KEGALAUAN, kekhawatiran, dan sejuta
keresahan seolah menghadang datangnya hal-hal baru alias perubahan. Termasuk
kurikulum 2013 yang segera tiba. Belum-belum sudah ada yang berkomentar seperti
kurikulum 2013 melanggar UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mereka
menggunakan dalil: UU Sisdiknas menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar
dan menengah wajib, antara lain, memuat mata pelajaran pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu
pengetahuan sosial. Sementara itu, pada kurikulum 2013, di antara mata
pelajaran tersebut, ada yang "dihapus".
Selain mengomentari masalah muatan kurikulum
di atas, ada pula yang mengaitkan polemik perubahan kurikulum ini dengan
politis. Misalnya, ganti menteri ganti kurikulum. Masih ada pula yang menyoal
masalah teknis. Misalnya, berkaitan dengan teknik uji kelayakan, kesiapan guru
dalam mengimplementasikannya, diseminasi informasi, manajemen, sistem evaluasi,
dan sebagainya.
Mendikbud M. Nuh ketika diwawancarai berkaitan
dengan perubahan kurikulum, 5 Desember yang lalu, menyatakan: "Apakah kita
bisa membuat kurikulum yang tidak berubah 50 tahun? Tidak ada ceritanya. Tidak
ada ceritanya kurikulum yang 50 tahun tidak berubah, bahkan yang 20 tahun tidak
berubah itu tidak ada." Mendikbud juga menjelaskan bahwa kurikulum
pendidikan nasional tidak akan pernah sempurna. Sebab, perkembangan pendidikan
harus menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman.
Arah perubahan kurikulum sudah sangat
jelas. Perubahan kurikulum dimaksudkan dapat meningkatkan dan menyeimbangkan
antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan
(knowledge). Tiga ranah itu harus dimiliki siswa. Yang sedang dirisaukan
masyarakat sekarang adalah anak-anak kita hanya memiliki kognitif. Ini yang
harus dijawab oleh kurikulum mendatang. Kompetensi nanti bukan berkaitan dengan
kognitif saja, namun ada sikap dan keterampilan yang didasari tiga pilar utama,
yakni kreatif, inovatif, dan produktif dengan jiwa keindonesiaan.
Kurikulum mendatang adalah kurikulum
yang mencerdaskan. Kurikulum yang baru akan mengubah mindset pendidikan menjadi
dua paradigma, yakni akademik dan karakter. Maksud cerdas akademik adalah
kreativitas anak dipacu dengan cara anak diajari mengamati, memanfaatkan
indrawi untuk melihat fenomena. Tidak hanya mengamati, tetapi anak juga
didorong untuk bertanya. Dengan bertanya-tanya, anak akan sampai pada tingkat
bernalar, mencoba, dan akhirnya sampai pada eksperimen. Sedangkan, untuk cerdas
secara karakter dalam kurikulum baru nanti, karakter akan mendapatkan porsi
yang lebih banyak, terutama di tingkat pendidikan dasar. Sebab, karakter
merupakan fondasi pendidikan. Budaya asli bangsa, antara lain, budi pekerti,
sopan santun, dan tata krama yang kini mulai luntur akan kembali diangkat
dengan lebih menekankan pada pendidikan karakter.
Secara garis besar, karakteristik
kurikulum 2013 bisa digambarkan seperti berikut ini. Kurikulum berbasis sains,
pembelajaran bersifat tematik integratif. Mata pelajaran IPA dan IPS SD
diintegrasikan. Kompetensi berimbang antara sikap, keterampilan, dan
pengetahuan di samping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.
Penilaian berbasis tes dan portofolio saling melengkapi. Alokasi waktu per jam
pelajaran (JP) untuk SD = 35 menit, SMP = 40 menit, dan SMA = 45 menit. Jumlah
jam pelajaran per minggu untuk SD: Kelas I = 30 JP, kelas II= 32 JP, kelas
III=34 JP, kelas IV, V,VI=36 JP; SMP = 38 JP; dan SMA = 39 JP.
Gambaran karakteristik kurikulum 2013 di
atas mengingatkan saya pada konsep "calistung", yaitu membaca,
menulis, dan menghitung. Kurikulum mendatang menekankan pada tiga dasar
pengetahuan (membaca, menulis, dan menghitung) sehingga pengintegrasian
beberapa mata pelajaran bisa dilakukan untuk mengurangi beban belajar siswa.
Sebagai ilustrasi, sekarang memang
banyak anak yang tidak bisa menulis walaupun bisa "SMS-an",
Facebook-an, namun tulisannya seperti anak-anak "alay" saja. Begitu
pula pelajaran matematika. Kebanyakan siswa hanya hafal rumus-rumus matematika,
tetapi mereka tidak tahu gunanya.
Perubahan kurikulum yang dilakukan
pemerintah tentunya sudah melalui proses evaluasi dan analisis konteks yang
panjang. Pemerintah tentu tidak akan rela menggadaikan masa depan generasi
bangsa dan negara hanya demi kepentingan sesaat. Masyarakat diharapkan tidak
menjadi anti dengan perubahan. Pada dasarnya, tidak ada yang kekal abadi di
dunia ini, kecuali hanya perubahan itu sendiri. Kita harus yakin bahwa dengan
revisi kurikulum ini, pendidikan di Indonesia akan menghasilkan generasi yang
jauh lebih baik dan siap menjawab tantangan zaman ke depan.
Suryadi
;
Ketua
Musyawarah Guru
Mata
Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia SMP Negeri Kab Mojokerto
JAWA
POS, 11 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar demi Refleksi