SOSIALISASI Kurikulum 2013 semakin gencar dilakukan
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Model sosialisasinya pun beraneka ragam. Ada pimpinan Kemendikbud yang turun ke
daerah dan ada pimpinan birokrasi pendidikan di daerah yang diundang ke Jakarta
untuk diberi sosialisasi.
Wakil Presiden Boediono dikabarkan mendesak agar
Kurikulum 2013 yang sarat dengan pendidikan karakter dan pendidikan budi
pekerti itu segera diimplementasikan di sekolah (dan madrasah).
Mohammad Nuh sendiri selaku menteri pendidikan
menyatakan bahwa Kemendikbud bertekad menjalankan Kurikulum 2013 seoptimal
mungkin. Nanti para siswa diberi pemahaman agama dan budi pekerti yang baik.
Jangan sampai kelak ada keluhan anak-anak yang dimasukkan ke sekolah justru
bertambah nakal.
Konsep Ki
Hadjar
Bicara budi pekerti tidak bisa dilepaskan dari Bapak
Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara. Sejak Ki Hadjar mendirikan Tamansiswa
pada 1922, budi pekerti menjadi ''educational mark'' Ki Hadjar.
Dalam majalah Poesara edisi Februari 1954, Ki Hadjar
menyatakan bahwa budi pekerti wajib disampaikan kepada siswa oleh semua guru.
''Pengajaran budi pekerti sebaiknya diberikan secara spontan oleh sekalian
pamong; jadi menurut adanya setiap kesempatan dan tidak harus menurut daftar
pelajaran. Pendidikan budi pekerti harus diberikan oleh tiap-tiap pamong, baik
ia mengajarkan bahasa, sejarah, kebudayaan, maupun ilmu alam, ilmu pasti,
menggambar, dan sebagainya,'' tulisnya. Untuk menjabarkan konsepnya, Ki Hadjar
menyampaikan empat tingkat dalam menanamkan budi pekerti kepada anak didik.
Yaitu, syari'at, hakikat, tarikat, dan makrifat.
Tingkat syari'at cocok diberikan kepada anak yang
sangat muda, dalam hal ini anak TK dan RA (raudhatul atfal). Adapun metodenya
adalah membiasakan berperilaku baik menurut norma masyarakat. Anak TK dan RA
tidak perlu diberi teori tentang budi pekerti, tapi langsung dibiasakan
berperilaku yang baik menurut ukuran umum. Misalnya, mengucapkan salam ketika
bertemu teman, menyatakan hormat ketika bertemu guru, dan mencium tangan kalau
berhadapan dengan orang tua.
Tingkat hakikat cocok diberikan kepada anak berusia di
atasnya, dalam hal ini murid SD dan MI. Anak tetap dibiasakan berperilaku baik
menurut ukuran umum, tapi dalam waktu bersamaan mulai perlu diberi pengertian
sederhana mengenai mengapa mereka harus berbuat demikian. Contohnya, selain
dibiasakan mengucapkan salam sewaktu bertemu teman, mereka diberi pengertian
tentang pentingnya mengucapkan salam itu. Misalnya, ucapan salam dapat
menimbulkan ikatan hati dan keakraban lahir batin antarteman.
Tingkat tarikat cocok diberikan kepada anak berusia di
atasnya lagi, dalam hal ini siswa SMP dan MTs. Siswa tetap dibiasakan
berperilaku baik, diberi pengertian mengenai pentingnya hal itu dilakukan, tapi
pada waktu bersamaan disertai aktivitas pendukung yang cocok. Misalnya,
bagaimana anak-anak SMP dan MTs itu berkesenian, berolah puisi, berolahraga,
dan bersastra ria sambil berolah budi. Contohnya, anak-anak SMP dan MTs dilatih
menari ''halus'' sambil dijelaskan makna-makna gerakan di dalamnya untuk
menanamkan budi pekerti.
Selanjutnya, tingkat makrifat cocok diberikan kepada
anak berusia di atasnya lagi, yaitu siswa SMA, MA, dan SMK. Pemahaman dan
kesadaran si anak disentuh sehingga berperilaku baik bukan sekadar kebiasaan
dan berpengertian, tapi berkesadaran di lubuk hati untuk melakukan hal itu.
Dalam bahasa Tamansiswa, sampai tingkat ''Tringa''. Yaitu, ngerti
(mengerti), ngrasa
(merasakan), dan nglakoni (menjalankan). Si anak mengerti maksud berperilaku
baik dan perilakunya tersebut dijalankan berdasar kesadaran diri.
Mari
Disempurnakan
Apakah Kurikulum 2013 yang sedang dikembangkan sudah
mendasarkan, antara lain, pada konsep konkret dan layak diterapkan seperti
rumusan Ki Hadjar tersebut? Entahlah. Tapi, setahu saya, tidak banyak tokoh
Tamansiswa, yang didirikan Ki Hadjar, yang dilibatkan dalam pengembangannya.
Meski sosialisasi Kurikulum 2013 sudah dilakukan di
mana-mana, penyempurnaannya masih dimungkinkan. Anggota Komisi X DPR
Ferdiansyah pernah menyatakan, Panja Kurikulum 2013 belum menerima dokumen
resmi kurikulum dari Kemendikbud. Artinya, selama dokumen resmi kurikulum belum
dikirim ke DPR, penyempurnaan masih terbuka untuk dilakukan.
Apakah konsep Ki Hadjar sudah diakomodasi dalam
Kurikulum 2013 supaya penanaman budi pekerti di sekolah bisa dilakukan secara
optimal? Entahlah! Apakah konsep Ki Hadjar sudah diakomodasi dalam Kurikulum
2013 untuk memajukan pendidikan di negara kita? Entahlah! Yang jelas, kita
masih memiliki sedikit waktu untuk menyempurnakan konsep Kurikulum 2013 itu.
Ki
Supriyoko ;
Guru Besar,
Wakil Ketua Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa
JAWA POS,
15 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi