pendidikan nasional adalah rendahnya
prestasi perguruan tinggi (PT) kita. Empat PT terbaik di Indonesia (UGM, UI,
ITB, dan IPB) ternyata di tingkat dunia hanya menduduki peringkat ke– 440
(UGM), 497 (ITB), 581 (UI), dan 839 (IPB).
Jebloknya kinerja sistem pendidikan
ditambah dengan sistem penelitian dan pengembangan (R & D) yang masih
terseok-seok, dan minimnya apresiasi pemerintah dan masyarakat kepada para
ilmuwan dan ahli teknologi diyakini telah menyebabkan rendahnya kapasitas iptek
dan daya inovasi bangsa Indonesia. Ini tercermin pada indeks pencapaian
teknologi yang menempatkan Indonesia ke dalam kelompok negara-negara yang hanya
mampu sedikit mengadopsi teknologi, tetapi belum sampai pada tahap implementasi
secara luas (technology adaptor countries).
Muara dari buruknya kinerja sistem
pendidikan dan iptek adalah rendahnya daya saing ekonomi dan IPM. Tahun lalu
daya saing ekonomi Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 144 negara yang
disurvei. Sementara IPM Indonesia pada 2012 hanya sebesar 0,629, lebih rendah
dari rata-rata kelompok negara dengan nilai IPM menengah yakni 0,640.
Menatap Masa Depan
Sebab itu, kita harus segera
memperbaiki sistem pendidikan dan iptek secara komprehensif agar kita mampu
meningkatkan kualitas SDM secara signifikan, mengubah dari bangsa konsumen
menjadi produsen teknologi, membangun ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based
economy), dan memenangi persaingan global secara elegan.
Selain memiliki kapasitas iptek
mumpuni, SDM Indonesia juga harus memiliki iman dan takwa termasuk etos kerja
unggul dan akhlak mulia. Ini sangat penting karena telah terbukti bahwa sistem pendidikan
barat (konvensional) ternyata hanya menghasilkan SDM yang unggul secara iptek,
tetapi buruk moralnya, hedonistis, serakah, sombong, pembohong, dan hipokrit.
Tidak bersyukur kepada Tuhan yang menciptakannya.
Untuk itu, sejumlah langkah terobosan
berikut mesti kita tempuh. Pertama, memastikan bahwa sistem pendidikan harus
menghasilkan SDM yang mampu menyerap, mengaplikasikan, dan menghasilkan inovasi
teknologi yang diperlukan bagi proses industrialisasi dan pembangunan
masyarakat serta ekonomi berbasis iptek dan imtak.
Kedua, pembentukan kemampuan dasar;
etos kerja (seperti kerja keras, cinta ilmu, entrepreneurship, hemat, disiplin,
taat hukum, dan teamwork); dan akhlak termasuk kejujuran, amanah,
adil, toleransi, kasih sayang, dan semangat untuk menolong sesama harus
dilakukan secara terus menerus sejak TK, SD, sampai ke PT. Sedangkan penempaan
kemampuan khusus baru dimulai dari tingkat SLTA (kelas 10).
Ketiga, untuk memenuhi kebutuhan
tenaga terampil tingkat menengah bagi berbagai industri dan sektor ekonomi yang
terus berkembang, kita perlu memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan tingkat
menengah atas dan politeknik (D-1 sampai D-3) berkualitas unggul sesuai
kebutuhan di setiap daerah di seluruh Nusantara. Sekolah kejuruan yang dimaksud
tidak hanya untuk keteknikan dan IPA, tetapi juga untuk jurusan akuntansi,
bahasa, industri kreatif, dan ilmu humaniora lainnya.
Keempat, dalam upaya menghasilkan
lulusan PT (S-1, S-2, dan S-3) yang unggul di era globalisasi ini serta produk
teknologi untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor, kita harus upayakan
secara bertahap untuk menjadikan seluruh PT di Indonesia menjadi PT berbasis
riset (research-based university) dan berkualitas internasional (world
class university). Dalam merancang dan melaksanakan penelitian, PT harus
bekerja sama dengan LIPI, BPPT, LAPAN, BAKOSUR TANAL, dan lembaga-lembaga
litbang di bawah kementerian.
Selain itu, pemerintah juga harus
membantu menjodohkan (match making) para peneliti baik dari PT maupun
lembaga penelitian lain dengan sektor industri (swasta nasional, swasta asing,
dan BUMN) untuk menjadikan temuan-temuan penelitian yang bersifat skala
laboratorium (prototipe) menjadi produk teknologi komersial yang laku di pasar
dalam dan luar negeri.
Kelima, kebijakan politikekonomi,
khususnya politik anggaran pemerintah, harus dapat memenuhi kebutuhan sistem
pendidikan dan iptek nasional agar kedua sistem ini mampu melaksanakan
fungsinya secara optimal seperti diuraikan pada butir pertama sampai keempat.
Kebutuhan itu mencakup guru, dosen, dan peneliti berkualitas; prasarana dan
sarana (seperti perpustakaan, laboratorium, kapal latih, teaching
hospital, teaching farm, dan science park); dan dana litbang.
Dengan mengimplementasikan lima
langkah terobosan di bidang pendidikan dan iptek di atas, insya Allah cita-cita
kita bersama untuk mewujudkan Indonesia sebagai bangsa maju, sejahtera, dan
berdaulat dengan kekuatan ekonomi terbesar ketujuh pada 2025 bukan hanya mimpi.
Rokhmin Dahuri ;
Guru
Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
KORAN SINDO, 24 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi