MUSIM pendaftaran siswa baru untuk tahun ajaran
2013/2014 memang belum dibuka secara resmi. Tetapi, jika diamati, ada banyak
sekolah tingkat dasar dan menengah yang telah membuka pendaftaran siswa baru.
Itu terutama dilakukan sekolah swasta berkategori unggulan dengan menggunakan
sistem inden.
Langkah itu tentu tidak dapat disalahkan karena
sekolah sejatinya hanya merespons keinginan masyarakat. Bahkan, sistem inden
juga dilakukan sekolah berkategori non unggulan dengan tujuan agar tetap
memperoleh siswa baru untuk menjamin keberlangsungan sekolahnya.
Ada sekolah yang laris manis sehingga pendaftarnya
melampaui daya tampung. Bahkan, dengan gagah, sekolah tersebut menolak banyak
pendaftar. Fenomena itu biasanya dialami sekolah berkategori mapan dengan
segudang prestasi.
Sementara di tempat lain yang berjarak tidak terlalu
jauh, ada sekolah yang harus berjuang hingga tetes keringat penghabisan untuk
mendapatkan siswa baru. Bahkan, hingga tahun ajaran baru dimulai, sekolah
tersebut masih menerima pendaftaran. Kondisi itu biasanya dialami sekolah berkategori
kecil dan miskin prestasi.
Perbedaan nasib sekolah itu terjadi karena faktor
keunggulan. Itu berarti jika lembaga pendidikan berkategori unggul, di mana pun
posisinya pasti akan dicari. Pada konteks itulah, lembaga pendidikan harus
memberikan layanan yang bermutu. Jika tidak begitu, pasti sekolah akan
ditinggalkan stakeholder-nya.
Sekolah unggul merupakan terjemahan dari beberapa
istilah seperti effective school, efficience school, high performance school,
dan excellent school. Dalam praktiknya, untuk mengenalkan kepada masyarakat
bahwa sekolahnya bermutu biasanya digunakan branding sekolah unggul, sekolah
juara, sekolah plus, sekolah favorit, dan sekolah model.
Sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) menghapuskan rintisan
sekolah berstandar internasional (RSBI), label RSBI juga digunakan untuk
menunjukkan keunggulan sekolah. Tentu saja, beberapa branding itu absah
digunakan asalkan di sekolah tersebut diterapkan budaya mutu. Artinya, ada
jaminan standar mutu layanan yang ditetapkan sekolah.
Persoalan layanan mutu itu penting karena ada kalanya
orang memahami pendidikan unggul sekadar dilihat dari sarana fisik, besarnya
SPP, dan muridnya yang memang pilihan. Akibatnya, muncul persepsi bahwa sekolah
unggul itu harus serba-''wah''.
Tom J. Parkins (2003) dalam penelitiannya tentang
pendidikan unggul di tanah air menyatakan bahwa ada tiga indikator yang harus
dimiliki sekolah unggul, meliputi input, proses, dan output. Menurut Tom,
sekolah unggul dapat dicapai melalui dua strategi, yaitu best input dan best
process.
Strategi best input meniscayakan sekolah untuk
memperoleh siswa yang bermutu. Dalam praktiknya, sekolah berkategori best input
menerapkan tes masuk yang sangat ketat, terutama yang berkaitan dengan
kemampuan akademik siswa. Harapannya, sekolah memperoleh siswa yang terbaik.
Dengan demikian, output yang dihasilkan sekolah pasti lulusan dengan capaian
akademik luar biasa.
Pertanyaannya, capaian akademik yang luar biasa itu
dikarenakan proses pendidikan di sekolah atau faktor lain? Diduga, anak-anak
hebat lulusan sekolah yang menekankan strategi best input itu karena anaknya
memang hebat sejak semula. Fasilitas bimbingan belajar di luar sekolah juga
sudah disiapkan begitu rupa oleh orang tua siswa. Itu berarti kontribusi guru
dalam proses pendidikan pada sekolah yang menekankan best input sangat kecil.
Sekolah unggul kategori kedua menekankan strategi best
process. Sekolah tersebut biasanya tidak begitu menekankan kepada kualitas
akademik anak saat awal masuk. Dalam kondisi apa pun, siswa yang mendaftar akan
diterima. Semua siswa yang mendaftar akan dipetakan berdasar keunggulannya.
Jadi, tidak ada proses seleksi yang ''jelimet'' untuk sekolah tersebut karena
setiap guru telah menyiapkan diri menjadi agen perubahan (agent of change) bagi
siswa.
Setiap guru di sekolah berkategori best process juga
menyadari betul ungkapan Edward Sallis dalam Total Quality Management in
Education (2006) yang mengatakan bahwa recovery begins with teachers. Karena
ujung tombak pendidikan adalah guru, para guru di sekolah yang menekankan
strategi best process berusaha secara maksimal mengubah karakter anak dari yang
biasa menjadi luar biasa. Guru di sekolah tersebut meyakini bahwa setiap anak
pasti telah memiliki keunggulan, minat, dan bakat yang unik sebagai anugerah
dari Tuhan. Tugas guru ialah menfasilitasi anak agar memaksimalkan potensi
bawaan tersebut.
Rasanya tipe sekolah berkategori best process itulah
yang layak disebut pendidikan unggul. Tetapi, sayang, jumlah sekolah yang
menekankan keunggulan pada best process ternyata sangat sedikit. Hasil
penelitian Tom menunjukkan bahwa 99 persen sekolah unggul di tanah air
membangun keunggulannya dengan strategi best input. Itu berarti hanya satu
persen sekolah yang menekankan keunggulannya melalui strategi best process.
Tugas kita sebagai stakeholder pendidikan ialah
mendorong sebanyak mungkin sekolah agar menempuh strategi best process dengan
guru hebat. Itu penting ditekankan karena jantung pendidikan sejatinya ada pada
proses pembelajaran dengan guru-guru yang andal.
Biyanto
;
Dosen IAIN
Sunan Ampel,
Ketua
Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim
JAWA POS,
20 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi